peraturan:0tkbpera:79f56e5e3e0e999b3c139f225838d41f
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 13 Pebruari 2001 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 148/PJ.51/2001 TENTANG PPnBM ATAS PENYERAHAN PISANG OLEH PT. NTF DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara kepada Kepala KPP Metro yang ditembuskan kepada Direktur PPN dan PTLL Nomor xxxxxx tanggal 22 Agustus 2000 hal PPN Sehubungan Dengan Penyerahan Buah Pisang, serta surat General Manager PT NTF tanggal 2 Oktober 2000 hal Mohon Penegasan Penyerahan Pisang Segar Sebagai BKP atau Bukan BKP dan tanggal 28 November 2000 hal Penjelasan Kemasan Pisang Segar (keduanya tanpa nomor), dengan ini diberitahukan hal-hal berikut : 1. Dalam surat Saudara ditegaskan bahwa : a. Tidak ada perbedaan dalam proses yang dilakukan oleh PT NTF yang meliputi tahap penyortiran buah pisang, pemberian label pada buah pisang, pengemasan dalam kantung plastik dan kardus atas permintaan pembeli baik untuk penjualan lokal maupun ekspor. b. Tahap-tahap kegiatan yang dilakukan oleh PT NTF tersebut pada butir a termasuk dalam pengertian menghasilkan seperti dijelaskan pada pasal 1 huruf m Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994. Memori penjelasan 1 huruf m Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 menyebutkan bahwa termasuk dalam menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang yang terjadi karena adanya atau dilakukannya suatu proses pengolahan yang menggunakan satu faktor produksi atau lebih termasuk kegiatan mengemas yaitu menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda yang melindunginya dari kerusakan dan atau untuk meningkatkan pemasarannya. c. Surat Direktur PPN dan PTLL Nomor S-237/PJ.51/1995 tanggal 20 Februari 1995 menjelaskan bahwa kegiatan mulai dari pemilihan buah pisang segar sampai dengan dimasukkan dalam karton yang siap diekspor harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang mengikat baik terhadap pisangnya sendiri maupun benda yang melindunginya, termasuk pemberian label dan merk, termasuk dalam pengertian menghasilkan, sehingga merupakan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. d. Berdasarkan ketentuan pada butir b dan c serta fakta pada butir a, maka buah pisang yang telah dikemas termasuk Barang Kena Pajak sehingga penyerahannya di dalam negeri dikenakan PPN dengan tarif 10% atau bila di ekspor dengan tarif 0%. 2. PT NTF dalam suratnya menjelaskan bahwa : a. Permohonan restitusi atas kelebihan bayar PPN tahun pajak 1999 belum dapat dikabulkan oleh KPP Metro dengan alasan bahwa dengan mengkreditkan Pajak Masukan maka atas penyerahan/penjualan lokal pisang segar harus dipungut Pajak Keluarannya. b. PT NTF keberatan atas alasan yang diajukan oleh pihak KPP Metro dengan argumentasi bahwa : 1) Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994, pisang segar bukan merupakan Barang Kena Pajak. 2) Terdapat perbedaan perlakuan untuk penjualan lokal dengan penjualan ekspor. Untuk penjualan lokal, PT NTF hanya menjual pisang segar tidak berikut kemasan (yang menyediakan/membeli kemasan adalah pembeli); Sedangkan untuk penjualan ekspor, PT NTF menjual pisang segar berikut kemasannya (PT NTF membeli sendiri kemasannya). 3) Penggunaan surat Direktur PPN dan PTLL Nomor S-237/PJ.51/1995 tanggal 20 Februari 1995 sebagai dasar koreksi adalah tidak tepat karena cara penjualan yang dilakukan oleh PT NTF berbeda. c. PT NTF mohon penegasan apakah penjualan pisang segar yang dilakukan oleh PT NTF merupakan penyerahan Barang Kena Pajak atau bukan. 3. Berdasarkan informasi, penjelasan, serta ketentuan pada butir 1 dan 2 maka : a. Terdapat perbedaan substansi antara surat penegasan Saudara dengan surat PT NTF. Surat Saudara menegaskan bahwa tidak ada perbedaan perlakuan baik untuk ekspor maupun untuk penjualan lokal. Sehingga untuk ekspor terutang PPN 0% dan untuk penjualan lokal terutang PPN 10%. Sementara surat PT NTF menjelaskan bahwa terdapat perbedaan perlakuan, khususnya dalam hal pengemasan, antara penjualan lokal dengan penjualan ekspor. Sehingga PT NTF berpendapat bahwa penjualan lokal merupakan penyerahan non-BKP yang tidak terutang PPN sedangkan penjualan ekspor merupakan ekspor BKP yang terutang PPN 0%. b. Mengingat bahwa saat ini proses verifikasi/pemeriksaan oleh KPP Metro masih berlangsung, maka untuk mengatasi perbedaan tersebut pada butir a, kami menyarankan agar Saudara memerintahkan pihak KPP Metro untuk meneliti kembali dokumen serta praktek yang dilakukan oleh PT NTF. c. Pada prinsipnya, apabila perlakuan terhadap penjualan ekspor dan penjualan lokal tidak berbeda, seperti tersebut pada surat Saudara, maka pengenaan PPN-nya juga tidak boleh berbeda. Artinya apabila dari hasil penelitian kembali oleh KPP ternyata penjualan lokal merupakan penyerahan non-BKP, maka ekspor juga merupakan penyerahan non-BKP yang terutang PPN. Dengan demikian seluruh Pajak Masukan baik untuk penjualan lokal maupun ekspor tidak dapat dikreditkan, sehingga restitusi atas PPN lebih bayar 'tidak dapat dikabulkan. Sebaliknya, apabila dari hasil penelitian kembali ternyata merupakan penyerahan BKP, maka untuk penjualan lokal terutang PPN 10% dan untuk ekspor terutang PPN 0%. Demikian untuk dimaklumi A.n. Direktur Jenderal Direktur Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Tidak Langsung Lainnya ttd. I Made Gde Erata NIP. 060044249 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak 2. Direktur Peraturan Perpajakan 3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Metro
peraturan/0tkbpera/79f56e5e3e0e999b3c139f225838d41f.txt · Last modified: (external edit)