peraturan:0tkbpera:7d2a383e54274888b4b73b97e1aaa491
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   24 Maret 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 164/PJ.42/2003

                            TENTANG

                     PENJELASAN ATAS PASAL 25 AYAT (4) UU PPh

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor dan tanggal perihal Penjelasan Pasal 25 ayat (4) UU No. 17 
Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga UU No. 7 TAHUN 1983 Tentang Pajak Penghasilan, bersama ini kami 
sampaikan hal-hal berikut:

1.  Dalam surat tersebut Saudara mohon penjelasan mengenai pengertian "tahun pajak yang lalu" dalam 
    Pasal 25 ayat (4) UU Pajak Penghasilan.

2.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur:

    Pasal 25 ayat (1)
    Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak 
    untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan 
    Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
    a.  Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta 
        Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
    b.  Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
    dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

    Pasal 25 ayat (4)
    Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, 
    maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan 
    berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak.

    Dalam penjelasan ayat ini dijelaskan bahwa apabila dalam tahun berjalan diterbitkan surat ketetapan 
    pajak untuk tahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak 
    tersebut. Perubahan angsuran pajak tersebut berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan 
    diterbitkannya surat ketetapan pajak.

    Contoh:
    Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2000 yang disampaikan 
    Wajib Pajak dalam bulan Maret 2001, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah 
    sebesar Rp1.250.000,00. Dalam bulan Juni 2001 telah diterbitkan surat ketetapan pajak tahun pajak 
    2000 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp2.000.000,00.

    Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2001 adalah 
    sebesar Rp2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan surat ketetapan pajak 
    tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat 
    Pemberitahuan Tahunan.

3.  Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan bahwa pengertian tahun 
    pajak yang lalu dalam Pasal 25 UU PPh adalah tahun sebelum tahun pajak berjalan yaitu tahun yang 
    menjadi dasar penghitungan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 pada tahun berjalan. Dengan 
    demikian, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tahun pajak berjalan 2002 dihitung kembali 
    dalam hal pada tahun berjalan tersebut Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Ketetapan 
    Pajak 2001 yang besarnya berbeda dengan jumlah Pajak Penghasilan yang terutang menurut SPT 
    Tahunan.

Demikian penegasan kami harap maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd

SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
peraturan/0tkbpera/7d2a383e54274888b4b73b97e1aaa491.txt · Last modified: (external edit)