peraturan:0tkbpera:80a9efd37c62cbdee2351192983a43d6
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 488/KMK.05/1996
TENTANG
TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa peningkatan kelancaran arus barang dan arus dokumen dalam rangka ekspor merupakan
tuntutan yang utama bagi peningkatan kegiatan perekonomian;
b. bahwa peningkatan kelancaran arus barang dan arus dokumen tersebut tetap memperhatikan hak-hak
dan kepentingan negara;
c. bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut diatas, maka dipandang perlu untuk menetapkan tata
laksana kepabeanan di bidang ekspor dengan Keputusan Menteri Keuangan;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 61,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3568);
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3612);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1996 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Kepabeanan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3627);
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 534/KMK.013/1992 tentang Penetapan besarnya tarif dan tata
cara pembayaran serta penyetoran Pajak Ekspor dan/atau Pajak Ekspor Tambahan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan : Nomor : 46/KMK.01/1996;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 487/KMK.05/1996 tentang Pemeriksaan Pabean atas Barang
Ekspor;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG
EKSPOR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Direktur Jenderal Pajak adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
2. Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.
3. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) adalah dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitahuan
pelaksanaan ekspor barang.
4. Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT) adalah dokumen pabean yang digunakan untuk
pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang yang tidak wajib menggunakan PEB.
5. PEB Berkala adalah Pemberitahuan Ekspor Barang yang diajukan atas pelaksanaan ekspor barang
dalam periode waktu tertentu.
6. Barang diangkut lanjut adalah barang yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui Kantor dengan
dilakukan pembongkaran terlebih dulu.
7. Daftar Rekapitulasi PEB dan/atau PEBT adalah daftar yang dibuat oleh pengangkut yang berisi
kumpulan PEB dan/atau PEBT dari barang ekspor yang diangkut terus dan/atau diangkut lanjut ke
tempat lain dalam Daerah Pabean.
8. Surveyor adalah Surveyor yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk melakukan pemeriksaan
barang ekspor di dalam Daerah Pabean.
9. Tanda Pengenal Surveyor (TPS) adalah tanda pengaman yang diberikan oleh Surveyor pada kemasan
barang ekspor yang sudah diperiksa.
10. Catatan Tanda Pengenal Surveyor (CTPS) adalah catatan tentang tanda pengaman yang diberikan
oleh Surveyor pada kemasan barang ekspor yang sudah diperiksa.
11. Laporan Pemeriksaan Surveyor Ekspor (LPS-E) adalah laporan tentang pemeriksaan barang ekspor
yang dilakukan oleh Surveyor di Daerah Pabean.
12. Konsolidator barang ekspor adalah badan usaha yang melaksanakan pengumpulan (konsolidasi)
barang ekspor sebelum barang-barang ekspor tersebut dimasukkan ke Kawasan Pabean untuk dimuat
ke atas sarana pengangkut.
BAB II
PEMBERITAHUAN
Pasal 2
(1) Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan ke Kantor dengan menggunakan Pemberitahuan
Ekspor Barang (PEB) yang dapat dibuat dengan mengisi formulir atau dikirim melalui media elektronik.
(2) Eksportir wajib mengisi PEB dengan lengkap dan benar.
(3) PEB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan terhadap ekspor :
a. barang kiriman yang nilainya Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau kurang;
b. barang pindahan, barang penumpang, barang awak sarana pengangkut, atau barang pelintas
batas;
c. barang diplomatik;
d. barang untuk keperluan misi keagamaan dan kemanusiaan;
e. barang asal impor yang diekspor kembali;
f. barang yang dikirim ke luar negeri untuk dimasukkan kembali ke Daerah Pabean;
g. cindera mata;
h. barang kerajinan rakyat;
i. barang contoh;
j. barang untuk kepentingan penelitian.
Pasal 3
Barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) wajib diberitahukan dengan menggunakan
Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT) sebagaimana contoh dalam Lampiran I Keputusan ini kecuali :
a. Barang penumpang dan barang awak sarana pengangkut;
b. Barang pelintas batas yang menggunakan Pemberitahuan Pabean sesuai ketentuan perjanjian
perdagangan pelintas batas;
c. Barang atau kendaraan bermotor yang diekspor kembali, dengan menggunakan dokumen yang diatur
dalam ketentuan Kepabeanan Internasional (ATA CARNET, TRIPTIEK ATAU CPD CARNET).
Pasal 4
(1) PEB untuk barang yang terutang pungutan negara dalam rangka ekspor terlebih dahulu diajukan ke
Bank Devisa untuk pelunasannya.
(2) Diluar hari dan jam kerja Bank Devisa, pelunasan pungutan negara dalam rangka ekspor dapat
dilakukan di Kantor.
(3) PEBT untuk barang yang terutang pungutan negara dalam rangka ekspor, pelunasannya dilakukan di
Kantor.
(4) PEB selain dari PEB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan PEBT sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 langsung diajukan untuk didaftarkan ke Kantor.
Pasal 5
PEB atau PEBT barang ekspor yang menggunakan fasilitas pembebasan Bea Masuk, penangguhan pembayaran
PPN/PPnBM dan pengembalian Bea Masuk serta pembayaran pendahuluan PPN/PPnBM dalam rangka ekspor
wajib dilengkapi dengan LPS-E.
Pasal 6
Barang yang PEB atau PEBT-nya telah didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau Pasal 5, yang
akan dimuat atau telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari Daerah Pabean dianggap telah
diekspor dan diberlakukan sebagai barang ekspor.
Pasal 7
(1) Eksportir dapat memberitahukan ekspor barang yang dilaksanakan dalam periode waktu yang
ditetapkan, dengan menggunakan PEB Berkala.
(2) Penggunaan PEB Berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diberikan dalam hal eksportir mempunyai
reputasi yang baik, dan :
a. Frekuensi ekspornya tinggi;
b. Jadual sarana pengangkut barang ekspor tersebut tidak menentu;
c. Lokasi pemuatan barang ekspor tersebut jauh dari Kantor dan/atau Bank Devisa;
d. Barang yang bersangkutan diekspor melalui saluran pipa atau jaringan transmisi; atau
e. Berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya, pengeksporan
barang perlu menggunakan PEB Berkala.
BAB III
PEMASUKAN BARANG EKSPOR KE KAWASAN PABEAN
Pasal 8
(1) Pemasukan barang ekspor ke Kawasan Pabean atau ke Tempat Penimbunan Sementara dilakukan
dengan menggunakan PEB, PEBT, atau dokumen pelengkap pabean dalam hal pelaksanaan ekspor
dilakukan dengan PEB Berkala.
(2) Apabila barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seluruhnya atau sebagian berasal dari
barang impor yang mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk, penangguhan pembayaran PPN/
PPnBM, dan pengembalian Bea Masuk serta pembayaran pendahuluan PPN/PPnBM, disamping
menggunakan PEB atau PEBT, juga disertai dengan CTPS sebagaimana contoh dalam Lampiran II
Keputusan ini.
(3) Dalam hal pengangkutan barang ekspor dilakukan dengan menggunakan peti kemas Less Container
Load (LCL), seluruh PEB dan/atau PEBT dari barang ekspor dalam peti kemas yang bersangkutan
harus diajukan secara bersamaan dan diberitahukan oleh Konsolidator dalam dokumen konsolidasi
ekspor sebagaimana contoh dalam Lampiran III Keputusan ini.
(4) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) digunakan oleh Pejabat Bea
dan Cukai untuk mengawasi pemasukan barang ekspor ke Kawasan Pabean.
BAB IV
PEMERIKSAAN PABEAN
Pasal 9
(1) Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Terhadap barang ekspor sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
487/KMK.05/1996 tentang Pemeriksaan Pabean atas Barang Ekspor dilakukan pemeriksaan fisik
barang.
Pasal 10
(1) Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai
setelah PEB atau PEBT didaftarkan dan diajukan ke Kantor untuk mendapatkan persetujuan muat.
(2) Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap :
a. kebenaran pengisian PEB atau PEBT dan kelengkapan dokumen pelengkap pabeannya, dan
b. kebenaran penghitungan pungutan negara yang tercantum dalam bukti pelunasan pungutan
negara dalam rangka ekspor.
(3) Kelengkapan dokumen pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa :
a. LPS-E dalam hal barang ekspor wajib diperiksa oleh Surveyor;
b. Copy Surat Tanda Bukti Setor (STBS) atau copy Surat Sanggup Bayar (SSB) dalam hal
barang ekspor dikenakan pungutan ekspor;
c. Copy invoice dan copy packing list;
d. Copy dokumen pelengkap pabean lainnya yang diwajibkan sebagai pemenuhan ketentuan
kepabeanan di bidang ekspor.
Pasal 11
(1) Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai ditujukan untuk mengetahui pemenuhan ketentuan tentang pemberitahuan
mengenai jumlah, jenis, dan identitas barang yang diekspor serta pemenuhan ketentuan larangan dan
pembatasan di bidang ekspor.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada PEB atau PEBT, dan Dokumen
Pelengkap Pabean barang ekspor yang bersangkutan.
(3) Pemeriksaan barang dilakukan oleh Surveyor setelah adanya Permintaan Pemeriksaan Barang Ekspor
(PPBE) oleh eksportir sebagaimana contoh dalam Lampiran IV keputusan ini.
(4) PPBE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan oleh eksportir paling lambat 3 (tiga) hari sebelum
pemeriksaan.
(5) Terhadap barang yang telah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Surveyor
memasang Tanda Pengenal Surveyor (TPS) dan menuangkan hasil pemeriksaan barang ke dalam
LPS-E.
(6) Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan pemeriksaan kembali oleh
Pejabat Bea dan Cukai dalam hal terdapat petunjuk yang kuat akan terjadi pelanggaran atau telah
terjadi pelanggaran ketentuan di bidang ekspor.
BAB V
PEMUATAN BARANG EKSPOR
Pasal 12
(1) Pemuatan barang ekspor ke atas sarana pengangkut dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari
Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan oleh Pejabat Bea dan Cukai setelah
dilakukan penelitian terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).
Pasal 13
Pemuatan barang ekspor dapat dilakukan :
a. Di Kawasan Pabean; atau
b. Di tempat lain yang dipersamakan dengan Kawasan Pabean berdasarkan izin dari Kepala Kantor yang
mengawasi tempat yang bersangkutan.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 14
(1) Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor, jika dibatalkan ekspornya, wajib dilaporkan kepada
Pejabat Bea dan Cukai tempat PEB atau PEBT didaftarkan.
(2) Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 15
(1) Pembetulan atau perubahan isi PEB atau PEBT dapat dilakukan sebelum atau sesudah persetujuan
muat diberikan oleh Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor tempat PEB atau PEBT didaftarkan.
(2) Dalam hal pembetulan atau perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai akibat salah
memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang, eksportir dikenai sanksi administrasi berupa denda
paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
Pasal 16
(1) Pengangkut yang sarana pengangkutnya meninggalkan Kawasan Pabean dengan tujuan ke luar
Daerah Pabean, wajib memberitahukan barang yang diangkutnya dengan menggunakan
pemberitahuan berupa manifes (outward manifest) barang ekspor yang diangkutnya kepada Pejabat
Bea dan Cukai di Kantor paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak keberangkatan Sarana
Pengangkut.
(2) Manifes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Sarana Pengangkut melalui laut sekurang-
kurangnya mencantumkan :
a. nama sarana pengangkut;
b. nomor pengangkutan/Voyage No. ;
c. pelabuhan asal;
d. pelabuhan tujuan;
e. nomor B/L;
f. nama pengirim/shipper;
g. nama penerima/consignee/notify address;
h. nomor dan merek kemasan/kontainer;
i. jumlah dan jenis kemasan;
j. uraian barang;
k. berat bruto atau ukuran/volume;
l. tanda tangan pengangkut.
(3) Manifes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Sarana Pengangkut melalui udara sekurang-
kurangnya mencantumkan :
a. nama sarana pengangkut;
b. nomor pengangkutan/Flight No. ;
c. pelabuhan asal;
d. pelabuhan tujuan;
e. nomor AWB;
f. jumlah dan jenis kemasan;
g. uraian barang;
h. berat bruto atau ukuran/volume;
i. tanda tangan pengangkut.
(4) Manifes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Sarana Pengangkut melalui darat sekurang-
kurangnya mencantumkan :
a. nama sarana pengangkut;
b. nomor pengangkutan;
c. tempat pemuatan;
d. tempat tujuan;
e. nomor dokumen pengangkutan;
f. jumlah dan jenis kemasan/kontainer;
g. uraian barang;
h. berat bruto atau ukuran/volume;
i. tanda tangan pengangkut.
(5) Pengangkut yang tidak mengajukan manifes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 17
(1) Barang ekspor yang diangkut lanjut ke tempat lain dalam Daerah Pabean wajib diberitahukan oleh
pengangkutnya kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor tempat transit dengan menggunakan copy
PEB atau PEBT barang ekspor yang bersangkutan yang telah ditandasahkan oleh Pejabat Bea dan
Cukai di tempat pemuatan.
(2) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari beberapa PEB atau PEBT,
pengangkut menyerahkan Daftar Rekapitulasi PEB dan/atau PEBT.
Pasal 18
(1) Pengangkutan barang dari satu tempat ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui suatu tempat di
luar Daerah Pabean wajib diberitahukan oleh pengangkutnya kepada Pejabat Bea dan Cukai sebelum
sarana pengangkut meninggalkan tempat pemuatan dengan menggunakan pemberitahuan
sebagaimana contoh dalam Lampiran V keputusan ini.
Pasal 19
Konsolidator barang ekspor yang berlokasi di luar Kawasan Pabean wajib mendaftarkan perusahaannya pada
Kantor yang mengawasi.
Pasal 20
Ketentuan teknis yang diperlukan dalam pelaksanaan keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal
Bea dan Cukai.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 21
Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 738/KMK.00/1991, Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 87/KMK.01/1995, dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 381/KMK.01/1996
dinyatakan tidak berlaku lagi, kecuali ketentuan tentang pemeriksaan oleh Surveyor atas barang ekspor
berupa produk rotan, kulit, dan kayu yang terkena Pajak Ekspor dan/atau Pajak Ekspor Tambahan masih
diberlakukan sampai dengan tanggal 31 Maret 1997.
Pasal 22
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1996.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman keputusan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di JAKARTA.
pada tanggal 31 Juli 1996
MENTERI KEUANGAN
ttd
MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/0tkbpera/80a9efd37c62cbdee2351192983a43d6.txt · Last modified: (external edit)