peraturan:0tkbpera:853b722222dd0e45a9f94f2c799c949d
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
11 Juli 2000
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 1050/PJ.513/2000
TENTANG
PENEGASAN PENGENAAN PPN ATAS JASA ANGKUTAN BAHAN BAKAR MINYAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 30 Mei 2000 hal sebagaimana tersebut di atas,
dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut, Saudara mengemukakan bahwa :
a. Perusahaan Saudara adalah Perusahaan yang bergerak di bidang Pelayaran dalam negeri
di mana pada tahun fiskal 1998 mengadakan kerja sama pengangkutan BBM dengan
PT. PLN PJB I Jakarta berdasarkan Surat Perintah Kerja yang mengacu pada Surat Perjanjian
Nomor 016/PJ/9220/PJB I/1997/M tanggal 31 Januari 1997 tentang Pengangkutan BBM HSD
dari Depot/Kilang Pertamina ke PLTG/D Pesanggaran Unit Pembangkitan Bali antara PT. PLN
PJB I dan PT. GCL.
b. Atas jasa pengangkutan BBM HSD yang Saudara berikan, PT. PLN PJB I berpendapat jasa
tersebut bukan merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai dalam arti atas jasa tersebut tidak
dikenakan PPN, sesuai dengan surat jawaban dari Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur
Keuangan PT. PLN (Persero) Nomor S-2695/PJ.53/1995 tanggal 12 Desember 1995. Karena
keterbatasan pengetahuan Saudara terhadap masalah perpajakan pada saat itu, maka
Saudara mengikuti ketentuan-ketentuan masalah PPN dari PT. PLN PJB I tersebut.
c. Bulan Februari 2000, Karikpa Jakarta Satu melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan
Saudara dan dari hasil pemeriksaan SPT Tahunan Tahun Pajak 1998, Karikpa Jakarta Satu
merekomendasikan kepada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Matraman untuk menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPN sebesar Rp.2.000.000.000,00. Apabila hal
ini diterapkan, dikhawatirkan dapat mengakibatkan perusahaan Saudara bangkrut.
d. Atas hal tersebut pada huruf c, perusahaan Saudara mengkonfirmasikan kembali kepada
PT. PLN PJB I karena Saudara berpendapat bahwa seharusnya hal tersebut merupakan beban
PT. PLN PJB I karena sebagai BUMN maka kewajiban memungut dan menyetor PPN
merupakan tugas PT. PLN PJB I.
e. PT. PLN PJB I memberikan tanggapan bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan bertentangan
dengan isi surat jawaban dari Direktur Jenderal Pajak yang telah diberikan sebelumnya,
bahwa jasa pengangkutan BBM HSD milik PT. PLN PJB I Jakarta tidak dikenakan PPN dan hal
ini didukung dengan Surat Pernyataan Direktur Keuangan PT. PLN PJB I tanggal 25 Mei 2000
bahwa PT. PLN PJB I tidak pernah menerima Faktur Pajak selama periode perjanjian karena
perjanjian antara PT. PLN PJB I dengan PT. DNG (selaku transportir) bukan merupakan Jasa
Persewaan Kapal Laut.
f. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Saudara mengajukan permohonan :
- Penjelasan dan kepastian isi surat Dirjen Pajak Nomor S-2695/PJ.53/1995 tanggal
12 Desember 1995, bahwa apakah atas jasa pengangkutan BBM HSD tersebut
merupakan Objek PPN ataukah merupakan jenis jasa yang dikecualikan dari
pengenaan PPN.
- Dirjen Pajak dapat mempergunakan kewenangannya kepada Karikpa Jakarta Satu
untuk tidak menjatuhkan sanksi Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 14 KUP, namun dapat
diterapkannya ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 KUP dan menunda
dikeluarkannya rekomendasi kepada KPP Jakarta Matraman oleh Karikpa Jakarta
Satu dalam hal penerbitan SKPKB PPN karena Saudara tidak menerima PPN dan tidak
menyalahgunakannya.
2. Aturan yang berhubungan dengan pengenaan PPN atas jasa angkut Bahan Bakar Minyak (BBM)
adalah:
a. Sesuai ketentuan dalam Pasal 4A Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN dan PPnBM
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 TAHUN 1994 jo Pasal 9 angka 9
jo Pasal 18 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 59 TAHUN 1999 bahwa jasa angkutan umum di laut adalah salah satu jenis jasa yang
tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
b. Sesuai dengan surat Direktur PPN & PTLL Nomor S-2695/PJ.53/1995 tanggal 12 Desember
1995, ditegaskan bahwa jasa angkutan BBM dikecualikan dari pengenaan PPN apabila jasa
tersebut merupakan jasa angkutan umum di laut. Pengertian jasa angkutan umum di laut
adalah kegiatan pengangkutan orang dan atau barang dengan mempergunakan kapal laut
dan atau alat angkutan laut lainnya, yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran,
selain dengan cara persewaan dan atau cara lain yang dapat dipersamakan dengan itu, baik
dalam trayek maupun tidak dalam trayek.
3. Aturan yang berkaitan dengan pemungutan PPN:
a. Sesuai ketentuan dalam Pasal 16A ayat (1) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang
PPN dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 TAHUN 1994
bahwa Pajak yang terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN,
dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut PPN.
b. Sesuai ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 56 TAHUN 1988 tanggal
13 Desember 1988 tentang Penunjukkan Badan-badan tertentu dan Bendaharawan untuk
memungut dan menyetor PPN dan PPnBM, bahwa Badan Usaha Milik Negara dan Daerah
ditetapkan sebagai pemungut dan penyetor PPN dan PPnBM yang terutang oleh Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
c. Sesuai ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1289/KMK.04/1988
tanggal 23 Desember 1988 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPN
dan PPnBM oleh badan-badan tertentu sebagai Pemungut Pajak jo Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-46/PJ.3/1988 tanggal 23 Desember 1988 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemungutan PPN/PPnBM oleh Bendaharawan, KPN dan Badan-badan Tertentu
sebagai Pemungut Pajak (SERI PPN-133), bahwa pemungut PPN berkewajiban untuk
memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang dipungut. Sedang PKP Rekanan
berkewajiban untuk menyampaikan Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) pada saat
menyampaikan tagihan kepada Badan tertentu selaku pemungut PPN serta mencantumkan
PPN yang dipungut dalam SPT Masa PPN sebagai Pajak Keluaran.
d. Sesuai ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.3/1995
tanggal 14 Februari 1995 hal pengertian Penanggung Pajak, ditegaskan bahwa pemungut
pajak termasuk dalam pengertian Wajib Pajak dan Penanggung Pajak, sehingga kepadanya
dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dan/atau surat ketetapan pajak dan ditagih
sesuai ketentuan yang berlaku apabila tidak melaksanakan kewajibannya. Dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa Penanggung Pajak adalah pemungut pajak bukan PKP Rekanan.
e. Sesuai ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e jo Pasal 14 ayat (4) Undang-undang Nomor
6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994, bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan STP apabila Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP) tetapi membuat Faktur Pajak atau Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi
tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak berupa sanksi administrasi
denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
4. Dalam surat perjanjian antara PT. PLN PJB I dan PT. GCL Nomor 016/PJ/9220/PJB 1/1997 tanggal
31 Januari 1997 dapat diketahui bahwa :
a. PT. DNG berkewajiban untuk mengangkut BBM HSD milik PERTAMINA dengan syarat sebagai
berikut:
- Waktu dan tempat pengangkutan telah ditentukan.
- Barang tertentu/khusus (BBM HSD).
- Kapal tidak digunakan untuk keperluan lain.
- Kapal tidak digunakan untuk umum.
b. Syarat-syarat dalam perjanjian tersebut sangat mengikat, yang berakibat PT. DNG harus
mengutamakan kewajibannya pada PT. PLN PJB I dan harus siap dengan armadanya pada
saat diperlukan.
5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut pada butir 2 sampai dengan 4 dan memperhatikan isi
surat Saudara tersebut pada butir 1, serta Surat Perjanjian antara PT. PLN PJB I dan PT. GCL Nomor
016/PJ/9220/PJB 1/1997 tanggal 31 Januari 1997 dan lampirannya, dengan ini ditegaskan bahwa :
a. Atas jasa angkutan BBM oleh PT. DNG bukan merupakan jasa angkutan umum yang tidak
dikenakan PPN akan tetapi jasa tersebut merupakan jasa persewaan kapal laut dan/atau alat
angkutan laut lainnya, sehingga atas penyerahannya terutang PPN.
b. PT. PLN PJB I selaku Penanggung Pajak, berkewajiban untuk memungut/menyetor dan
melaporkan PPN yang terutang dan apabila tidak melaksanakan kewajibannya, dapat
diterbitkan STP dan/atau surat ketetapan pajak dan ditagih sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Sedang kepada PT. DNG selaku PKP Rekanan tidak dapat dibebani kewajiban untuk
memungut dan menyetor PPN terutang, namun kepadanya dapat diterbitkan STP Pasal 14
ayat (4) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994, karena tidak membuat Faktur Pajak atas
penyerahan jasa angkutan BBM.
Demikian agar Saudara maklum.
Direktur Jenderal,
ttd.
MACHFUD SIDIK
NIP. 060043114
peraturan/0tkbpera/853b722222dd0e45a9f94f2c799c949d.txt · Last modified: by 127.0.0.1