peraturan:0tkbpera:8e99cbf1c0c904e0c58e043da2e993c5
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 16 Februari 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 86/PJ.53/2006 TENTANG TANGGAPAN ATAS RANCANGAN PERPRES TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL, RANCANGAN INPRES TENTANG PEMANFAATAN BIOFUEL SEBAGAI PENGGANTI BBM, DAN RANCANGAN INPRES TENTANG PENCAIRAN BATUBARA UNTUK BBM DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Bapak nomor XXXXX tanggal 9 November 2005 hal Rancangan Perpres tentang Kebijakan Energi Nasional, Rancangan Inpres tentang Pemanfaatan Biofuel sebagai Pengganti BBM, dan Rancangan Inpres tentang Pencairan Batubara untuk BBM, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam ketiga Rancangan tersebut antara lain disebutkan bahwa: - Rancangan Peraturan Presiden tentang Kebijakan Energi Nasional 2005-2025. Dalam Bab V tentang Pemberian Kemudahan dan Insentif, dirancang ketentuan bahwa : 1) Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral menetapkan jenis dan sumber energi alternatif tertentu (Pasal 6 ayat (1)); 2) Pemerintah memberikan kemudahan dan insentif kepada pelaksana konservasi energi dan pengembang energi alternatif tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (Pasal 6 ayat (2)); dan 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kemudahan dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 6 ayat (3)). - Rancangan Instruksi Presiden tentang Pemanfaatan Biofuel sebagai Pengganti Bahan Bakar Minyak Diktum Kesebelas Rancangan Instruksi Presiden dimaksud menyebutkan : Menteri Keuangan memberikan insentif fiskal dan perpajakan untuk budidaya tanaman, pengolahan bahan baku dan tata niaga biofuel. - Rancangan Instruksi Presiden tentang Pencairan Batubara untuk Bahan Bakar Minyak Diktum Ketiga Rancangan Instruksi Presiden dimaksud menyebutkan: Menteri Keuangan memberikan insentif fiskal untuk pengusahaan pencairan batubara. 2. Pasal 31A ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk : - pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman yang dilakukan; - penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; - kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun; dan - pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah. 3. Pasal 16B ayat (1) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk : - kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean; - penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu; - impor Barang Kena Pajak tertentu; - pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; - pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Penjelasan Pasal tersebut menyatakan bahwa kemudahan perpajakan yang diatur dalam Pasal ini diberikan terbatas untuk : - mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di Kawasan Berikat dan Entreport Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE), atau untuk pengembangan wilayah lain dalam Daerah Pabean yang dibentuk khusus untuk maksud tersebut; - menampung kemungkinan perjanjian dengan negara atau negara-negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi; - mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin-vaksin yang diperlukan dalam rangka Program Imunisasi Nasional; - menjamin tersedianya peralatan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia (TNI/POLRI) yang memadai untuk melindungi wilayah Republik Indonesia dari ancaman eksternal maupun internal; - menjamin tersedianya data batas dan foto udara wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mendukung pertahanan nasional; - meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat; - mendorong pembangunan tempat-tempat ibadah; - menjamin tersedianya perumahan yang terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah yaitu rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana; - mendorong pengembangan armada nasional di bidang angkutan darat, air, dan udara; - mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang-barang yang bersifat strategis setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 4. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan butir 3 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini dikemukakan bahwa : a. Pada dasarnya Direktorat Jenderal Pajak mendukung upaya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak melalui pengusahaan dan penggunaan energi- energi alternatif yang bersifat terbarukan dan lebih ramah lingkungan. Namun demikian, dukungan tersebut harus tetap dalam koridor peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. b. Fasilitas perpajakan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu dalam Undang-undang Pajak Penghasilan serta dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ataupun tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai penetapannya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah(bukan dengan Peraturan Menteri Keuangan) dan terbatas hanya untuk hal-hal yang telah diatur dalam Undang-undang Pajak Penghasilan dan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. c. Menurut hemat kami, insentif perpajakan sebagaimana disebutkan dalam beberapa Rancangan ketentuan pada butir 1 di atas, adalah bukansatu-satunya insentif usaha dan bukan pula satu-satunya faktor yang mempengaruhi apakah pengusaha akan terdorong atau tidak untuk berinvestasi dan menjalankan usaha di bidang biofuel tersebut. Insentif tersebut dapat juga berupa, misalnya, kemudahan perizinan, kemudahan memperoleh pembiayaan dari usaha perbankan, kemudahan perolehan lahan untuk mendirikan pabrik dan menanam bahan baku, kepastian hukum di bidang ketenagakerjaan, kemudahan dalam proses mendistribusikan produk, kestabilan keamanan, dan sebagainya, dimana insentif-insentif ini berada di luar kewenangan Menteri Keuangan. Karenanya, efektivitas pemberian satu atau dua jenis insentif tanpa diiringi insentif dari bidang-bidang lainnya yang terkait masih perlu dipertimbangkan. d. Oleh karena itu, kami mengusulkan agar klausul-klausul yang terkait dengan perlakuan, insentif, atau fasilitas di bidang perpajakan tidakdisebutkan secara khusus dalam Rancangan- rancangan ketentuan pada butir 1 tersebut, karena tidak sesuai dengan kondisi peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. e. Perlu kami sampaikan bahwa dalam Rancangan Undang-undang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (RUU PPN) antara lain telah diusulkan sebagai berikut: - barang hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil kehutanan, yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya, ditetapkan sebagai jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai; dan - batubara sebelum diproses menjadi briket batubara tidak lagi ditetapkan sebagai jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sehingga batubara merupakan Barang Kena Pajak. Kami sampaikan juga bahwa saat ini sedang dirumuskan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah-daerah Tertentu, yang antara lain menetapkan industri biofuel dan pencairan batubara mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada butir 2 di atas. f. Mengingat RUU PPN belum dibahas di DPR dan kemungkinan baru akan berlaku pada 1 Januari 2007 yang akan datang, maka atas barang hasil pertanian , hasil perkebunan dan hasil kehutanan, yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya tersebut telah kami usulkan dalam sebuah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk ditetapkan sebagai Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sejak 1 Januari 2006. RPP tersebut telah kami sampaikan kepada DPR untuk dikonsultasikan segera mengingat ketentuan dalam Pasal 16B Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai mengatur bahwa untuk penetapan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis harus berkonsultasi dengan DPR terlebih dahulu. Demikian untuk dimaklumi. Direktur Jenderal, ttd. Hadi Poernomo NIP 060027375
peraturan/0tkbpera/8e99cbf1c0c904e0c58e043da2e993c5.txt · Last modified: by 127.0.0.1