User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:75c6b2d6319e12f37ff421834ad22fa8
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                7 Februari 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR S - 65/PJ.53/2006

                             TENTANG

           PERLAKUAN PPN ATAS PRODUK PEMBIAYAAN OLEH PERBANKAN SYARIAH

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 3 Agustus 2005 hal Pembebasan Pajak Produk 
Perbankan Syariah, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan harapan Saudara agar Direktorat Jenderal Pajak dapat 
    menyampaikan Surat Edaran kepada Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia bahwa atas produk 
    pembiayaan oleh perbankan Syariah, khususnya yang dilakukan dengan skema al-murabaha, tidak 
    dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan mempersamakan perlakuannya sebagaimana terhadap 
    kredit yang merupakan produk perbankan konvensional.

2.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur :
    a.  Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau 
        hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak 
        berwujud.
    b.  Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana 
        dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
    c.  Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu 
        perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau 
        kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk 
        menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari 
        pemesan.
    d.  Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud 
        dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
    e.  Pasal 1 angka 12 menyatakan bahwa perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan 
        menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya.
    f.  Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam 
        kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor 
        barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar 
        Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
    g.  Pasal 1A ayat (1) huruf a menyatakan bahwa termasuk dalam pengertian penyerahan Barang 
        Kena Pajak adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian.
        Penjelasan Pasal ini menyatakan bahwa perjanjian yang dimaksudkan dalam ketentuan ini 
        meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang 
        mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
    h.  Pasal 4 huruf a menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan 
        Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
    j.  Pasal 4A ayat (2) jo. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis 
        Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, menetapkan jenis-jenis 
        barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai yaitu :
        -   barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari 
            sumbernya;
        -   barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
        -   makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan 
            sejenisnya; dan
        -   uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
    k.  Pasal 4A ayat (3) jo. Pasal 5 huruf d dan Pasal 8 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 144 
        Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, 
        menetapkan jasa perbankan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-
        undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan beserta perubahannya (kecuali jasa 
        penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk 
        kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), dan jasa anjak piutang) 
        sebagai jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

3.  Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
    undang Nomor 10 Tahun 1998, antara lain mengatur :
    a.  Pasal 1 angka 13 menyatakan bahwa Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan 
        hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan 
        kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain 
        pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip 
        penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan 
        (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan 
        (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari 
        pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
    b.  Pasal 6 huruf m menyatakan bahwa usaha bank umum antara lain adalah menyediakan 
        pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan 
        ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

4.  Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/7/PBI/2003 tentang Kualitas Aktiva Produktif bagi Bank Syariah, 
    antara lain mengatur :
    a.  Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa Bank Syariah adalah bank umum sebagaimana dimaksud 
        dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah 
        dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan 
        prinsip Syariah, termasuk unit usaha Syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan 
        kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah.
    b.  Pasal 1 angka 9 menyatakan bahwa murabahah adalah perjanjian jual beli antara bank dan 
        nasabah, dimana bank Syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian 
        menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan 
        margin/keuntungan yang disepakati antara bank Syariah dan nasabah.

5.  Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 59 tanggal 1 Mei 2002 tentang Akuntansi Perbankan 
    Syariah, antara lain menetapkan bahwa dalam transaksi murabahah :
    -   harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, sedangkan harga beli harus 
        diberitahukan (Paragraf 57);
    -   bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain, 
        dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank (Paragraf 58); dan
    -   pada saat perolehan, aktiva yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual kembali dalam 
        murabahah diakui sebagai aktiva murabahah sebesar biaya perolehan (Paragraf 61).

6.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4, menimbang pernyataan pada butir 5, dan 
    memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
    a.  Meskipun transaksi murabahah merupakan salah satu kegiatan usaha yang dapat dilakukan 
        oleh bank Syariah, namun mengingat prinsip yang mendasari transaksi tersebut adalah jual 
        beli, maka dari sisi Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai yang saat ini berlaku transaksi 
        tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai jasa perbankan, melainkan merupakan kegiatan 
        perdagangan.
    b.  Oleh karena itu, penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka transaksi murabahah, baik 
        oleh pemasok/produsen kepada bank maupun oleh bank kepada nasabah, sepanjang pihak 
        yang melakukan penyerahan adalah Pengusaha Kena Pajak, merupakan penyerahan Barang 
        Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
    c.  Apabila barang yang diserahkan/diperjualbelikan dalam transaksi murabahah adalah bukan 
        Barang Kena Pajak, maka atas penyerahan barang tersebut tidak dikenakan Pajak 
        Pertambahan Nilai.
    d.  Dalam hal dalam transaksi-transaksi di atas bank meminta nasabah untuk menyediakan 
        Barang Kena Pajak tertentu sebagai jaminan/agunan, maka penyerahan Barang Kena Pajak 
        dimaksud oleh nasabah kepada pihak bank bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak 
        yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
    e.  Dengan demikian, permintaan Saudara agar kami dapat menyampaikan Surat Edaran kepada 
        Kantor Pelayanan Pajak agar tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas semua 
        transaksi murabahah tidak dapat kami penuhi karena sampai dengan saat ini kami tidak 
        mempunyai dasar hukum untuk memberikan perlakuan sebagaimana yang Saudara 
        harapkan, kecuali apabila barang yang diserahkan adalah bukan Barang Kena Pajak 
        sebagaimana ketentuan pada butir 2 huruf j di atas.

Demikian untuk dimaklumi.



A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd.

A. SJARIFUDDIN ALSAH
NIP 060044654
peraturan/0tkbpera/75c6b2d6319e12f37ff421834ad22fa8.txt · Last modified: (external edit)