peraturan:0tkbpera:840b37847dbecfa4be4cf70cfade8d1d
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 11 November 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1046/PJ.323/2004 TENTANG OBJEK PPh PASAL 26 YANG JUGA DIKENAKAN PPN IMPOR DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 15 September 2003, perihal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam Surat tersebut, secara garis besar dikemukakan sebagai berikut: a. Sehubungan dengan pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 597/KMK.04/1994 tentang Saat Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean, Penghitungan, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya sebagaimana diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran Nomor SE-08/PJ.5/1995 tanggal 17 Maret 1995 tentang Saat Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean, Penghitungan, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya, Saudara menganggap bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Objek Pajak berupa Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean dalam aplikasinya berbenturan atau overlapping dengan pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Objek Pajak yang sama yaitu royalti dan imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan. b. Saudara menanyakan apakah Jasa Konsultan yang dilakukan oleh Wajib Pajak luar Negeri termasuk pengertian imbalan sehubungan dengan pekerjaan, dan kegiatan yang semata- mata menjadi objek Pajak Penghasilan yang terutang PPh Pasal 26, atau semata-mata merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai atau sekaligus kedua-duanya. 2. Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai yang berkaitan dengan permasalahan dimaksud adalah sebagai berikut: a. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur sebagai berikut: 1) Pasal 1 angka 2 : Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud; 2) Pasal 1 angka 5 : Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan; 3) Pasal 1 angka 8 : Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 4) Pasal 1 angka 10 : Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 5) Pasal 3A ayat (3), Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dan atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang penghitungan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan; 6) Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan antara lain atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Di dalam memori penjelasan dinyatakan bahwa untuk dapat memberikan perlakuan pajak yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, maka atas Barang Kena Pajak tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak "C" di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha "B" yang berkedudukan di Singapura, atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai. b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 568/KMK.04/2000 tentang Tata cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean, mengatur antara lain sebagai berikut: 1) Pasal 2 : Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, dipungut oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean pada saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari Luar Daerah Pabean; 2) Pasal 3 ayat (1) : Saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa di bawah ini: a. saat BKP tidak berwujud dan atau JKP tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya; b. saat harga perolehan BKP tidak berwujud dan atau JKP tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya; c. saat harga jual BKP tidak berwujud dan atau JKP tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau d. saat harga perolehan BKP tidak berwujud dan atau JKP tersebut dibayar sebagian ataupun seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya. 3) Pasal 3 ayat (2) : Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean adalah tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian atau saat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; 4) Pasal 4 ayat (1) : Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan. 5) Pasal 4 ayat (2) : Bagi Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan bulan penyetoran. 3. Ketentuan Pajak Penghasilan yang berkaitan dengan permasalahan dimaksud adalah Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain mengatur sebagai berikut : 1) Pasal 4 ayat (1) huruf a dan h : Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, antara lain termasuk penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini dan royalti. 2) Pasal 26 ayat (1) huruf c dan d : Atas penghasilan berupa royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dan imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan. 4. Berdasarkan ketentuan-ketentuan pada butir 2 dan 3 di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut: a. Atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak luar negeri di dalam daerah Pabean seperti jasa teknik, jasa perbaikan mesin, jasa produksi, jasa manajemen pemasaran, perlakuan perpajakannya dapat dibedakan menjadi sebagai berikut: 1) Perlakuan Pajak Penghasilan - Barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean berupa hak patent, hak oktroi, hak cipta dan hak menggunakan merk dagang termasuk dalam pengertian royalti yang terutang PPh Pasal 26 dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) atau tarif menurut Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan negara bersangkutan; - Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean berupa jasa perencanaan atau penggambaran umum serta jasa yang dilakukan secara fisik di dalam Daerah Pabean, seperti : jasa konsultan, jasa pengacara, jasa akuntan, jasa surveyor termasuk dalam pengertian imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan terutang PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) atau tarif menurut P3B dengan negara bersangkutan; - Jasa yang melekat atau ditujukan pada barang bergerak seperti jasa persewaan rig atau pengeboran minyak dan jasa persewaan alat berat termasuk dalam pengertian sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta terutang PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) atau tarif menurut P3B dengan negara yang bersangkutan; - Subjek Pajak PPh adalah Wajib Pajak luar negeri yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan penyerahan jasa di Indonesia dan Objek Pajaknya adalah penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. 2) Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai - Atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dipungut oleh Orang Pribadi atau Badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean pada saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean tersebut sehingga, Objek PPN adalah pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. b. Dengan demikian, tidak terjadi pengenaan pajak berganda terhadap objek pajak yang sama mengingat objek pajak dan subjek pajak atas Jasa sebagaimana dimaksud pada butir a tidak sama. Demikian disampaikan untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd HERRY SUMARDJITO
peraturan/0tkbpera/840b37847dbecfa4be4cf70cfade8d1d.txt · Last modified: (external edit)