peraturan:0tkbpera:7d37940a0260eac65b7a04df9f8abeaf
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
9 Agustus 2005
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 690/PJ.331/2005
TENTANG
PERMOHONAN PENJELASAN PERPAJAKAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 18 April 2005 perihal dimaksud pada pokok di atas, dengan ini
disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut Saudara pada intinya meminta penjelasan tentang kewajiban perpajakan
sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan bangunan serta inventaris dari usaha Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Umum.
2. Dasar Hukum
a. Undang-undang Nomor 21 TAHUN 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 TAHUN 2000 mengatur:
1). Pasal 2 ayat (1), bahwa yang menjadi obyek pajak adalah perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan;
2). Pasal 2 ayat (2), bahwa perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi antara lain pemindahan hak karena jual beli, tukar-
menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum
lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam
lelang dan pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
3). Pasal 5, bahwa tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen);
4). Pasal 8 ayat (1), bahwa Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak adalah Nilai
Perolehan Obyek Pajak dikurangi dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena
Pajak.
Dimana berdasarkan Pasal 7 ayat (1) ditetapkan bahwa Nilai Perolehan Obyek Pajak
Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp.60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah);
5). Pasal 8 ayat (2), bahwa besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Obyek Kena Pajak;
6). Pasal 6 ayat (3) antara lain mengatur, apabila Nilai Perolehan Obyek Pajak tidak
diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Obyek Pajak yang digunakan dalam
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar
pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Obyek Pajak Pajak Bumi dan
Bangunan.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 TAHUN 1999 mengatur:
1). Pasal 1 ayat (1), bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak
Penghasilan;
2). Pasal 1 ayat (2) huruf a, bahwa pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penjualan, tukar-menukar, perjanjian
pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang
disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;
3). Pasal 2 ayat (1), bahwa orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan
yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos sebelum akta, keputusan, perjanjian,
kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang;
4). Pasal 4 ayat (1), bahwa besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah
bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
5). Pasal 4 ayat (2), bahwa nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah nilai yang tertinggi antara lain berdasarkan Akta pengalihan Hak dengan Nilai
Jual Obyek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1994,
kecuali:
a). dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan
keputusan pejabat yang bersangkutan;
b). dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Staatsblad Tahun
1908 Nomor 198 dengan segala perubahannya) adalah nilai menurut risalah
lelang tersebut.
3. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila Saudara adalah pihak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan (pembeli)
dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), sebesar 5% (lima persen)
dari Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP);
b. Sesuai dengan butir 2.a.4 Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
ditetapkan secara regional paling banyak Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta) dan khusus
untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta dapat Saudara tanyakan kepada Kantor Pelayanan PBB
atau Kantor Wilayah Ditjen Pajak tempat obyek pajak dimaksud;
c. Apabila Saudara adalah pihak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
(penjual) dikenakan Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan,
sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR,
ttd.
HERRY SUMARDJITO
peraturan/0tkbpera/7d37940a0260eac65b7a04df9f8abeaf.txt · Last modified: by 127.0.0.1