peraturan:0tkbpera:8c9f32e03aeb2e3000825c8c875c4edd
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
9 Februari 1994
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 01/PJ.313/1994
TENTANG
PENYETORAN PAJAK-PAJAK OLEH PERUSAHAAN PENGANGKAT BENDA BERHARGA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Bersama ini dikirimkan kepada Saudara dua Keputusan :
a. Keputusan Presiden RI Nomor 25 TAHUN 1992 tanggal 6 Juni 1992;
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 708/KMK.04/1993 tanggal 3 Juli 1993.
Keduanya mengenai Penghitungan dan Penyetoran bagian Pemerintah berupa pajak-pajak dari hasil
pengangkatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam di wilayah yurisdiksi Republik Indonesia,
untuk dipahami dan dilaksanakan.
Berdasarkan ketentuan pada kedua Keputusan tersebut, dengan ini diberikan pengaturan pelaksanaan
penyetoran pajak-pajaknya, sebagai berikut :
1. Imbalan dari Pemerintah :
Benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam yang mempunyai nilai benda cagar budaya tidak
boleh dijualbelikan dan harus diserahkan kepada Pemerintah, maka perusahaan yang mengangkat
benda tersebut diberikan imbalan dari Pemerintah yang besarnya ditetapkan oleh Panitia Nasional.
Terhadap penerimaan imbalan yang diterima oleh perusahaan pengangkatan benda berharga
tersebut, pemungutan pajaknya diatur sebagai berikut :
1.1. Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah.
a. Pada saat pembayaran imbalan dari pemerintah tersebut, agar perusahaan penerima
imbalan dipungut PPh Pasal 22 dan PPN oleh KPKN setempat. Mengingat PPh Pasal 22
dan PPN, atas imbalan ini ditanggung pemerintah, maka Surat Setoran Pajak (SSP)
PPh Pasal 22 dan PPN yang akan diserahkan oleh Bendaharawan kepada KPKN
setempat supaya diberikan stempel ditanggung pemerintah sesuai Keputusan Menteri
Keuangan Nomor : 708/KMK.04/1993 tanggal 3 Juli 1993 yang selanjutnya KPKN akan
menerbitkan SPM Nihil atas SSP tersebut.
b. Penata usahaan PPh Pasal 22 dan PPN yang ditanggung pemerintah dengan SPM Nihil
ini agar sejalan dengan Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran dan
Direktur Jenderal Pajak tanggal 6 Agustus 1986
Nomor : E-52/A/1986 // SE-46/PJ/1986
1.2. Pajak Bumi dan Bangunan :
Atas imbalan ini sesuai Pasal 6 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
708/KMK.04/1993. Maka PBB yang terutang tidak perlu dipungut.
2. Hasil Penjualan Lelang Benda Berharga :
Benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam, yang boleh dijual dimuka umum melalui Kantor
Lelang Negara atau Balai Lelang Internasional, maka hasil penjualan bruto setelah dikurangi biaya
lelang dibagi antara Pemerintah dan Perusahaan sebagai berikut :
2.1. Lima puluh persen ( 50% ) merupakan bagian Pemerintah, dan harus disetorkan ke Kas
Negara berupa pajak-pajak :
a. Pajak Penghasilan ( PPh ) sebesar = 62 %
b. Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) sebesar = 37 %
c. Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) sebesar = 1 % +/+
-------
Jumlah = 100 %
2.2. Lima puluh persen ( 50% ) sisanya merupakan bagian perusahaan yang melakukan
pengangkatan benda berharga tersebut.
2.3. Sesuai Pasal 7 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 708/KMK.04/1993 tanggal 3 Juli 1993,
Kantor Lelang Negara ditunjuk dan berkewajiban memungut dan menyetorkan pajak-pajak
ke Kas Negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
Surat Setoran Pajak PPh Pasal 22 dan PPN tersebut harus diberikan stempel oleh KPP, bahwa "Tidak
dapat dikreditkan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 708/KMK.04/1993".
Besarnya penyetoran pajak tersebut adalah :
a. PPh Pasal 22 = 62% x 50% ( Penjualan Bruto-Biaya Lelang )
b. PPN = 37% x 50% ( Penjualan Bruto-Biaya Lelang )
c. PBB = 1% x 50% ( Penjualan Bruto-Biaya Lelang )
3. Pelaporan SPT :
3.1. SPT Tahunan Pajak Penghasilan ( PPh ) :
Dalam penghitungan besarnya PPh yang terhutang pada akhir tahun pajak, maka penghasilan
perusahaan dari usaha pengangkatan benda berharga tidak digabungkan dengan penghasilan
dari kegiatan usaha lain, dan PPh Pasal 22 yang sudah dipungut tidak boleh dikreditkan,
sehingga bersifat final. Apabila Wajib Pajak memperoleh penghasilan diluar usaha
pengangkatan benda berharga harus dilaporkan tersendiri.
3.2. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) :
Penghitungan, penyetoran dan pelaporan SPT Masa PPN, berkenaan dengan pengangkatan
benda berharga dilakukan tersendiri terpisah dengan penghitungan, penyetoran dan
pelaporan SPT Masa PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena
Pajak ( JKP ) lainnya. Dalam hal PKP yang melakukan pengangkatan benda berharga tersebut
juga melakukan kegiatan penyerahan BKP dan atau JKP lainnya, maka atas kegiatan
pengangkatan benda purbakala, PKP yang bersangkutan harus melaporkan SPT Masa PPN
dengan melampirkan SSP tersebut pada butir 2.3.b. secara tersendiri yang merupakan SPT
Masa PPN Khusus dan tidak digabung dengan SPT Masa PPN atas penyerahan BKP dan atau
JKP lainnya tersebut. PPN yang dipungut oleh Kantor Lelang Negara dan disetorkan ke Kas
Negara atas nama perusahaan pengangkat benda berharga sebagaimana tersebut pada butir
2.3.b. tidak boleh dikreditkan sebagai Pajak Masukan. Dalam rangka penelitian SPT Masa PPN
sebagaimana di maksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-04/PJ./1993,
dengan ini diberikan petunjuk bahwa SPT Masa PPN Khusus tersebut di atas tidak dikirim ke
petugas III di Seksi PDI/PDTUP untuk direkam.
3.3. Penyetoran PBB :
Penghitungan dan penyetoran PBB yang terutang oleh perusahaan dilakukan tersendiri tanpa
menunggu diterbitkannya SPPT, disetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Bumi
dan Bangunan ( KP PBB.5.1 ) dengan Nama dan Nomor Pokok Wajib PBB Pengusaha.
4. Pengawasan atas pemungutan dan penyetoran pajak-pajak oleh KPP dan KPPBB :
4.1. Mengadakan inventarisasi terhadap perusahaan yang melakukan kegiatan pengangkatan
benda berharga atas muatan kapal laut yang tenggelam, untuk diberikan NPWP dan
pengukuhan PKP nya.
4.2. Mengadakan pengawasan terhadap Surat Setoran Pajak (SSP) dan SSPBB secara khusus
karena bersifat final, baik pada tata usaha pembayaran masa maupun pada berkas Wajib
Pajak.
4.3. Kepala KPP dan KPPBB yang diwilayahnya terdapat kegiatan pengangkatan benda berharga
sebagaimana tersebut di atas harus melaporkan pembayaran PPh, PPN dan BB kepada Kepala
Kantor Wilayah atasannya, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah bulan adanya kewajiban
penyetoran/pembayaran pajak-pajak dimaksud, seperti contoh terlampir.
Demikian untuk dilaksanakan dan disebarluaskan kepada :
a. Pengusaha pengangkat benda berharga atas muatan kapal laut yang tenggelam;
b. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara setempat, sehubungan pelaksanaan PPh Pasal 22 dan PPN
yang ditanggung Pemerintah.
c. Kantor Lelang Negara setempat, sehubungan dengan pemungutan PPh Pasal 22, PPN dan PBB.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
FUAD BAWAZIER
peraturan/0tkbpera/8c9f32e03aeb2e3000825c8c875c4edd.txt · Last modified: by 127.0.0.1