peraturan:0tkbpera:86ef0ad0a49f303beba23d4e796fc50b
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 3 Oktober 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 262/PJ.42/2005 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN BAHASA ASING DAN MATA UANG RUPIAH DALAM PEMBUKUAN WAJIB PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, 1. Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan hal-hal sebagai berikut : a. Saat ini sedang berjalan proses penyelesaian keberatan PPh Badan tahun 1996 s.d. 2000 a.n. PT ABC. b. PT ABC terikat kontrak dengan BCA sejak tahun 1994, dan sebagai anggota dari group tersebut PT ABC diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris sementara mata uang yang digunakan tetap dalam mata uang Rupiah. c. PT ABC menyatakan keberatan atas SKPKB hasil pemeriksaan yang perhitungannya ditetapkan berdasarkan Norma Perhitungan Penghasilan Neto dianggap telah menyalahi ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ.3/1995 dan SE-45/PJ.42/1999 tentang Penyelenggaraan Pembukuan dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Selain Rupiah. d. Dalam proses keberatan diketahui bahwa PT ABC tidak pernah menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang penggunaan bahasa Inggris dan mata uang Rupiah ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. e. Saudara berpendapat bahwa PT ABC hanya melanggar Keputusan Menteri Keuangan Nomor 266/KMK.04/1995 tentang Penggunaan Bahasa Asing dalam Pembukuan Wajib Pajak yang mengatur bahwa Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan demikian penerapan sanksi norma penghasilan neto belum dapat diberlakukan, dan mempertimbangkan untuk menghitung kewajiban PT ABC dengan menggunakan tarif umum Pasal 17 UU PPh. Saudara mohon penegasan mengenai permasalahan tersebut. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994, diatur antara lain : Pasal 13 ayat (1) huruf d : Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. Dalam memori penjelasannya antara lain dijelaskan bahwa bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan menurut ketentuan Pasal 28 atau pada saat diperiksa tidak memenuhi permintaan menurut Pasal 29, sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menghitung jumlah pajak yang seharusnya terutang sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf d, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan secara jabatan yaitu penghitungan pajak didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja. Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak diletakkan pada Wajib Pajak. Sebagai contoh diberikan antara lain : 1. pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak lengkap, sehingga penghitungan rugi laba atau peredaran tidak jelas; 2. dokumen-dokumen pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka dalam pembukuan tidak dapat diuji; 3. dari rangkaian pemeriksaan dan/atau fakta-fakta yang diketahui besar dugaan disembunyikannya dokumen atau data pendukung lain di suatu tempat tertentu, sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidak menunjukkan itikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya pemeriksaan. Pasal 28 ayat (5) : Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 3. Berdasarkan Pasal 14 ayat (5) dan ayat (6) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, diatur antara lain : Ayat (5) : Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan peredaran bruto atau tidak memperlihatkan pembukuan atau pencatatan peredaran bruto atau bukti-bukti pendukungnya, sehingga tidak diketahui besarnya peredaran bruto yang sebenarnya, maka peredaran bruto dan penghasilan netonya dihitung berdasarkan norma penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dalam memori penjelasannya dijelaskan bahwa ketentuan ini mengatur tentang penerapan Norma Penghitungan Peredaran Bruto dan Norma Penghitungan Penghasilan Neto terhadap Wajib Pajak yang peredaran bruto sebenarnya tidak dapat diketahui, yaitu Wajib Pajak yang: a. wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau catatan peredaran bruto atau bukti-bukti pembukuan atau bukti-bukti pencatatan peredaran bruto, sehingga peredaran bruto yang sebenarnya tidak dapat diketahui; b. dianggap menyelenggarakan pembukuan karena tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak tentang keinginannya untuk menghitung penghasilan neto dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, namun ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan sehingga peredaran bruto yang sebenarnya tidak dapat diketahui; c. telah menyatakan keinginannya kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, namun ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan mengenai peredaran brutonya, sehingga peredaran bruto yang sebenarnya tidak dapat diketahui. Ayat (6) : Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan, atau tidak memperlihatkan pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya tetapi dapat diketahui peredaran bruto yang sebenarnya, maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Dalam memori penjelasannya dijelaskan bahwa ketentuan ini mengatur tentang penerapan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak yang sebenarnya dapat diketahui namun penghasilan netonya tidak dapat dihitung, yaitu terhadap Wajib Pajak yang : a. wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak memperlihatkan pembukuan atau bukti-buktinya, namun peredaran bruto yang sebenarnya dapat diketahui; b. dianggap menyelenggarakan pembukuan seperti dimaksud pada ayat (4) tetapi tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak memperlihatkan pembukuan atau bukti-buktinya, namun peredaran bruto yang sebenarnya dapat diketahui. 4. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 266/KMK.04/1995 tentang Penggunaan Bahasa Asing Dalam Pembukuan Wajib Pajak, diatur antara lain : Pasal 1 : Bahasa asing yang dapat dipergunakan dalam Pembukuan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 adalah bahasa Inggris. Pasal 2 : Wajib Pajak yang akan menggunakan bahasa Inggris dalam pembukuannya harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Pasal 3 : Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tetap berkewajiban mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai beserta lampiran-lampirannya dalam bahasa Indonesia kecuali lampiran berupa laporan keuangan. 5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : a. Mengingat ketentuan Pasal 28 ayat (5) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 dan ketentuan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 266/KMK.04/1995 tentang Penggunaan Bahasa Asing Dalam Pembukuan Wajib Pajak, maka Wajib Pajak PT ABC yang akan menggunakan bahasa Inggris dalam pembukuannya harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. b. Dalam hal PT ABC tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam penegasan huruf a di atas sehingga tidak diketahui besarnya peredaran bruto yang sebenarnya, maka peredaran bruto dan penghasilan netonya dihitung berdasarkan norma penghitungan dan/atau data yang tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 dan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994. c. Apabila PT ABC tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam penegasan huruf a di atas sehingga tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto namun dapat diketahui peredaran bruto yang sebenarnya, maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan/atau data yang tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 ayat (6) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 dan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 TAHUN 1994. d. Sepanjang PT ABC tidak termasuk dalam penegasan huruf b dan huruf c di atas, maka Pajak Penghasilan Badan PT ABC yang terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994. e. Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar harus memberitahukan kepada PT ABC bahwa Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Indonesia untuk tahun-tahun berikutnya. Dalam hal Wajib Pajak hendak menggunakan bahasa Inggris dalam pembukuannya, maka Wajib Pajak harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini. Demikian harap maklum. DIREKTUR, ttd. SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
peraturan/0tkbpera/86ef0ad0a49f303beba23d4e796fc50b.txt · Last modified: (external edit)