peraturan:0tkbpera:7c2c48a32443ad8f805e48520f3b26a4
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 14 Februari 2002 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 144/PJ.51/2002 TENTANG PPN ATAS IMPOR SAPI POTONG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 19 Desember 2001 yang ditujukan kepada Menko Perekonomian RI dan salah satu tembusannya ditujukan pada Menteri Keuangan, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara tersebut secara garis besar mengemukakan hal-hal sebagai berikut : a. Usaha penggemukan sapi dengan sistem feedlot sangat diperlukan untuk mencegah merosotnya populasi sapi lokal yang pada akhirnya dapat membawa dampak yang fatal yaitu ketergantungan pada daging impor. b. Pada dasarnya pengusaha feedlot sadar mengenai pentingnya pembayaran pajak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, hanya saja saat pengenaannya perlu ditinjau kembali. c. Saudara mengusulkan agar : - PPN tidak dikenakan pada saat impor sapi bakalan potong (feeder cattle) karena akan sangat mempengaruhi cash flow perusahaan yang selama ini sangat terbatas dan tidak mendapat fasilitas kredit dari perbankan. - PPN dikenakan pada saat penjualan sapi potong. - Perlu dimusyawarahkan lagi mengenai saat diberlakukannya PPN, mengingat selama ini, masalah ini penuh dengan ketidakpastian dan kesimpangsiuran. 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 menetapkan bahwa : a. Pasal 4 huruf b Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas Impor Barang Kena Pajak. b. Pasal 11 ayat (1) huruf b Terutangnya pajak terjadi pada saat impor Barang Kena Pajak. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai menetapkan bahwa: a. Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah: - barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya; - barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak; - makanan dan minuman yang disajikan di hotel restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya; dan - uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. b. Jenis barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak adalah: - beras; - gabah; - jagung; - sagu; - kedelai; dan - garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium. 4. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 diatur antara lain bahwa atas impor atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis berupa bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 5. Sesuai Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Atau Keringanan Bea Masuk Atas Impor Bibit Dan Benih Untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan Atau Perikanan, bahwa yang dimaksud dengan bibit dan benih adalah segala jenis tumbuhan atau hewan yang nyata-nyata untuk dikembangbiakkan lebih lanjut dalam rangka pengembangan bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. 6. Berdasarkan butir 1 sampai 5, serta memperhatikan surat Saudara, dengan ini kami tegaskan bahwa : a. Atas impor sapi bakalan potong (feeder cattle) sejak tanggal 1 Januari 2001 dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena tidak termasuk dalam pengertian bibit maupun barang kebutuhan pokok. b. Saat terutang PPN nya adalah pada saat impor. Demikian agar dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA ttd I MADE GDE ERATA
peraturan/0tkbpera/7c2c48a32443ad8f805e48520f3b26a4.txt · Last modified: (external edit)