peraturan:0tkbpera:8541259db852d274c5de8d45fc29ea21
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
23 Mei 2001
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 664/PJ.53/2001
TENTANG
PPN ATAS JASA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH)
DAN BUDIDAYA HEWAN POTONG (BHP)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara nomor xxxxxxxx tanggal 27 Maret 2001 hal Permohonan Pembebasan
PPN di Perusahaan Daerah RPH & BHP Kota Semarang, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :
a. Pemerintah Kota Semarang (PKS) memiliki Perusahaan Daerah Rumah Pemotongan Hewan
dan Budidaya Hewan Potong (PD RPH dan BHP) Kota Semarang, yang titik berat usahanya
merupakan public service, yakni mempunyai misi sosial dalam memenuhi kebutuhan daging
yang sehat dan bermutu bagi masyarakat dan tidak melakukan proses lanjut atas daging
hewan yang dipotong, sehingga menurut pendapat Saudara daging tersebut belum
mempunyai nilai tambah.
b. Menurut pendapat Saudara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan menimbulkan
dampak ekonomi dan mematikan usaha penjualan daging yang umumnya dilakukan oleh
pengusaha kecil, dan selanjutnya Saudara memohon agar jasa RPH yang dikelola Pemerintah
Daerah dimasukkan sebagai jenis jasa yang tidak dikenakan PPN.
2. Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), antara lain
mengatur :
a. Pasal 1 angka 13 dan angka 14 menyatakan bahwa Pengusaha adalah orang pribadi atau
badan (termasuk didalamnya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), dengan nama dan dalam bentuk apapun) yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah Pabean.
b. Pasal 4 huruf a dan huruf c menyatakan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan
PPN, antara lain mengatur :
a. Pasal 1 menetapkan kelompok barang yang tidak dikenakan PPN, tetapi hewan potong hasil
budidaya hewan potong tidak termasuk jenis barang yang tidak dikenakan PPN.
b. Pasal 5 menetapkan kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN, tetapi jasa pemotongan hewan
oleh RPH tidak termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan PPN.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu Yang
Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dan Pengenaan PPN, menetapkan BKP tertentu yang bersifat
strategis yang atas impor dan atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, tetapi hewan
potong hasil budidaya hewan potong yang diserahkan oleh perusahaan milik Pemerintah Daerah tidak
termasuk BKP tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan
PPN.
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Batasan
Pengusaha Kecil PPN, antara lain mengatur :
a. Pasal 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang
selama satu tahun buku melakukan penyerahan :
1) BKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 360.000.000,00 (tiga ratus
enam puluh juta rupiah);
2) JKP dengan jumlah penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 180.000.000,00 (seratus
delapan puluh juta rupiah); atau
3) Penyerahan BKP dan JKP, dengan jumlah peredaran bruto dan penerimaan bruto
tidak lebih dari :
a) Rp. 360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah) jika peredaran BKP
tidak lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh peredaran bruto
dan penerimaan bruto; atau
b) Rp. 180.000.000,00 (seratus delapan puluh juta rupiah) jika penerimaan JKP
tidak lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh peredaran bruto
dan penerimaan bruto.
b. Pasal 2 menyatakan bahwa atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh
Pengusaha Kecil tidak dikenakan PPN.
c. Pasal 3 menyatakan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 tidak
berlaku apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
6. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 5, dan memperhatikan isi surat Saudara pada
butir 1 di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :
a. Jasa RPH tidak termasuk diantara jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN, sehingga
merupakan JKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN.
b. Hewan potong yang diserahkan oleh PD RPH dan BHP Kota Semarang tidak termasuk diantara
BKP tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan
PPN, sehingga atas penyerahannya dikenakan PPN.
c. Dengan demikian permohonan Saudara agar jasa RPH yang dikelola oleh Pemerintah Daerah
tidak dikenakan PPN (dibebaskan dari pengenaan PPN) dengan sangat menyesal tidak dapat
kami penuhi. Maka apabila jumlah penerimaan bruto atas kegiatan usaha pada huruf a, dan
atau jumlah peredaran bruto atas kegiatan usaha pada huruf b yang dilakukan oleh PD RPH
dan BHP tersebut dalam satu tahun buku melebihi nilai sebagaimana disebutkan pada butir 5
huruf a di atas, maka PD RPH dan BHP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang
terutang atas kegiatan usahanya.
Demikian untuk dapat dimaklumi.
Direktur Jenderal Pajak
ttd.
Hadi Poernomo
NIP. 060027375
Tembusan :
1. Direktur PPN dan PTLL
2. Direktur Peraturan Perpajakan.
3. Kepala Kantor Wilayah VIII Ditjen Pajak Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
4. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Semarang Selatan.
peraturan/0tkbpera/8541259db852d274c5de8d45fc29ea21.txt · Last modified: by 127.0.0.1