peraturan:0tkbpera:8ef99bfe02f6d9e5c920cfebe29ee9fb
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
20 Agustus 2004
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 855/PJ.332/2004
TENTANG
PENINJAUAN KEMBALI PEMOTONGAN PPh ATAS BUNGA A.N. PT AK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXXXXXX tanggal 1 Oktober 2003 perihal dimaksud pada pokok
surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat Saudara antara lain dikemukakan bahwa :
a. Sehubungan dengan surat Direktur Jenderal Pajak Nomor : S-599/PJ.312/2003 tanggal
1 September 2003 yang menyarankan agar PT AK mengajukan banding atas keputusan
keberatan yang telah diterbitkan oleh Kepala Kanwil III DJP Nomor : KEP-10/WPJ.03/BD/
0303/2003 tanggal 27 Januari 2003, Saudara menyatakan bahwa secara formal permohonan
banding yang diajukan tidak akan diterima oleh Pengadilan Pajak karena Saudara tidak dapat
memenuhi ketentuan pasal 35 ayat (2) dan pasal 36 ayat (4) UU Nomor 14 TAHUN 2002
tentang Pengadilan Pajak.
b. Sesuai dengan angka 5 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-42/PJ.4/1996
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi ditegaskan bahwa
dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 73 TAHUN 1996, penghasilan dari usaha jasa
konstruksi tidak lagi menjadi objek PPh pasal 23. Saudara berpendapat bahwa bila bunga
yang merupakan bagian dari imbalan bruto juga dijadikan sebagai obyek pemotongan PPh
pasal 23 maka akan terjadi pemotongan pajak berganda atas satu obyek pajak yang
sebelumnya sudah dikenakan pemotongan PPh yang bersifat final.
c. Pernyataan Kepala Perwakilan BPKP Propinsi Jawa Barat bahwa dalam kasus PT AK, bank rate
(bunga bank) dimaksud merupakan biaya yang harus dibayar PT AK dan rekan kerjanya
sehingga bukan merupakan bunga atas keterlambatan ganti rugi pokok yang dikenakan
pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto. Menurut Saudara, hal ini sesuai
dengan Klarifikasi Badan Arbitrase Nasional Indonesia atas amar Putusan BANI Nomor
5/IX-01/ARB.BANI/93 tanggal 2 September 1993 bahwa yang dimaksud dengan bunga adalah
penggantian biaya atas kerugian yang diderita sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban.
d. Saudara mengajukan permohonan agar pemotongan PPh atas bunga a.n. PT AK ditinjau
kembali.
2. Dalam surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-378/PJ.31/2003 tanggal 13 Juni 2003 yang ditujukan
kepada Ketua Komisi Ombudsman Nasional dengan tembusan antara lain kepada PT AK mengenai
masalah yang sama, dijelaskan dan ditegaskan bahwa penghasilan bunga keterlambatan
pembayaran pokok ganti rugi yang diterima PT AK dikenakan PPh berdasarkan Undang-undang Pajak
Penghasilan, termasuk pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto sebagai kredit pajak.
3. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, dinyatakan bahwa Direktur Jenderal
dapat :
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal
sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
4. Berdasarkan Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 tentang Tata Cara
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan
Pajak dinyatakan bahwa :
(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat
mengurangkan atau menghapus sanksi adminsitrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang
ternyata dikenakan karena adanya kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan
Wajib Pajak.
(2) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
memberikan alasan yang jelas meyakinkan untuk mendukung permohonannya;
b. disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kantor
Pelayanan Pajak yang mengenakan sanksi administrasi tersebut;
c. tidak melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan
Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan memberikan alasan yang jelas dan meyakinkan untuk mendukung
permohonannya.
(4) Setiap permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya boleh diajukan oleh Wajib
Pajak yang tidak mengajukan keberatan atas ketetapan pajaknya, dan diajukan atas suatu
Surat Tagihan Pajak, suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau suatu surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan.
5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dengan ini ditegaskan bahwa :
a. Pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan bunga keterlambatan pembayaran pokok
ganti rugi yang diterima PT AK yang dilakukan KPP Bandar Lampung telah dilakukan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.
b. Upaya Saudara untuk meminta peninjauan kembali pemotongan PPh atas bunga tersebut di
atas, sesuai dengan undang-undang perpajakan sudah tidak dimungkinkan lagi karena jangka
waktu untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak telah
terlewati.
Demikian untuk dimaklumi.
Direktur Jenderal,
ttd.
Hadi Poernomo
NIP 060027375
Tembusan:
1. Direktur Peraturan Perpajakan;
2. Kepala Kantor Wilayah III DJP Sumatera Bagian Selatan.
peraturan/0tkbpera/8ef99bfe02f6d9e5c920cfebe29ee9fb.txt · Last modified: by 127.0.0.1