peraturan:0tkbpera:751f915c24612ce66dba400a86a0909b
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
13 Desember 1999
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 388/PJ.32/1999
TENTANG
TANGGAPAN ATAS TUDUHAN SUBSIDI TERHADAP
PRODUK POLYETHYLENE TEREPHTHALATE (PET) INDONESIA YANG DIEKSPOR KE UNI EROPA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan adanya questioner yang berkaitan dengan tuduhan subsidi terhadap produk Polyethylene
Terephthalate (PET) yang diekspor ke Uni Eropa, dengan ini disampaikan masalah perpajakan dan tanggapan
kami sebagai berikut :
A. Produsen PET yang dituduh memperoleh subsidi adalah :
- PT XYZ
- PT ABC, Tbk.
- PT PQR
- PT STU
- PT DEF
B. Hal-hal yang berhubungan dengan bidang perpajakan adalah sebagai berikut :
1. Bagian D, angka II, point 1, Specific Income Tax Exemption
Uni Eropa menduga Pemerintah RI telah memberikan pengecualian Pajak Penghasilan,
terakhir yang diumumkan pada tanggal 14 Januari 1999. Skema insentif ini diberikan secara
spesifik, dengan sasaran perusahaan yang berorientasi ekspor, termasuk sektor polimer.
Fasilitas yang ada memberikan tax holiday selama tiga tahun bagi perusahaan yang berlokasi
di P. Jawa atau Bali dan lima tahun untuk lokasi lainnya. Uni Eropa percaya bahwa seluruh
produsen PET Indonesia telah menikmati dan akan terus menikmati manfaat dari skema
tersebut. Mereka juga menyatakan bahwa specific income tax exemption tidak hanya
diberikan kepada sector industri tertentu, melainkan juga terhadap perusahaan tertentu.
Jawaban kami atas pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ini adalah sebagai berikut :
Fasilitas Pajak Penghasilan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia adalah Pajak
Penghasilan ditanggung Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
45 TAHUN 1996 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan Wajib Pajak Badan untuk Industri
Tertentu. Fasilitas tersebut dapat diberikan kepada Wajib Pajak yang memenuhi kriteria
perusahaan yang dapat memperoleh fasilitas sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden
Nomor 7 TAHUN 1999 tentang Kriteria Penilaian Pemberian Fasilitas Perpajakan Dibidang
Usaha Industri Tertentu. Kriteria tersebut adalah perusahaan baru yang menanamkan
modalnya dibidang industri yang tergolong pionir dalam bidang usaha tertentu yang
disebutkan dalam Keppres ini. Perusahaan yang berlokasi di pulau Jawa dan pulau Bali dapat
memperoleh fasilitas dasar sebanyak-banyaknya tiga tahun, sedang perusahaan yang
berlokasi di luar kedua pulau tersebut dapat memperoleh fasilitas dasar sebanyak-banyaknya
lima tahun.
Selama jangka waktu Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah, perusahaan yang
memperoleh fasilitas tidak wajib membayar PPh Pasal 25, tidak dipungut PPh Pasal 22, dan
tidak dipotong PPh Pasal 23, kecuali untuk penghasilan lain yang pajaknya tidak ditanggung
Pemerintah.
Fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah tidak membedakan antara perusahaan
eksportir atau non eksportir, serta tidak mensyaratkan penggunaan bahan baku tertentu
(bahan baku lokal vs. bahan baku impor).
Keputusan Menteri Keuangan No. 358/KMK.04/1999 tanggal 2 Juli 1999 menyebutkan bahwa
keputusan untuk memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah dan jangka
waktu fasilitas bagi :
- Perusahaan PMA/PMDN ditetapkan oleh Meninves/Kepala BKPM
- Perusahaan diluar PMA/PMDN ditetapkan oleh Menteri Keuangan
setelah menerima pertimbangan dari Tim Pengkajian Pemberian Fasilitas Perpajakan Usaha
Industri Tertentu.
Setelah berlakunya Keputusan Presiden Nomor 7 TAHUN 1999, belum ada perusahaan/
eksportir produk PET seperti tersebut di atas yang memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan
ditanggung Pemerintah.
2. Bagian D, angka II, point 2, Foreign Investment Companies (PMA) and Domestic Investment
Companies (PMDN) Incentives
Uni Eropa menduga bahwa perusahaan PMA dan PMDN diijinkan untuk memproduksi barang
dan jasa yang dapat memperluas ekspor dan membutuhkan investasi modal yang besar dan
relatif berteknologi tinggi bagi Indonesia. Skema insentif dilaksanakan oleh BKPM dan
perusahaan yang disetujui akan memperoleh insentif berikut ini.
Kami berpendapat bahwa wewenang untuk menjawab masalah ini ada pada BKPM.
2.1. Bagian D, angka II, point 2.1, Import Duty Exemption
Uni Eropa menduga adanya duty exemption berjumlah 100% bagi peralatan utama,
50% bagi peralatan pendukung, 100% bagi suku cadang, 100% bagi bahan baku
yang tidak tersedia secara lokal dan duty-nya tidak lebih dari 5%, dan 50% untuk
yang duty-nya di atas 5%, dan 100% untuk barang konsumsi. Selain itu,
pengecualian tersebut hanya khusus bagi industri yang berorientasi ekspor dan
produsen PET telah memperoleh manfaatnya.
Kami berpendapat bahwa wewenang untuk menjawab masalah ini ada pada Ditjen
Bea dan Cukai.
3. Bagian D, angka II, point 3, Import Duty Exemption for Export Manufacturing
Uni Eropa menduga bahwa BAPEKSTA, Departemen Keuangan, dapat memberikan
pengecualian dari import duty dan surcharges atas barang-barang impor yang digunakan
untuk memproduksi barang ekspor. Selain itu, pengecualian ini hanya diperuntukan bagi
perusahaan eksportir dan telah dimanfaatkan oleh produsen/eksportir PET.
Kami berpendapat bahwa wewenang untuk menjawab masalah ini ada pada BAPEKSTA
Keuangan.
4. Bagian D, angka II point 4, Exemption from Witholding Tax imposed on Imports
Uni Eropa menduga bahwa perusahaan produsen PET mungkin memperoleh fasilitas
pengecualian witholding tax atas impor barang modal dan bahan baku selama sisa tahun
kalender. Mereka percaya bahwa skema ini telah dimanfaatkan oleh produsen PET.
Jawaban kami atas pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ini adalah sebagai berikut :
Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 mengatur tentang pemungutan Pajak penghasilan atas
kegiatan impor. Sifat pemungutan Pajak Penghasilan ini merupakan pembayaran pendahuluan
Pajak Penghasilan sehingga merupakan kredit pajak yang nantinya dapat dikreditkan dalam
penghitungan pajak terutang untuk tahun yang bersangkutan.
Ketentuan mengenai pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 450/KMK.04/1997 tanggal 26 Agustus 1997 sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Menteri keuangan Nomor 444/KMK.04/1999 tanggal
7 September 1999. Pengecualian tersebut berlaku bagi setiap Wajib Pajak yang melakukan :
- Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan, seperti melakukan kegiatan
di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).
- Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk, seperti : barang perwakilan negara
asing, barang untuk keperluan badan internasional, dan barang contoh yang tidak
diperdagangkan.
- Impor barang sementara yang pada waktu impornya nyata-nyata disebutkan akan
diekspor kembali.
- Pembayaran pembelian barang yang kurang dari Rp 500.000,00 (bukan jumlah yang
dipecah-pecah).
- Pembayaran untuk pembelian BBM, listrik, gas, air minum, dan benda-benda pos.
- Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan
emas untuk tujuan ekspor.
- Pembayaran/pencairan dana JPS oleh KPKN.
- Reimpor barang-barang yang digunakan untuk pameran di luar negeri dan untuk
diperbaiki, rekondisi, dan modifikasi.
Selain itu, setiap Wajib Pajak yang memenuhi syarat-syarat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 1994 dibawah ini dapat memohon pembebasan pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 :
- Masih berhak melakukan kompensasi atas kerugian dari tahun-tahun sebelumnya
yang jumlahnya lebih besar daripada perkiraan penghasilan neto tahun pajak yang
bersangkutan, atau
- Dapat menunjukkan bahwa dalam suatu tahun pajak tidak akan terutang Pajak
Penghasilan.
Jadi, pembebasan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ini bukan merupakan fasilitas/
subsidi, tetapi lebih untuk tujuan tax neutrality karena pajak tidak dikenakan terhadap Wajib
Pajak yang belum memperoleh penghasilan dan berlaku sama untuk seluruh Wajib Pajak.
5. Bagian D, angka II, point 5, Carry Forward of Losses
Uni Eropa menduga bahwa periode kompensasi kerugian bagi industri tertentu, misal
produsen PET, adalah sepuluh tahun, sedang periode kompensasi kerugian yang normal
adalah lima tahun.
Jawaban kami atas pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ini adalah sebagai berikut :
Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 menyatakan bahwa periode kompensasi kerugian
adalah lima tahun.
Dilain pihak, pasal 31 A Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 menyatakan bahwa Wajib Pajak yang
melakukan penanaman modal di bidang usaha tertentu/ di daerah tertentu dapat memperoleh
fasilitas perpajakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 TAHUN 1994 dan Keppres Nomor 89 Tahun
1996, perusahaan yang memiliki kegiatan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET) dapat memperoleh fasilitas perpajakan berupa kompensasi kerugian yang lebih lama
tetapi tidak lebih dari sepuluh tahun.
Jadi, fasilitas kompensasi kerugian yang lebih lama ini tidak terbatas pada produsen PET saja,
tetapi untuk setiap Wajib Pajak yang mempunyai kegiatan di daerah tertentu, yaitu daerah
terpencil yang secara ekonomis dapat dikembangkan, tetapi prasarana ekonominya kurang
memadai.
6. Bagian D, angka II, point 6, Accelerated Depreciation.
Uni Eropa menyatakan bahwa Undang-undang perpajakan Indonesia mengijinkan perusahaan
untuk menggunakan penyusutan dipercepat sebesar 50% bagi aktiva bukan bangunan.
Jawaban kami atas pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ini adalah sebagai berikut :
Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 10 TAHUN 1994 menyebutkan bahwa penyusutan untuk kelompok harta
berwujud bukan bangunan adalah sebagai berikut :
_______________________________________________________________
Kelompok Masa Garis Lurus Saldo
Manfaat Menurun
_______________________________________________________________
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
_______________________________________________________________
Jadi, undang-undang perpajakan Indonesia memang mengijinkan perusahaan untuk
menggunakan penyusutan dipercepat sebesar 50% bagi aktiva bukan bangunan kelompok 1
yang mempunyai masa manfaat maksimal 4 tahun. Metode dan tarif penyusutan tersebut
di atas berlaku bagi seluruh Wajib Pajak.
7. Bagian D, angka II, point 7, Regional Incentives.
Uni Eropa menyatakan bahwa pemerintah daerah memberikan beberapa insentif tambahan
bagi produsen eksportir yang berlokasi di daerah tertentu, yaitu dengan mengenakan tarif
pajak yang lebih rendah berupa pengurangan pajak daerah dan pengurangan retribusi. Pihak
yang bertanggung jawab atas persetujuan dan pelaksanaan program ini adalah BKPMD.
Kami berpendapat bahwa wewenang untuk menjawab masalah ini ada pada BKPMD.
8. Bagian D, angka II, point 8, Export Processing Entrepots.
Tuduhan berikutnya menyangkut Kawasan Berikat (Bonded Areas dan Bonded Zones) dan
Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor/EPTE (Export Processing Zones).
Kami berpendapat bahwa wewenang untuk menjawab masalah ini ada pada Ditjen Bea dan
Cukai.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR JENDERAL
ttd
A. ANSHARI RITONGA
peraturan/0tkbpera/751f915c24612ce66dba400a86a0909b.txt · Last modified: by 127.0.0.1