peraturan:0tkbpera:85be7e92377849414323f55a9e3c4e36
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 28 Desember 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1051/PJ.51/2004 TENTANG PPN ATAS PENYERAHAN NON-BBM, RETENSI (FREE), BONUS, UPAH PENGOLAHAN DAN DISTRIBUSI DAN PENYERAHAN AVTUR OLEH PT. PERTAMINA (PERSERO) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan Nota Dinas Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak Nomor ND-217/PJ.733/2004 tanggal 24 Desember 2004 hal Perlakuan PPN antar cabang PN Pertamina, berkaitan dengan surat jawaban Direktur PPN dan PTLL Nomor S-722/PJ.51/2004 tanggal 18 Agustus 2004 hal PPN atas Penyerahan Non-BBM, Retensi (Fee), Bonus, Upah Pengolahan dan Distribusi dan Penyerahan Avtur oleh PT Pertamina (Persero) yang menjawab surat Koordinator Satgas Bidang Pajak TOPN Nomor S-012/OPN.PJ/5/2004 tanggal 27 Mei 2004 hal PPN, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Koordinator Satgas Bidang Pajak TOPN Nomor S-012/OPN.PJ/5/2004 tanggal 27 Mei 2004 tersebut, Tim OPN menyampaikan bahwa : a. Tim OPN sedang melakukan pemeriksaan terhadap PT Pertamina (Persero) tahun pajak 2002 berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak nomor PRIN-666/PJ.701/2003 tanggal 31 Oktober 2003. b. Dalam pemeriksaan tersebut, Tim memperoleh fakta adanya penghasilan-penghasilan PT Pertamina yang belum dipungut PPN, sebagai berikut: 1) Penyerahan Non-BBM dari Unit Pengolahan Pertamina ke Unit Pemasaran Pertamina dan antar Unit Pemasaran Pertamina yang berada dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang berbeda dengan nilai penyerahan sebesar Rp 11,12 triliun. 2) Penghasilan Retensi (Fee) yang diterima dari pemerintah sebesar Rp 5,14 triliun dan penghasilan bonus yang diterima dari PT ABC sebagai kompensasi atas seluruh informasi yang dimiliki oleh PT Pertamina (Persero) sebesar Rp 21 miliar. 3) Penghasilan upah pengolahan BBM (production fee) sebesar Rp 583 miliar dan upah pendistribusian BBM (distribution fee) sebesar Rp 675 miliar. 4) Penyerahan Avtur di bandar udara untuk pesawat terbang dengan tujuan luar negeri sebesar Rp 2 triliun. c. Terhadap permasalahan PPN sebagaimana dimaksud dalam huruf b di atas, Saudara meminta penegasan perlakuan PPN-nya. 2. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1982 tentang Kewajiban dan Tata Cara Penyetoran Pendapatan Pemerintah dari Hasil Operasi Pertamina Sendiri dan Kontrak Production Sharing, diatur antara lain : a. Pasal 5 ayat (1), besarnya retensi (fee) yang diperoleh Pertamina dalam rangka Kontrak Production Sharing ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari Penerimaan Bersih Usaha (Net Operating Income) Kontrak Production Sharing yang bersangkutan. b. Pasal 6, yang dimaksud dengan bonus adalah penerimaan dari Bonus Penandatangan, Bonus Kompensasi Data, Bonus Produksi dan Bonus-bonus dalam bentuk apapun yang diperoleh Pertamina dalam rangka Kontrak Production Sharing. 3. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000, diatur antara lain : a. Pasal 4 huruf a dan c, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; b. Pasal 4A ayat (1), jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; c. Pasal 1A ayat (1) huruf f, yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang; 4. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, diatur antara lain : a. Pasal 1, kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah: 1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya; 2) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; 3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya; dan 4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. b. Pasal 5, kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah: 1) Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik; 2) Jasa di bidang pelayanan sosial; 3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko; 4) Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi; 5) Jasa di bidang keagamaan; 6) Jasa di bidang pendidikan; 7) Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan; 8) Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan; 9) Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air; 10) Jasa di bidang tenaga kerja; 11) Jasa di bidang perhotelan; dan 12) Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum. 5. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 409a/KMK.04/1990 tentang Tata Cara Pemungutan, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Bahan Bakar Minyak, Bukan Bahan Bakar Minyak, Produk Lain dan Pelayanan Jasa oleh Pertamina, diatur bahwa : a. Pasal 4 ayat (1), Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagai Pajak Keluaran atas penyerahan dan pemakaian sendiri BBM dilaksanakan secara terpusat di Kantor PERTAMINA. b. Pasal 4 ayat (1), Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagai Pajak Keluaran atas penyerahan Bukan BBM, Produk Lain dan Jasa Kena Pajak dilaksanakan oleh Unit/Daerah Operasi PERTAMINA yang melakukan penyerahan. c. Pasal 5 ayat (1), Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Kantor Pusat PERTAMINA dan atau Unit/Daerah Operasi PERTAMINA untuk impor dan atau pembelian Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak dan atau pemakaian sendiri Barang Kena Pajak yang mempunyai hubungan langsung dengan proses produksi (pengolahan/pengadaan), distribusi (angkutan) pemasaran dan manajemen merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). d. Pasal 5 ayat (2), Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan secara terpusat di Kantor Pusat PERTAMINA. 6. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, diberikan penegasan sebagai berikut : a. Mengingat ketentuan sebagaimana tersebut dalam angka 5 huruf c, maka atas penyerahan Non-BBM dari Unit Pengolahan Pertamina ke Unit Pemasaran Pertamina atau antar Unit Pemasaran Pertamina yang masing-masing berada dalam wilayah KPP yang berbeda, bukan merupakan penyerahan yang dikenakan PPN. b. Mengingat bahwa retensi (fee) adalah penghasilan yang diperoleh PT Pertamina (Persero) dari jasa pengelolaan (jasa manajemen) dalam rangka Production Storing Contract (PSC), dan jasa tersebut tidak termasuk jasa yang tidak dikenakan PPN sebagaimana dimaksud pada butir 4 huruf b diatas, maka atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang penghasilannya berupa retensi (fee) tersebut, terutang PPN dan wajib dibuatkan Faktur Pajak. c. Penghasilan bonus informasi yang diperoleh PT Pertamina (Persero) sebagai kompensasi dari penyediaan informasi sehubungan dengan geological, drilling, well, dan produksi dari wilayah kuasa pertambangan yang bersangkutan kepada PT ABC, merupakan penghasilan atas penyerahan jasa yang tidak dikecualikan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud pada butir 4 huruf b di atas, sehingga atas penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut terutang PPN dan wajib dibuatkan Faktur Pajak. d. Penghasilan upah pengolahan BBM (production fee) dan upah pendistribusian BBM (distribution fee) yang diperoleh PT Pertamina (Persero) merupakan penghasilan atas jasa pengolahan dan pendistribusian BBM milik Pemerintah. Karena jasa tersebut tidak termasuk jasa yang tidak dikenakan PPN sebagaimana dimaksud pada butir b di atas, maka atas penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut terutang PPN dan wajib dibuatkan Faktur Pajak. e. Atas penyerahan avtur di dalam Daerah Pabean oleh Pertamina (Persero) kepada perusahaan penerbangan dengan tujuan luar negeri, terutang PPN dan wajib dibuatkan Faktur Pajak. 7. Dengan terbitnya surat ini, maka surat Direktur PPN dan PTLL Nomor S-722/PJ.51/2004 tanggal 18 Agustus 2004 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Demikian untuk menjadi maklum. a.n. Direktur Jenderal, Direktur PPN dan PTLL, ttd, A. Sjarifuddin Alsah NIP 060044664 Tembusan: 1. Direktur Peraturan Perpajakan; 2. Direktur Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak; 3. Kepala KPP WP BUMN.
peraturan/0tkbpera/85be7e92377849414323f55a9e3c4e36.txt · Last modified: (external edit)