peraturan:0tkbpera:7048a4636546df0025a5a78b0fc517c0
UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1999
TENTANG
JASA KONSTRUKSI
ABSTRAK
I. Pendahuluan
Pembangunan nasional ditujukan untuk meraih cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia guna
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam mengisi cita-cita perjuangan tersebut maka perlu dilakukan program yang terencana dan terarah
untuk melaksanakan proses pembangunan agar tujuan nasional dapat dicapai sesuai dengan falsafah
yang mendasari perjuangan tersebut yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Suatu kenyataan yang dihadapi oleh pemerintah dalam Pelaksanaan pembangunan ini adalah masalah
untuk meningkatkan pertumbohan ekonomi, dan dapat dilakukan apabila sistem produksi dapat
digiatkan, yang meliputi pengolahan/ pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki negara.
Dengan dapat diciptakannya sistem produksi, maka kesempatan kerja dan pendapatan dari masyarakat
dapat ditingkatkan, karena dengan pendapatan yang lebih baik masyarakat dimungkinkan
mengembangkan keahlian dan keterampilan dirinya masing-masing ketingkat yang lebih mapan yang
pada akhirnya akan disumbangkan pada pembangunan itu sendiri.
Apabila proses ini berjalan terus menerus maka negara akan sampai pada kondisi dimana perekonomian
dapat tumbuh dengan baik dan masyarakat ikut berperan besar di dalamnya.
Oleh sebab itu agar sistem produksi dapat berjalan dengan baik maka prasyarat yang berupa masukan
(input) untuk penyediaan prasarana dan sarana fisik harus dapat disediakan dalam waktu yang tepat
yang berupa masukan teknologi, keahlian dan keterampilan kerja serta kemampuan tatalaksana serta
pengalaman kerja.
Pengalaman bangsa kita memperlihatkan bahwa masukan tersebut di atas kurang memadai untuk
menunjang sistem produksi yang mendorong pertumbuhan tingkat ekonomi yang ditargetkan.
Permasalahan yang dihadapi diatas jelas terlihat pada sektor jasa konstruksi, seperti diketahui sektor ini
mempunyai karakteristik spesifik ynitu selain sifatnya dari sisi "supplay dan demand" sangat dinamis
juga melibatkan berbagai institusi - pemerintah dan swasta yang membuatnya menjadi kegiatan lintas
sektoral.
Sektor jasa konstruksi mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan ekonomi negara sehingga
menyadari akan hal tersebut maka sudah selayaknya kehadiran
Undang-Undang Jasa Konstruksi sangat dibutuhkan guna mengatur dan memberdayakan jasa konstruksi
nasional.
Hal inilah yang menyebabkan pemerintah berinisiatif menyusun konsep awal Undang-Undang Jasa
Konstruksi pada tahun 1988 dan selanjutnya bersama asosiasi jasa konstruksi secara berkesinambungan
meneruskan konsep awal Rancangan Undang-Undang Jasa Kontruksi yang selanjutnya diubah dan
disempurnakan hingga akhirnya dapat dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat dan selesai pada tanggal 22
April 1999.
II. Sejarah jasa konstruksi
Untuk mengetahui kondisi perkembangan jasa konstruksi nasional perlu dilihat dan dipelajari sejarah
pertumbuhan industri konstruksi di Indonesia. Dengan mengetahui sejarahnya maka akan lebih mudah
dipelajari keadaan yang ada sekarang.
1. Periode sebelum kemerdekaan
Selama pemerintahan Belanda di Indonesia semua bentuk kemajuan seperti teknologi dan sumber
daya manusia, didatangkan dari Eropa Barat.
Perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi juga tidak begitu banyak sekitar 6 buah dan
merupakan anak perusahaan dengan induknya berada di Netherlands.
Pada masa ini orang terdidik, peralatan, dan bahan-bahan bangunan seperti semen, baja, kaca adalah
buatan Eropa dan telah memenuhi standar Eropa .
Standar-standar tertulis seperti konstruksi beton, spesifikasi umum dan dakumen pelelangan sudah
ada. Pengaturan jasa konstruksi dilakukan dengan arbitrase teknik dan terdapatnya keseragaman baik
bentuk maupun tingkatan harga.
Disamping keenam perusahaan kontraktor Belanda tersebut ada beberapa Perusahaan kontraktor
kecil Indonesia yang berfungsi sebagai sub kontraktor dan pemasok.
2. Periode sebelum tahun 1965
Ketika Indonesia memperoleh kemerdekaan, banyak tenaga bangsa Belanda seperti tenaga teknik,
profesor, guru, direktur perusahaan, arsitek, ?foreman" pulang kenegaranya. Dengan sendirinya
posisi ini harus diisi oleh orang Indonesia. Pada saat yang sama banyak perusahaan Belanda yang
dinasionalisasi.
Pada periode ini terjadi ketidak stabilan perekonomian Indonesia, tidak tersedia dana yang cukup
untuk perkembangan, kecuali hanya untuk pekerjaan rehabilitasi dengan bantuan asing .
Dalam upaya mengisi kekosongan yang terjadi, setelah kepergian Belanda, Universitas diminta untuk
menghasilkan sejumlah sarjana. Pada masa transisi ini bidang keteknikan, arsitektur dan konstruksi
mengalami krisis karena terjadi
penurunan secara kuantitas dan kualitas dari ahli-ahli, pendidik, buku-buku, dan peralatan.
3. Periode sesudah tahun I 965 sampai 1980
Pada masa ini telah dilakukan pembenahan dalam program pembangunan maupun dalam
pelaksanaannya.
Hal ini dapat dimungkinkan karena adanya kestabilan di bidang politik, ekonomi dan keuangan.
Lembaga pemerintah mulai melaksanakan pembangunan yang memberikan titik awal kebangkitan
jasa konstruksi nasional.
Pada saat Indonesia mulai membangun ynitu pada awal periode 1965 dialami beberapa kesulitan
antara lain teknologi, manajamen, dan tenaga terampil serta ahli padahal pembangunan tidak
mungkin ditunda-tunda lagi.
Saat itu terpaksa diambil jalan pintas untuk mengimport teknologi asing dan keadaan inilah yang
menyebabkan jasa konstruksi di Indonesia diwarnai oleh peranan dominan dari kontraktor asing
terutama untuk proyek dengan teknologi tinggi dan skala besar.
Modal asing dalam bentuk PMA dan PMDN menjadi sumber dana pembiayaan proyek yang tidak
sedikit, dan peranan swasta mulai tumbuh.
Dalam pembangunan proyek-proyek banyak melibatkan kontaktor Asing sehingga Kontraktor
Indonesia sedikit banyak dapat memperoleh pengalaman untuk menerapkan teknologi maju
4. Periode setelah tahun 1980
Pada tahun 1980 mulailah dilakukan pembenahan dalam pengaturan mengenai pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara dengan keluarnya Keputusan Presiden No. 14/80 tentang Tatacara
Pelaksanaan APBN, karena dimaklumi APBN merupakan sumber pembiayaan yang paling dominan.
Pada periode ini terjadi "booming" di sektor minyak sehingga kegiatan pekerjaan konstruksi banyak
dilakukan dimana-mana dan oleh karenanya perlu pengaturan untuk menciptakan iklim usaha yang
kondusif.
Pengaturan pelaksanaan APBN melalui Keppres 14/80 pun kemudian disempurnakan beberapa kali
hingga sampai Keppres 29/84 yang terkenal tersebut yang mulai mengatur dunia usaha. Sejalan
dengan hal tersebut pengaturan dunia usaha jasa konstruksi sendiri diwujudkan melalui Surat
Keputusan Menteri/Sekretaris Negara selaku Ketua Tim Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah
melalui keputusannya no 3547/TPPBPP/XII 1985 yang mengatur kualifikasi dan klasifikasi
Perusahaan jasa konstruksi. Empat tahun kemudian lahirlah Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi yang
merupakan pelimpahan wewenang dari Menteri Perdagangan ke Menteri Pekerjaan Umum sebagai
pengganti Surat Izin Usaha Perdagangan untuk bidang jasa konstruksi.
Keppres 2 9/84 paling lama bertahan sampai akhirnya disempurnakan dengan Keputusan Presiden
16/94 yang dalam petunjuk teknisnya mengatur secara rinci:
a. tatacara pengadaan, dan
b. prakualifikasi yang menilai klasifikasi dan kualifikasi Perusahaan
Peraturan ini merupakan salah satu produk hukum yang mengatur dunia usaha jasa konstruksi yang
terkait dengan sumber dana dari pemerintah termasuk bidang pemborongan pekerjaan non konstruksi
dan pengaduan barang/jasa lainnya.
Pada tahun 1994 mulai dikenal GATT dan GATS, kemudian WTO, APEC, dan AFEA yang membuat
semua pihak mulai mengambil ancang-ancang akan adanya perubahan tata perekonomian dunia.
III. Kondisi jasa konstruksi nasional
Pertumbuhan jasa konstruksi yang tinggi sebelum krisis ekonomi ternyata belum diimbangi dengan
tatanan penyelenggaraan yang maksimal sehingga menyebabkan munculnya berbagai masalah antara
lain:
1. belum terwujudnya mutu produk, waktu Pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya.
2. rendahnya tingkat kepatuhan pengguna jasa dan penyedia jasa akan ketentuan/peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. belum terwujudnya kesejajaran antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hal hak dan
kewajiban.
4. belum terwujudnya secara optimal kemitraan yang sinergis antar Badan Usaha Jasa Konstruksi
(BUJK) dan antara BUJK dengan masyarakat.
IV. Bertitik tolak dari kondisi tersebut maka dilakukanlah evaluasi kembali terhadap tatanan usaha di
bidang jasa konstruksi yang memunculkan berbagai pertimbangan yakni:
1. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata
materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang
mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya
tujuan pembangunan nasional.
3. Berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku belum berorientasi baik kepada kepentingan
pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristiknya yang mengakibatkan kurang
berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal maupun bagi
kepentingan masyarakat.
Berpijak dari pertimbangan tersebut, maka dicanangkan pula cita-cita jasa konstruksi yang diinginkan
di masa mendatang yakni:
1. Tertib usaha jasa konstruksi
2. Pemberdayaan jasa konstruksi nasional untuk
1.) mengembangkan kemampuan
2.) meningkatkan produktivitas
3.) menumbuhkan daya saing
3. Kedudukan yang adil antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi.
4. Kemitraan sinergis dalam usaha jasa konstruksi.
Untuk mencapai cita-cita tersebut maka pengaturan di bidang jasa konstruksi harus berdasarkan
Azas;
1.) Kejujuran dan keadilan
2.) Manfaat
3.) Keserasian
4.) Keseimbangan
5.) Kemandirian
6.) Keterbuknan
7.) Kemitraan
8.) Keamanan dan keselamatan
Diharapkan dengan adanya Undang-Undang Jasa konstruksi ini dapat:
1. Memberikan arah pertumbahan dan perkembangan jasa konstruksi nasional untuk mewujudkan
struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang
berkualitas.
2. Mewujudkan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin :
a. kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hal hak dan kewajiban
b. dipenuhinya ketentuan yang berlaku
c. mewujudkan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.
V. Kandungan Undang-Undang Jasa Konstruksi
Undang-Undang Jasa konstruksi terdiri atas 12 Bab, 46 Pasal dan 117 Ayat disertai Penjelasannya.
Beberapa pengertian/istilah baru dan baku yang ditemui dalam UUJK antara lain
1.) jasa konstruksi
2.) pekerjaan konstruksi
3.) registrasi
4.) pengguna jasa dan penyedia jasa
5.) pemilihan penyedia jasa
6.) pengikatan
7.) kontrak kerja konstruksi
8.) sistem pertanggungan
9.) kegagalan bangunan
l0.)penilai ahli
11.)masyarakat jasa konstruksi
12.)forum jasa konstruksi
13.)Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Vl. Usaha Jasa Konstruksi
Usaha jasa konstruksi terdiri atas jenis usaha, bentuk usaha, bidang usaha, persyaratan usaha serta tanggung
jawab profesional dengan uraian sebagai berikut:
1. Jenis usaha
a. usaha perencanaan konstruksi
b. usaha Pelaksanaan konstruksi
c. usaha pengawasan konstruksi
2. Bentuk usaha
a. orang perseorangan
b. badan usaha
3. Bidang usaha
a. Arsitektural
b. Sipil
c. Mekanikal
d. Elektrikal
e. Tata Lingkungan
Persyaratan usaha
1. Usaha orang perseorangan dan badan usaha yang terdiri atas perencana, pelaksana dan pengawas
konstruksi wajib mempunyai izin usaha dari pemerintah.
2. Badan usaha nasional dan asing yang terdiri atas perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi
harus mempunyai sertifikat registrasi badan usaha dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.
3. Perencana konstruksi, pengawas konstruksi orang perseorangan atau orang perseorangan yang
dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana atau pengawas
konstruksi atau tenaga pelaksana konstruksi tertentu harus memiliki sertifikat keahlian.
4. Pelaksanaan konstruksi orang perseorangan atau tenaga kerja yang bekerja pada pelaksana konstruksi
yang melaksanakan pekerjaan keteknikan harus memiliki sertifikat ketrampilan dan keahlian kerja.
Tanggung jawab Profesional
Tanggungjawab perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan konstruksi dilandasi oleh prinsip-prinsip
keahlian sesuai kaidah keilmuan dan kejujuran intelektual.
Pengembangan usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh
dan handal serta efisien melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah dan kecil
serta antara usaha yang bersifat umum, spesialis, dan ketrampilan tertentu.
Pengembangan ini didukung dengan perluasan dan peningkatan akses terhadap sumber dana dan
pengembangan jenis usaha pertanggungan.
VII. PENGIKATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
Para pihak terdiri atas
1. pengguna jasa dan penyedia jasa
2. pengguna jasa harus dapat membuktikan kemampuan untuk membayar biaya pekerjaan
konstruksi
3. penyedia jasa terdiri dari perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi
Pengikatan Para Pihak Pengikatan dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui
pemilihan penyedia jasa dengan cara:
1. Pelelangan umum
2. Pelelangan terbatas dan hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang telah lulus prakualifikasi
3. Dalam hal tertentu dapat dilakukan pemilihan langsung atau penunjukan langsung.
Kontrak Kerja Konstruksi Hak dan tanggung jawab para pihak harus dituang kan dalam kontrak kerja
konstruksi (3K).
Dalam 3K harus dimuat sekurang-kurangnya hal-hal pokok sebagai berikut:
a. para pihak
b. rumusan pekerjaan
c. masa pertanggungan
d. tenaga ahli yang melaksanakan pekerjaan
e. hak dan kewajiban para pihak
f. cara pembayaran
g. cidera janji
h. penyelesian perselisihan
i. pemutusan kontrak kerja
j. keadaan memaksa
k. kegagalan bangunan
1. perlindungan pekerja
m. aspek lingkungan
VIII. PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
Untuk menyelenggarakan pekerjaan konstruksi harus memenuhi:
a. ketentuan tentang keteknikan,
b. ketenagakerjoan & tata pengelolaan lingkungan, serta
c. keharusan untuk memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan dalam menjamin tertib penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi.
Tahapan tersebut meliputi tahap perencanaan dan tahap Pelaksanaan beserta pengawasannya yang
masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan dan pengakhiran.
Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi akan ditemni ketentuan mengenai:
1. Kegagalan bangunan
yakni mengatur tentang tanggung jawab baik penyedia jasa maupun pengguna jasa dalam hal terjadi
kegagalan bangunan yang telah diserahterimakan yang disebabkan baik oleh karena kelalaian
maupun kesengajaan.
2. Penilai Ahli
Kegagalan bangunan ditetapkan oleh penilai ahli independent yang mungkin terjadinya kegagalan
bangunan tersebut disebabkan oleh penyedia jasa (perencana/pelaksana/ pengawas) atau oleh
pengguna jasa dalam pemanfaatannya.
3. Masa Pertanggungan
Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak
penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun sesudahnya, yang
disepakati oleh pengguna jasa dan penyedia jasa yang tertuang dalam 3K.
IX. PERAN MASYARAKAT
Peran masyarakat umum maupun masyarakat jasa konstruksi diatur sebagai berikut:
1. Hak dan kewajiban masyarakat umum dalam rangka tertib jasa konstruksi
Hak masyarakat
a. melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib Pelaksanaan jasa konstruksi
b. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
Kewajiban masyarakat
a. Menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelak-sanaan jasa
konstruksi.
b. Turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepen-tingan umum.
2. Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi (masyarakat yang mempunyai kepentingan
dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha pekerja konstruksi) dikembangkan melalui suatu
forum yang keanggotaannya meliputi unsur- unsur swasta (Asosiasi Jasa Konstruksi Asosiasi mitra
usaha jasa Konstruksi, lembaga konsumen, dan organisasi kemasyarakatan yang terkait) serta unsur
pemerintah yang berfungsi
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
b. membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi nasional
c. mendorong tumbuh dan berkembanguya peran pengawasan masyarakat
d. memberi masukan kepada pemerintah dalam merumuskan pengaturan, pember-dayaan dan
pengawasan.
3. Pelaksanaan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu Lembaga yang independen dan
mandiri, yang beranggotakan wakil wakil asosiasi perusahaan, asosiasi profesi jasa konstruksi,
pakar dan perguruan tinggi serta pe~nerintah yang mempunyai tugas
a. melakukan penelitian dan pengembangan jasa konstruksi
b. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi
c. memberikan sertifikat registrasi badan usaha
d. melakukan akreditasi sertifikat ketrampilan dan keahlian kerJa
e. menyelenggarakan/meningkatkan peran arbitrase mediasi dan penilai ahli di bidang jasa
konstruksi
X. PEMBINAAN
Pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah diwujudkan dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan
pengawasan,
a. Pengaturan dilakukan dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan dan standarstandar teknis
b. Pemberdayaan dilakukan untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat atas hak, kewajiban,
dan perannya dalam Pelaksanaan jasa konstruksi
c. Pengawasan dilakukan untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi
Sebagian tugas pembinaan tersebut dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah.
XI. PENYELESAIAN SENGKETA
Penyelesaian sengketa dapat ditempuh baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan berdasarkan
pilihan secara sukarela para pihak yang tertuang di dalam 3K.
Gugatan dapat dinjukan oleh orang perseorangan, kelompok maupun anggota perwakilan/ .class action"
ke pengadilan dalam hal yang bersangkutan dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
XII. SANKSI
Pengguna dan penyedia jasa dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administrai maupun sanksi pidana atas
pelanggaran Undang-Undang ini dan/atau peraturan Pelaksanaannya, dan untuk tindak pidana yang
dilakukan penyedia jasa ditetapkan sanksi penjara paling lama 5 (lima) tahun sedangkan sanksi denda
sebagai alternatif ditetapkan sebesor 10 % dari nilai kontrak .
XIII. KETENTUAN PERALIHAN
Penyedia jasa dalam waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal 7 Mei 1999 diberikan kesempatan untuk
menyesuaikan. dengan ketentuan Undang Undang ini.
XIV. KETENTUAN PENUTUP
Undang Undang ini berlaku 1 tahun sejak diundangkan ynitu nanti pada tanggal 7 Mei 2000, untuk
memberi kesempatan bukan saja kepada penyedia jasa tetapi juga kepada LPJK untuk
mempersiapkannya.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 1999
TENTANG
JASA KONSTRUKSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan
budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna
menun3ang terwujudnya tujuan pembangunan nasional;
c. bahwa berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku belum berorientasi baik
kepada kepentingan pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristiknya, yang
mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya
saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, dan c diperlukan Undang-
undang tentang Jasa Konstruksi;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi;
2. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau
Pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal,
dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau
bentuk fisik lain;
3. Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik
pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi;
4. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan
jasa konstruksi;
5. Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;
6. Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa
kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dar,/atau tidak
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaotannya yang
menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa;
7. Forum jasa konstruksi adalah sarana komunikasi dan konsultasi antara masyarakat jasa konstruksi dan
Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi nasional yang bersifat
nasional, independen, dan mandiri;
8 Registrasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan kompetensi profesi keahlian dan keterampilan
tertentu, orang perseorangan dan badan usaha untuk menentukan izin usaha sesuai klasifikasi dan
kualifikasi vang diwujudkan dalam sertifikat,
9. Perencanaan konstruksi adalah penyedia jasa orang perorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli
yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam
bentuk dokumen perencanaan bangunan atau bentuk fisik lain:
10. Pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli
yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau
bentuk fisik lain;
11. Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli
yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan
pengawasan sejak awal Pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian,
keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan
masyarakat, bangsa, dan negara.
Pasal 3
Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk:
a. memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha
yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas;
b. mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatahan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.
BAB III
USAHA JASA KONSTRUKSI
Bagian Pertama
Jenis, Bentuk, dan Bidang Usaha
Pasal 4
(1) Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi dan
usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing
dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
(2) Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang
meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai
dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi.
(3) Usaha Pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa Pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang
meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai
dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi.
(4) Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik sebagian atau keseluruhan
pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir
hasil konstruksi.
Pasal 5
(1) Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha.
(2) Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selaku
pelaksana konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang
berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil.
(3) Bentuk usaha yang dilakokan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selaku
perencana konstruksi atau pengawas konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan yang sesuai
dengan bidang keahliannya.
(4) Pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar
hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing
yang dipersamakan.
Pasal 6
Bidang usaha jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal dan/atau
elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya.
Pasal 7
Ketentuan tentang jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), bentuk usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Persyaratan Usaha, Keahlian, dan Keterampilan
Pasal 8
Perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus:
a. Memenuhi ketentuan tentang perizinan usaha di bidang jasa konstruksi;
b. memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi.
Pasal 9
(1) Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian.
(2) Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat
keahlian kerja.
(3) Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas
konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat
keahlian.
(4) Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus
memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja.
Pasal 10
Ketentuan mengenai penyelenggaraan perizinan usaha, klasifikasi usaha, kualifikasi usaha, sertifikasi
keterampilan, dan sertifikasi keahlian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Tanggung Jawab Profesional
Pasal 11
(1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan orang perseorangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai kaidah
keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap
mengutamakan kepentingan umum.
(3) Untuk mewujudkan terpenuhinya tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Pengembangan Usaha
Pasal 12
(1) Usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh dan efisien melalui
kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah, dan kecil serta antara usaha yang bersifat
umum, spesialis, dan keterampilan tertentu.
(2) Usaha perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi dikembangkan ke arah usaha yang bersifat
umum dan spesialis.
(3) Usaha pelaksanaan konstruksi dikembangkan ke arah:
a. usaha yang bersifat umum dan spesialis;
b. usaha orang perseorangan yang berketerampilan kerja.
Pasal 13
Untuk mengembangkan usaha jasa konstruksi diperlukan dukungan dari mitra usaha melalui:
a. Perluasan dan peningkatan akses terhadap sumber pendanuan, serta kemudahan persyaratan dalam
pendanaan,
b. pengembangan jenis usaha pertanggungan untuk mengatasi risiko yang timbul dan tanggung jawab
hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan
bangunan.
BAB IV
PENGIKATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
Bagian Pertama
Para Pihak
Pasal 14
Para pihak dalam pekerjaan konstruksi terdiri atas:
a. pengguna jasa;
b. penyedia jasa.
Pasal 15
(1) Pengguna jasa sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 huruf a, dapat menunjuk wakil untuk
melaksanakan kepentingannya dalam pekerjaan konstruksi.
(2) Pengguna jasa harus memiliki kemampuan membayar biaya pekerjaan konstruksi yang didukung
dengan dokumen pembuktian dari Lembaga Perbankan dan atau Lembaga Keuangan bukan bank.
(3) Bukti kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diwujudkan dalam bentuk
lain yang disepakati dengan mempertimbangkan lokasi, tingkat kompleksitas, besaran biaya dan atau
fungsi bangunan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa.
(4) Jika pengguna jasa adalah Pemerintah, pembuktian kemampuan untuk membayar diwujudkan dalam
dokumen tentang ketersedinan anggaran.
(5) Pengguna jasa harus memenuhi kelengkapan yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan
konstruksi.
Pasal 16
(1) penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 Huruf b terdiri dari:
a. perencana konstruksi;
b. pelaksana konstruksi;
c. pengawas konstruksi.
(2) Layanan jasa yang dilakukan oleh penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
tiaptiap penyedia jasa secara terpisah dalam pekerjaan konstruksi.
(3) Layanan jasa perencanaan, Pelaksanaan, dan pengawasan dapat dilakukan secara terintegrasi dengan
memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi
para pihak ataupun kepentingan umum dalam satu pekerjaan konstruksi.
Bagian Kedua
Pengikatan Para Pihak
Pasal 17
(1) Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat
melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas.
(2) Pelelangan terbatas hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus prakualifikasi.
(3) Dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau
penunjukan langsung.
(4) Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang, keseimbangan antara
kemampuan dan beban kerJa, serta kinerja penyedia jasa.
(5) Pemilihan penyedia jasa hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
(6) Badan-badan usaha yang dimiliki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada
kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara
bersamaan.
Pasal 18
(1) Kewajiban pengguna jasa dalam pengikatan mencakup:
a. menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat ketentuan-ketentuan secara
lengkap, jelas dan benar serta dapat dipahami.
b. menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil Pelaksanaan pemilihan.
(2) Dalam pengikatan, penyedia jasa wajib menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian
untuk disampaikan kepada pengguna jasa.
(3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat mengikat bagi kedua pihak dan
salah satu pihak tidak dapat mengubah dakumen tersebut secara sepihak sampai dengan
penandatanganan kontrak kerja konstruksi.
(4) Pengguna jasa dan penyedia jasa harus menindaklanjuti penetapan tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dengan suatu kontrak kerja konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan
kewajiban para pihak yang secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Pasal 19
Jika pengguna jasa mengubah atau membatalkan penetapan tertulis, atau penyedia jasa mengundurkan diri
setelah diterbitkannya penetapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b, dan hal
tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, maka pihak yang mengubah atau
membatalkan penetapan, atau mengundurkan diri wajib dikenakan ganti rugi atau bisa dituntut secara
hukum.
Pasal 20
Pengguna jasa dilarang memberikan pekerjaan kepada penyedia jasa yang terafiliasi untuk mengerjakan
satu pekerjaan konstruksi pada lokasi dan dalam kurun waktu yang sama tanpa melalui pelelangan umum
ataupun pelelangan terbatas.
Pasal 21
(1) Ketentuan mengenai pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18, dan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berlaku juga dalam
pengikatan antara penyedia jasa dan sub penyedia jasa.
(2) Ketentuan mengenai tatacara pemilihan penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
penerbitan dokumen dan penetapan penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Kontrak Kerja Konstruksi
Pasal 22
(1) Pengaturan hubungan kerja berdasarkan hakum sebagaimanadimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) harus
dituangkan dalam kontrak keria konstruksi.
(2) Kontrak Kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai:
a. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak;
b. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan, dan batasan waktu Pelaksanaan;
c. Masa pertanggungan dan atau pemeliharnan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan
dan atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;
d. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk
melaksanakan pekerjaan konstruksi;
e. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan
konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia
jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan
konstruksi;
f. Cara Pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewaJiban pengguna jasa dalam melakukan
pembayaran hasil pekerjaan konstruksi;
g. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
h. Penyelesaian Perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan
akibat ketidaksepakatan;
i. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja
konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;
j. Keadaan memaksa (force majeure}, yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar
kemanan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
k. Kegagalan Bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna
jasa atas kegagalan bangunan;
1. Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam Pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
m. Aspek Lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang
lingkungan.
(3) Kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak atas
kekayaan intelektual.
(4) Kontrak kerja konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.
(5) Kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi, dapat memuat
ketentuan tentang sub penyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau
peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku.
(6) Kontrak kerja konstruksi dibnat dalam Bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi
dengan pihak asing, maka dapat dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
(7) Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga dalam
lcontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dengan subpenyedia jasa.
(8) Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hak atas kekaynan
intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) ,dan mengenai pemasok dan/ atau komponen bahan bangunan dan/latau peralatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
Pasal 23
(1) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap Pelaksanaan beserta
pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan
pengakhiran.
(2) Penyelenggaraan pekerjaan struksi wajib memenuhi ketentuan tentang keamanan, keselamatan dan
keselamatan kerja,-perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin
terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
(3) Para pihak dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
kewajiban yang dipersyaratkan untuk menjamin berlangsungnya tertib penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat menggunakan subpenyedia jasa yang
mempunyai keahlian khusus sesuai dengan masingmasing tahapan pekerjaan konstruksi.
(2) Subpenyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
(3) Penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi hak-hak subpenyedia jasa
sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa.
(4) Subpenyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi kewajiban-kewajibannya
sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa.
BAB VI
KEGAGALAN BANGUNAN
Pasal 25
(1) Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan.
(2) Kegagalan bRngunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.
(3) Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai
ahli.
Pasal 26
(1) Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas
konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau
pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi.
(2) Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan hal
tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung
jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.
Pasal 27
Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam pengelolaan
bangunan dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa waJib
bertanggungjawab dan dikenai ganti rugi.
Pasal 28
Ketentuan mengenai jangka waktu dan penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, tanggung jawab
perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan Pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 serta tanggung jawab pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 7 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PERAN MASYARAKAT
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban
Pasal 29
Masyarakat berhak untuk:
a. Melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi;
b. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Pasal 30
Masyarakat berkewajiban:
a. menjaga ketertiban-dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang Pelaksanaan jasa konstruksi,
b. turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.
Bagian Kedua
Masyarakat Jasa Konstruksi
Pasal 31
(1) Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau
kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi.
(2) Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui suatu Forum Jasa Konstruksi.
(3) Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan
mandiri.
Pasal 32
(1) Forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) terdiri atas unsur-unsur:
a. Asosiasi perusahaan jasa konstruksi;
b. Asosiasi profesi jasa konstruksi;
c. Asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi;
d. masyarakat intelektual;
e. organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dan berkepentingan di bidang jasa konstruksi dan/atau
yang mewakili konsumen jasa konstruksi;
f. instansi Pemerintah; dan
g. unsur-unsur lain yang dianggap perlu.
(2) Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
berperan dalam upaya menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional yang berfungsi untuk:
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
b. membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi nasional; tumbuh dan
berkembangnya peran pengawasan masyarakat;
c. memberi masukan kepada Pemerintah dalam merumuskan pengaturan, pemberda-yaan, dan
pengawasan.
Pasal 33
(1) Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (3) beranggotakan wakil-wakil dari:
a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi;
b. asosiasi profesi jasa konstruksi;
c. pakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan bidang Jasa konstruksi; dan
d. instansi Pemerintah yang terkait.
(2) Tugas lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:
a. melakukan atau mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi;
b. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi;
c. melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi
keterampilan dan keahlian kerja;
d. melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi
e. mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi.
(3) Untuk mendukung kegiatannya lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengusahakan
perolehan dana dari masyarakat jasa konstruksi yang berkepentingan.
Pasal 34
Ketentuan mengenai forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan lembaga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PEMBINAAN
Pasal 35
(1) Pemerintah melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan
pengawasan.
(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan peraturan perundang-
undangan dan standard-standard teknis.
(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap usaha jasa konstruksi dan
masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan perannya dalam
Pelaksanaan jasa konstruksi
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakokan terhadap penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan bersama-sama dengan
masyarakat jasa konstruksi.
(6) Sebagian tugas pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dapat dilimpahkan kepada Pemerintah
Daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Pertama
U m u m
Pasal 36
(1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan
berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap
tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana.
(3) Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang
bersengketa.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan
Pasal 37
(1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang
timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi
kegagalan bangunan.
(2) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan jasa
pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.
(3) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk oleh Pemerintah dan/atau masyarakat
jasa konstruksi.
Bagian Ketiga
Gugatan Masyarakat
Pasal 38
(1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan
ke pengadilan secara:
a. orang perseorangan;
b. kelompok orang dengan pemberian kuasa;
c. kelompok orang tidak dengan knasa melalu gugatan perwakilan.
(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
sedemikian rupa sehingga mempengarahi peri kehidupan pokok masyarakat, Pemerintah wajib
berpihak pada dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
Pasal 39
Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) adalah tuntutan untuk melakukan tindakan
tertentu dan/atau tuntutan berupa biaya atau pengeluaran nyata dengan tidak menutup kemungkinan
tuntutan lain sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 40
Tatacara pengajuan gugatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) diajukan oleh
orang perseorangan, kelompok orang, atau lembaga kemasyarakatan dengan mengacu kepada Hukum
Acara Perdata.
BAB X
SANKSI
Pasal 41
Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran
Undang undang ini.
Pasal 42
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
c. pembatasan kegiatan usaha danlatau profesi;
d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi;
e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada pengguna
jasa berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
d. larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi;
e. pembekuan izin Pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
f. pencabutan izin Pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
(3) Ketentuan mengenai tatalaksana dan penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
(1) Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan
keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai
pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per
seratus) dari nilai kontrak.
(2) Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai
dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi
atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda
paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak..
(3) Barang siapa yang melakukan pengawasan Pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi
kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan
terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau
kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling
banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
(1) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan jasa konstruksi yang telah ada
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, dinyatakan tetap
berlaku sampai diadakan peraturan Pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang Undang im.
(2) Penyedia jasa yang telah memperoleh perizinan sesuai dengan bidang usahanya dalam waktu 1 (satu)
tahun menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang Undang ini, terhitung sejak diundangkannya.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
hal yang sama dan bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 46
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini, dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di : Jakarta
pada tanggal: 7 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 54
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 1999
TENTANG
JASA KONSTRUKSI
I. UMUM
1. Dalam pembangunan nasional, jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis mengingat jasa
konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik yang berupa
prasarana maupun sarana yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang,
terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain berperan
mendukung berbagai bidang pembangunan, jasa konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh
dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi.
2 Jasa konstruksi nasional diharapkan semakin mampu mengembangkan perannya dalam pembangunan
nasional melalui peningkatan keandalan yang didukung oleh struktur usaha yang kokoh dan mampu
mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas.
Keandalan tersebut tercermin dalam daya saing da kemampuan menyelenggarakan pekerjaan konstruksi
secara lebih efisien dan efektif, sedangkan struktur usaha yang kokoh tercermin deng terwujudnya
kemitraan yang sinergis ant penyedia jasa, baik yang berskala besar, menenga dan kecil, maupun yang
berkualifikasi umu spesialis, dan terampil, serta perlu diwujudkan pu ketertiban penyelenggaraan jasa
konstruksi unt menjamin kesetaraan kedudukan antara penggu Jasa dengan penyedia jasa dalam hak da
kewajiban.
3. Dewasa ini, jasa konstruksi merupakan bida usaha yang banyak diminati oleh anggota masya rakat di
berbagai tingkatan sebagaimana terlih dari makin besarnya jumlah perusahaan ya bergerak di bidang
usaha jasa konstruksi.
Peningkatan jumlah perusahaan ini ternyata belu diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya,
yang tercermin pada kenyatuan bahwa mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi
pemanfaatan sumber daya manusia, modal dan teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi belum
sebagaimana yang diharapkan.
Hal ini disebabkan oleh karena persyaratan usah serta persyaratan keahlian dan keterampilan belu
diarahkan untuk mewujudkan keandalan usaha yang profesional.
Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut pada umumnya pangsa pasar pekerjaan konstruksi yang
berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dilcuasai oleh usaha jasa konstruksi nasional.
Kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi perlu ditingkatkan, termasuk kepatahan
para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan
terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan, agar
dapat mewujudkan bangunan yang berkoalitas dan mampu berfungsi sebagaimana yang direncanakan.
Di sisi lain, kesadaran masyarakat akan manfaat dan arti penting jasa konstruksi masih perlu ditumbuh
kembangkan agar mampu mendukung terwujudnya ketertiban dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi secara optimal.
Kondisi jasa konstruksi nasional dewasa ini sebagaimana tercermin dalam uraian tersebut di atas
disebabkan oleh dua faktor:
a. faktor internal, yakni:
1) pada umumnya jasa konstruksi nasional masih mempunyai kelemahan dalam manajemen,
penguasann teknologi, dan permodalan, serta keterbatasan tenaga ahli dan tenaga terampil;
2) struktur usaha jasa konstruksi nasional belum tertata secara utuh dan kokoh yang tercermin
dalam kenyatuan belum terwujudnya kemitraan yang sinergis antar penyedia jasa dalam
berbagai klasifikasi dan/atau kualifikasi:
b. faktor eksternal, yakni:
1) kekurangsetarnan hubungan kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa;
2) belum mantapnyndukungan berbagai sektor secara langsung maupun tidak langsung yang
mempengaruhi kinerja dan keandalan jasa konstruksi nasional, antara lain akses kepada
permodalan, pengembangan profesi keahlian dan profesi keterampilan, ketersediaan bahan
dan komponen bangunan yang standard;
3) belum tertatanya pembinaan jasa konstruksi secara nasional, masih bersifat parsial dan
sektoral.
Dengan segala keterbatasan dan kelemahan yang dimilikinya, dalam dua dasa warsa terakhir, jasa
konstruksi nasional telah menjadi salah satu potensi Pembangunan Nasional dalam mendukung
perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja serta
peningkatan penerimaan negara. Dengan demikian potensi jasa konstruksi nasional ini perlu
ditumbuhkembangkan agar lebih mampu berperan dalam pembangunan nasional.
4. Sejalan dengan meningkatnya tuntutan masyarakar akan perluasan cakupan, kualitas hasil maupun tertib
pembangunan, telah membawa konsekuensi meningkatnya kompleksitas pekerjaan konstruksi, tuntutan
efisiensi, tertib penyelenggaraan, dan kualitas hasil pekerjaan konstruksi. Selain itu, tata ekonomi dunia
telah mengamanatkan hubungan kerja sama ekonomi internasional yang semakin terbuka dan
memberikan peluang yang semakin luas bagi jasa konstruksi nasional.
Kedua fenomena tersebut merupakan tantangan bagi jasa konstruksi nasional untuk meningkatkan
kinerjanya agar mampu bersaing secara profesional dan mampu menghadapi dinamika perkembangan
pasar dalam dan luar negeri.
5. Peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional memerlukan iklim usaha yang kondusif, yakni:
a. terbentuknya kepranataan usaha, meliputi:
1) persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi;
2) standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian dan keterampilan yang mengatur bidang dan tingkat
kemampuan orang perseorangan yang bekerja pada perusahaan jasa konstruksi ataupun yang
melakukan usaha orang perseorangan;
3) tanggung jawab profesional yakni penegasan atas tanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya;
4) terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi: kesehatan dan keselamatan
kerja, serta jaminan sosial;
5) terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh persaingan yang
sehat;
6) pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan antar pihak
dalam hak dan kewajiban dalam suasana hubungan kerja yang bersifat terbuka, timbal balik, dan
sinergis yang memungkinkan para pihak untuk mendudukkan diri pada fungsi masing-masing
secara konsisten;
b. dukungan pengembangan usaha, meliputi:
1) tersedianya permodalan termasuk pertanggungan yang sesuai dengan karakteristik usaha jasa
konstruksi;
2) terpenuhinya ketentuan tentang jaminan mutu;
3) berfungsinya asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi dalam memenuhi kepentingan anggotanya
termasuk memperjuangkan ketentuan imbal jasa yang adil;
c. berkembangnya partisipasi masyarakat, yakni:
timbulnya kesadaran masyarakat akan mendorong terwujudnya tertib jasa konstruksi serta mampu
untuk mengaktualisasikan hak dan kewajibannya;
d. terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah
dan/atau Masyarakat Jasa Konstruksi bagi para pihak dalam, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
agar mampu memenuhi berbagai ketentuan yang dipersyaratkan ataupun kewajiban-kewajiban yang
diperjanjikan;
e perlunya Masyarakat Jasa Konstruksi dengan unsur asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi
membentuk lembaga untuk pengembangan jasa konstruksi.
6. Untuk meningkatkan pemberdayaan potensi nasional secara optimal dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi, pengguna jasa dan penyedia jasa perlu mengutamakan penggunaan jasa dan barang produksi
nasional/dalam negeri sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang mengenai usaha kecil.
7. Untuk mengembangkan jasa konstruksi sebagaimana telah diuraikan di atas memerlukan pengaturan jasa
konstruksi yang terencana, terarah, terpadu, dan menyeluroh dalam bentuk Undangundang sebagai
landasan hukum.
8. Undang-undang tentang Jasa Konstruksi mengatur tentang ketentuan umum, usaha jasa konstruksi,
pengikatan pekerjaan konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, kegagalan bangunan, peran
masyarakat, pembinuan, penyelesaian sengketa, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
Pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan,
kemandirian, keterbukaan, kemitraan, serta keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat,
bangsa, dan negara.
9. Dengan Undang-undang tentang Jasa Konstruksi ini, maka semua penyelenggaraan jasa konstruksi yang
dilakukan di Indonesia oleh pengguna jasa dan penyedia jasa, baik nasional maupun asing, wajib
mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang tentang Jasa Konstruksi.
10. Undang-undang tentang jasa konstruksi ini menjadi landasan untuk menyesuaikan ketentuan yang
tercantum dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait yang tidak sesuai. Undangundang
ini mempunyai hubungan komplementaritas dengan peraturan perundang-undangan lainnya, antara lain:
a. Undang-undang yang mengatur tentang keselamatan kerja;
b. Undang-undang yang mengatur tentang wajib daftar perusahaan;
c. Undang-undang yang mengatur tentang perindustrian;
d. Undang-undang yang mengatur tentang ketenagalistrikan;
e. Undang-undang yang mengatur tentang kamar dagang dan industri;
f. Undang-undang yang mengatur tentang kesehatan kerja;
g. Undang-undang yang mengatur tentang usaha perasuransian;
h. Undang-undang yang mengatur tentang jaminan sosial tenaga kerja;
i. Undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas;
j. Undang-undang yang mengatur tentang usaha kecil;
k. Undang-undang yang mengatur tentang hak cipta;
1. Undang-undang yang mengatur tentang paten;
m. Undang-undang yang mengatur tentang merek;
n. Undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup;
o. Undang-undang yang mengatur tentang ketenagakerjann;
p. Undang-undang yang mengatur tentang perbankan;
q. Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan konsumen;
r. Undang-undang yang mengatur tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;
s. Undang-undang yang mengatur tentang arbitrase dan alternatif pilihan penyelesaian sengketa;
t. Undang-undang yang mengatur tentang penatuan ruang.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Dalam jasa konstruksi terdapat 2 (dua) pihak yang mengadakan hubungan kerja berdasarkan
hukum yakni pengguna jasa dan penyedia jasa.
Angka 2
Pekerjaan arsitektural mencakup antara lain: pengolahan bentuk dan masa bangunan
berdasarkan fungsi serta persyaratan yang diperlukan setiap pekerjaan konstruksi.
Pekerjaan sipil mencakup antara lain: pembangunan pelabuhan, bandar udara, jalan kereta api,
pengamanan pantai, saluran irigasi/kanal, bendungan, terowongan, gedung, jolan dan jembatan,
relclamasi rawa, pekerjaan pemasangan perpipoan, pekerjaan pemboran, dan pembuknan lahan.
Pekerjaan mekanikal dan elektrikal merupakan pekerjaan pemasangan produk-produk rekayasa
industri.
Pekerjaan mekanikal mencakup antara lain: pemasangan turbin, pendirian dan pemasangan
instalasi pabrik, kelengkapan instalasi bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, minyak,
dan gas.
Pekerjaan elektrikal mencakup antara lain: pembangunan jaringan transmisi dan distribusi
kelistrikan, pemasangan instalasi kelistrikan, telekomunikasi beserta kelengkapannya.
Pekerjaan tata lingkungan mencakup antara lain: pekerjaan pengolahan dan penatuan akhir
bangunan maupun hngkungannya.
Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaankonstruksiyang menyatu dengan tempat kedudukan
baik yang ada di atas, pada, di bawah tanah dan/atau air.
Dalam pengertian menyatu dengan tempat kedudukan terkandung makna bahwa proses
penyatuannya dilakukan melalui penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Pengertian menyatu dengan tempat kedudukan tersebut dalam Pelaksanaannya perlu
memperhatikan adanya asas pemisahan horisontal dalam pemilikan hak atas tanah terhadap
bangunan yang ada di atasnya, sebagaimana asas hukum yang dianut dalam Undang-undang
mengenai agraria.
Hasil pekerjaan konstruksi ini dapat juga dalam bentuk fisik lain, antara lain: dokumen, gambar
rencana, gambar teknis, tata ruang dalam (interior), dan tata ruang luar (exterior), atau
penghancuran bangunan (demolition).
Angka 3
Pengertian orang perseorangan adalah warga negara, baik Indonesia maupun asing. Pengertian
badan adalah badan usaha dan bukan badan usaha, baik Indonesia maupun asing.
Badan usaha dapat berbentuk badan hukum, antara lain, Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, atau
bukan badan hakum, antara lain: CV, Firma.
Badan yang bukan badan usaha berbentuk badan hukum, antara lain instansi dan lembaga-
lembaga Pemerintah.
Pemilik pekerjaan/proyek adalah orang perseorangan atau badan yang memiliki
pekerjaan/proyek yang menyediakan dana dan bertanggung jawab di bidang dana.
Angka 4
Pengertian orang perseorangan dan badan usaha, penjelasannya sama dengan penjelasan pada
angka 3.
Dalam Pelaksanaan pekerjaan konstruksi penyedia jasa dapat berfungsi sebagai subpenyedia
jasa dari penyedia jasa lainnya yang berfungsi sebagai penyedia jasa utama.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Kesalahan penyedia jasa adalah perbuatan yang dilakukan secara sadar dan direncanakan atau
akibat ketidaktahuan atau kealpoan yang menyimpang dari kontrak kerja konstruksi sehingga
menimbulkan kerugian.
Kesalahan pengguna jasa yang disebabkan karena pengelolaan bangunan yang tidak sesuai
dengan fungsinya.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Pasal 2
Asas Kejujuran dan Keadilan
Mengandung pengertian kesadaran akan fungsinya dalam penyelenggaraan tertib jasa konstruksi serta
bertanggung jawab memenuhi berbagai kewajiban guna memperoleh haknya.
Asas Manfaat
Asas manfaut mengandung pengertian bahwa segala kegiatan jasa konstruksi harus dilaksanakan
berlandaskan pada prinsip-prinsip profesionalitas dalam kemarnpuan dan tanggung jawab, efisiensi
dan efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi para pihak dalam
penyelenggaraan jasa konstruksi dan bagi kepentingan nasional.
Asas Keserasian
Asas keserasian mengandung pengertian harmoni dalam interaksi antara pengguna jasa dan penyedia
jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang berwnwasan lingkungan untuk menghasilkan
produk yang berkualitas dan bermanfaat tinggi.
Asas Keseimbangan
Asas Keseimbangan mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi harus
berlandaskan pada prinsip yang menjamin terwujudnya keseimbangan antara kemampuan penyedia
jasa dan beban kerjanya. Pengguna Jasa dalam menetapkan penyedia jasa wajib mematuhi asas ini,
untuk menjamin terpilihnya penyedia jasa yang paling sesuai, dan di sisi lain dapat memberikan
peluang pemeratuan yang proporsional dalam kesempatan kerja pada penyedia jasa.
Asas Kemandirian
Asas Kemandirian mengandung pengertian tumbuh dan berkembangnya daya saing jasa konstruksi
nasional.
Asas Keterbukaan
Asas Keterbukaan mengandung pengertian ketersedinan informasi yang dapat diakses sehingga
memberikan peluang bagi para pihak, terwujudnya transparansi dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi yang memungkinkan para pihak dapat melaksanakan kewajiban secara optimal dan
kepastian akan hak dan untuk memperolehnya serta memungkinkan adanya koreksi sehingga dapat
dihindari adanya berbagai kekurangan dan penyimpangan.
Asas Kemitraan
Asas Kemitraan mengandung pengertian hubungan kerja para pihak yang harmonis, terbuka, bersifat
timbal balik, dan sinergis.
Asas Keamanan dan Keselamatan
Asas Keamanan dan Keselamatan mengandung pengertian terpenuhinya tertib penyelenggaraan jasa
konstruksi, keamanan lingkungan dan keselamatan kerja, serta memanfaatan hasil pekerjaan
konstruksi dengan tetap memperhatikan kepentingan umum.
Pasal 3
Huruf a.
Jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis dalam sistem pembangunan nasional,
untuk mendukung berbagai bidang kehidupan masyarakat dan menumbuhkembangkan berbagai
industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c.
Peran masyarakat meliputi baik peran yang bersifat langsung sebagai penyedia jasa, pengguna
jasa, dan pemanfaat hasil pekerjaan konstruksi, maupun peran sebagai warganegara yang
berkewajiban turut melaksanakan pengawasan untuk menegakkan ketertiban penyelenggaraan
pembangunan jasa konstruksi dan melindungi kepentingan umum.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pekerjaan perencana konstruksi dapat dilakukan dalam satu paket kegiatan mulai dari studi
pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi atau perbagian
dari kegiatan.
Studi pengembangan mencakup studi insepsion, studi fisibilitas, penyusunan kerangka usulan.
Ayat (3)
Pekerjaan Pelaksanaan konstruksi dapat diadakan dalam satu paket kegiatan mulai darI
penyiapan lapangan sampai dengan hasil akhir pekerjaan atau per bagian kegiatan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pembatasan pekerjaan yang boleh dilakukan oleh orang perseorangan dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan terhadap para pihak maupun masyarakat atas risiko pekerjaan
konstruksi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
a. Fungsi perijinan yang mempunyai fungsi publik, dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dalam
usaha dan/atau pekerjaan jasa konstruksi.
b. Standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian kerja adalah pengakuan tingkat keahlian kerja setiap
badan usaha baik nasional maupun asing yang bekerja di bidang usaha jasa konstruksi. Pengakuan
tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh badan/ lembaga yang ditugasi untuk
melaksanakan tugas-tugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan
melalui kegiatan registrasi, yang meliputi: klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi. Dengan demikian
hanya badan usaha yang memiliki sertifikat tersebut yang diizinkan untuk bekerja di bidang usaha
jasa konstruksi.
Penyelenggaraan jasa konstruksi berskala kecil pada dasarnya melibatkan pengguna jasa dan
penyedia jasa orang perseorangan atau usaha kecil.
Untuk tertib penyelenggaraan jasa konstruksi ketentuan yang menyangkut keteknikan misalnya
sertifikasi tenaga ahli harus tetap dipenuhi secara bertahap tergantung kondisi setempat.
Namun penerapan ketentuan perikatan dapat disederhanakan dan pemilihan penyedia jasa dapat
dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukan langsung sesuai ketentuan Pasal I 7
ayat (3).
Pasal 9
(ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat 4)
a. Standard klasifikasi dan kualifikasi keterampilan kerja dan keahlian kerja adalah pengakuan
tingkat ketrampilan kerja dan keahlian kerja setiap orang yang bekerja di bidang usaha jasa
konstruksi ataupun yang bekerja orang perseorangan.
Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh badan/lembaga yang ditugasi
untuk melaksanakan tugastugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut
dilakukan melalui kegiatan registrasi yang meliputi: klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi.
Dengan demikian hanya orang perseorangan yang memiliki sertifikat tersebut yang diizinkan
untuk bekerja di bidang usaha jasa konstruksi.
b. Standardisasi klasifikasi dan kualifikasi keterampilan dan keahlian kerja bertujuan untuk
terwujudnya standar produktivitas kerja dan mutu hasil kerja dengan memperhatikan standar
imbal jasa, serta kode etik profesi untuk mendorong tumbah dan berkembangnya tanggung
jawab profesional.
c. Pelaksanaan ketentuan sertifikasi khususnya ayat (4) dilaksanakan secara bertahap sesuai
dengan kondisi tenaga keria konstruksi nasional dan tingkat kemampuan upaya
pemberdayaannya.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Mekanisme pertanggungan dimaksud dapat dilakukan melalui antara lain sistim asuransi. Di
samping itu untuk memenuhi pertanggungjawaban kepada pengguna jasa, dikenakan sanksi
administrasi yang menyangkut profesi.
Pasal 12
Ayat (1)
Dengan pendekatan ini diharapkan terwujud restrukturisasi bidang usaha jasa konstruksi yang
menunjang efisiensi usaha, karena kemampuan penyedia jasa baik dalam skala usaha maupun
kualifikasi usaha akan saling mengisi dalam kemitraan yang sinergis dan komplementer, karena
saling memerlukan, yang dalam hubungan transaksionalnya dilandasi oleh kesetaraan dalam hak
dan kewajiban.
Ayat (2)
Dalam pengembangan usaha tersebut, dimungkinkan tumbuhnya jasa antara lain dalam bentuk
manaiemen proyek, manajemen konstruksi, serta bentuk jasa lain sesuai dengan tuntutan dan
pertumbuhan dunia jasa konstruksi.
Ayat (3)
Sama dengan penjelasan ayat (2).
Pasal 13
Pendanaan berupa modal untuk investasi dan modal kerja dapat diperoleh melalui lembaga keuangan
yang terdiri dari bank atau bukan bank sebagai mitra usaha.
Untuk mengatasi risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dapat ditempuh
melalui pertanggungan dengan mitra usaha antara lain: Jaminan penawaran, jaminan Pelaksanaan,
jaminan uang maka, jaminan sosial tenaga kerja, Construction All Risk Insurance, Professional
Liability Insurance, Professional Indemnity Insurance.
Di samping itu jasa konstruksi juga memerlukan dukungan sumber informasi mengenai ketersediaan
peralatan, bahan dan komponen bangunan.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "wakil" adalah orang perseorangan atau badan yang diberi kuasa secara
hukum untuk bertindak mewakili kepentingan pengguna jasa secara penah atau terbatas dalam
hubungannya dengan penyedia jasa.
Penunjukan wakil tersebut tidak melepaskan tanggung jawab pengguna jasa atas semua
kewajiban dalam pekerjaan konstruksi yang harus dipenuhi kepada penyedia jasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "bukti kemampuan membayar dalam bentuk lain" antara lain jaminan
dalam bentuk barang bergerak dan/atau tidak bergerak.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "kelengkapan yang dipersyaratkan" adalah berbagai surat keterangan
dan izin yang harus dimiliki oleh pengguna jasa yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan
konstruksi.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penggabungan ketiga fungsi tersebut dikenal antara lain dalam model penggabungan perencana,
pengaduan, dan pembangunan (engineering, procurement, and construction) serta model
penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and buildJ dengan tetap menjamin
terwujudnya efisiensi.
Pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan pada umumnya bersifat Icompleks, memerlukan
teknologi canggih serta berisiko besar seperti: pembangunan kilang minyak, pembangkit tenaga
listrik, dan reaktor nuklir.
Dalam pemilihan penyedia jasa untuk pekerjaan tersebut di atas, tetap diwajibkan mengikuti
ketentuan pengikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 17.
Pasal 17
Ayat (1)
Pengikatan merupakan suatu proses yang ditempuh oleh pengguna jasa dan penyedia jasa pada
kedudukan yang sejajar dalam mencapai suatu kesepakatan untuk melaksanakan pekerjaan
konstruksi. Dalam setiap tahapan proses ditetapkan hak dan kewajiban masing-masing pihak
yang adil dan serasi yang disertai dengan sanksi.
Prinsip persaingan yang sehat mengandung pengertian, antara lain:
a. diakuinya kedudukan yang sejajar antara pengguna jasa dan penyedia jasa;
b. terpenahinya ketentuan asas keterbukaan dalam proses pemilihan dan penetapan:
c. adanya peluang keikutsertaan dalam setiap tahapan persaingan yang sehat bagi penyedia
jasa sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang dipersyaratkan;
d. keseluruhan pengertian tentang prinsip persampan yang sehat tersebut dalam huruf a, b,
dan c dituangkan dalam dokumen yang jelas, lengkap, dan diketahui dengan baik oleh
semua pihak serta bersifat mengikat.
Dengan Pemilihan atas dasar prinsip persaingan yang sehat, pengguna jasa mendapatkan
penyedia jasa yang andal dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan rencana konstruksi
ataupun bangunan yang berkualitas sesuai dengan jangka waktu dan biaya yang ditetapkan. Di
sisi lain merupakan upaya untuk menciptakan iklim usaha yang mendukung tumbuh dan
berkembangnya penyedia jasa yang semakin berkualitas dan mampu bersaing.
Pemilihan yang didasarkan atas persaingan yang sehat dilakukan secara umum, terbatas, ataupun
langsung. Dalam pelelangan umum setiap penyedia jasa yang memenuhi kualifikasi yang
diminta dapat mengikutinya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Keadaan tertentu antara lain meliputi:
1. penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat;
2. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa yang sangat
terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak;
3. pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara;
4. Pekerjaan yang berskala kecil.
Ayat (4)
Pertimbangan antar kesesuaian bidang serta keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja
serta kinerja penyedia jasa dimaksudkan agar penyedia jasa yang terpilih betul-betul memiliki
kualifikasi dan klasifikasi sebagaimana yang diminta serta memiliki kemampuan nyata untuk
melaksanakan pekerjaan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "prinsip keahlian dalam menyusun dokumen penawaran" adalah dengan
mengindahkan prinsip profesionalisme, kesesuaian, dan pemenuhan ketentuan sebagaimana
tersebut dalam dokumen pemilihan dan dokumen tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "mengikat", adalah bahwa materi yang tercantum dalam dokumen
penawaran yang disampaikan penyedia jasa, atau dokumen pemilihan yang diterbitkan oleh
pengguna jasa tidak diperkenankan diubah secara sepihak sejak penyampaian dokumen
penawaran sampai dengan penetapan secara tertulis.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Yang dimaksud dengan "Perusahaan terafiliasi" adalah perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki
oleh satu perusahaan induk. Pemberian pekerjaan kepada penyedia jasa yang terafiliasi dengan
pengguna jasa tersebut dapat dibenarkan apabila pemilihannya didasarkan pada proses pelelangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
Pasal 21
Ayat (1)
Pada dasarnya subpenyedia jasa adalah penyedia jasa. Oleh karena itu sebagaimana perlakuan
terhadap penyedia jasa yang berfungsi sebagai penyedia jasa utama, subpenyedia jasa
mempunyai kewajiban yang sama dalam keikutsertaan untuk melaksanakan pekerjaan
konstruksi melalui persaingan yang sehat sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang
dipersyaratkan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "identitas para pihak" adalah nama, alamat, kewarganegaraan,
wewenang penandatanganan, dan domisili.
Huruf b
Lingkup kerja meliputi hal-hal berikut:
1) Volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan termasuk volume
pekerjaan tambah atau kurang.
Dalam mengadakan perubahan volume pekerjaan, perlu ditetapkan besaran perubahan
volume yang tidak memerlukan persetujuan para pihak terlebih dahulu.
Bagi pekerjaan perencanaan dan pengawasan, lingkup pekerjaan dapat berupa laporan
hasil pekerjaan konstruksi yang wajib dipertanggung-jawabkan yang merupakan hasil
kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis.
2) Persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam
mengadakan interaksi.
3) Persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedia jasa.
4) Pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk
Pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan
masyarakat. Perlindungan tersebut dapat berupa antara lain asuransi atau jaminan yang
diterbitkan oleh bank atau lembaga bukan bank.
5) Laporan hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan
dalam bentuk dokumen tertulis.
Nilai pekerjaan, yakni jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk
Pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan.
Batasan waktu Pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keselurahan lingkup
pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.
Huruf c dan d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "informasi" adalah dokumen yang lengkap dan benar yang harus
disediakan pengguna jasa bagi penyedia jasa agar dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan
tugas dan kewajibannya.
Dokumen tersebut, antara lain, meliputi izin mendirikan bangunan dan dokumen penyerahan
penggunaan lapangan untuk bangunan beserta fasilitasnya.
Huruf f
Pembayaran dapat dilaksanakan secara berkala, atau atas dasar persentase tingkat kemajuan
pelaksanaan pekerjaan, atau cara pembayaran yang dilakukan sekaligus setelah proyek
selesai.
Huruf g
Cidera janji adalah suatu keadaan apabila salah satu pihak dalam kontrak kerja konstruksi:
1) tidak melakukan apa yang diperjanjikan; dan/atau
2) melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan;
dan/atau
3) melakukan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat; dan/atau
4) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Yang dimaksud dengan tanggung jawab, antara lain, berupa pemberian kompensasi,
penggantian biaya dan atau perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil
pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, atau pemberian ganti rugi.
Huruf h
Penyelesaian perselisihan memuat ketentuan tentang tatacara penyelesaian perselisihan yang
diakibatkan antara lain oleh ketidaksepakatan dalam hal pengertian, penafsiran, atau
Pelaksanaan berbagai ketentuan dalam kontrak kerja konstruksi serta ketentuan tentang
tempat dan cara penyelesaian.
Penyelesaian perselisihan ditempuh melalui antara lain musyawarah, mediasi, arbitrase
ataupun pengadilan.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Keadaan memaksa mencakup:
1) Keadaan memaksa yang bersifat mutlak (absolut) yakni bahwa para pihak tidak mungkin
melaksanakan hak dan kewajibannya;
2) Keadaan memaksa yang bersifat tidak mutlak (relatif), yakni bahwa para pihak masih
dimungkinkan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya;
Risiko yang diakibatkan oleh keadaan memaksa dapat diperjanjikan oleh para pihak,
antara lain, melalui lembaga pertanggungan (asuransi).
Huruf l
Perlindungan pekerja sesuai dengan ketentuan undang-undang mengenai keselamatan kerja,
serta undang-undang mengenai jaminan sosial tenaga kerja.
Huruf m
Aspek lingkungan mengikuti ketentuan undang-undang mengenai pengelolaan lingkungan
hidup.
Ayat (3)
Kekayaan Intelektual adalah hasil inovasi perencana konstruksi dalam suatu Pelaksanaan
kontrak kerja konstruksi baik bentuk hasil akhir perencanaan dan/atau bagian-bagiannya yang
kepemilikannya dapat diperjanjikan.
Penggunaan hak atas kekayaan intelektual yang sudah dipatenkan harus dilindungi sesuai
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Ayat (4)
Yang dimaksd dengan "insentif" adalah pengharguan yang diberikan kepada penyedia jasa atas
prestasinya, antara lain kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih awal dari pada yang
diperjanjikan dengan tetap menjaga mutu sesuai yang dipersyaratkan.
Insentif dapat berupa uang ataupun bentuk lainnya.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Tahapan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yakni perencanaan yang meliputi: pra
studi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan umum, dan perencanaan teknik; serta
Pelaksanaan beserta pengawasannya yang meliputi: Pelaksanaan fisik, pengawasan, uji coba,
dan penyerahan bangunan.
Kegiatan dalam setiap tahap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi:
a. penyiapan, ynitu kegiatan awal penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk memenuhi
berbagai persyaratan yang diperlukan dalam memulai pekerjaan perencanaan atau
pelaksanaan fisik dan pengawasan;
b. pengerjaan, yaitu:
1) Dalam tahap perencanaan, merupakan serangkaian kegiatan yang menghasil-kan berbagai
laporan tentang tingkat kelayakan, rencana umum/induk, dan rencana teknis;
2) Dalam tahap pelaksanaan, merupakan serangkaian kegiatan pelaksanaan fisik beserta
pengawasannya yang menghasilkan bangunan;
c. pengakhiran, yaitu kegiatan untuk menyelesaikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
1) dalam tahap perencanaan, dengan disetujuinya laporan akhir dan dilaksana-kannya
pembayaran akhir;
2) dalam tahap pelaksanaan dan pengawasan, dengan dilakukannya penyerahan akhir
bangunan dan dilaksanakannya pembayaran akhir.
Ayat (2)
Ketentuan tentang keteknikan meliputi: standar konstruksi bangunan, standar mutu hasil
pekerjaan, standar mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan standar mutu peralatan.
Ketentuan tentang ketenagakerjaan meliputi: persyaratan standar keahlian dan keterampilan yang
meliputi bidang dan tingkat keahlian serta keterampilan yang diperlukan dalam Pelaksanaan
pekerjaan konstruksi.
Ayat (3)
Kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
a. Dalam kegiatan penyiapan
1. pengguna jasa, antara lain:
a) Menyerahkan dokumen lapangan untuk Pelaksanaan konstruksi, dan fasilitas
sebagaimana ditentukan dalam kontrak kerja konstruksi;
b) Membayar uang muka atas penyerahan jaminan uang maka dari penyedia jasa apabila
diperjanjikan.
2. penyedia jasa, antara lain:
a) menyampaikan usul rencana kerja dan penanggung jawab pekerjaan untuk
mendapatkan persetujuan pengguna jasa;
b) memberikan jaminan uang muka kepada pengguna jasa apabila diperjanjikan;
c) mengusulkan calon subpenyedia jasa dan pemasok untuk mendapatkan persetujuan
pengguna jasa apabila diperjanjikan.
b. Dalam kegiatan pengerjaan:
1. pengguna jasa, antara lain:
memenuhi tanggungjawabnya. sesuai dengan kontrak kerja dan menanggung semua risiko
atas ketidakbenaran permintaan, ketetapan yang dimintanya/ ditetapkannya yang tertuang
dalam kontrak kerja.
2. penyedia jasa, antara lain:
mempelajari, meneliti kontrak kerja, dan melaksanakan sepenuhnya semua materi kontrak
kerja baik teknik dan administrasi, dan menanggung segala risiko akibat kelalaiannya.
c. Dalam kegiatan pengakhiran:
1. pengguna jasa, antara lain:
memenuhi tanggungjawabnya sesuai kontrak kerja kepada penyedia jasa yang telah
berhasil mengakhiri dan melaksanakan serah terima akhir secara teknis dan administratif
kepada pengguna jasa sesuai kontrak kerja.
2. penyedia jasa, antara lain:
meneliti secara seksama keseluruhan pekerjaan yang dilaksanakannya serta
menyelesaikannya dengan baik sebelum mengajukan serah terima akhir kepada pengguna
jasa.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Pengikutsertaan subpenyedia jasa dibatasi dengan adanya tuntutan pekerjaan yang memerlukan
keahlian khusus dan ditempuh melalui mekanisme sub kontrak, dengan tidak mengurangi
tanggung jawab penyedia jasa terhadap selurnh hasil pekerjaannya.
Bagian pekerjaan yang akan dilaksanakan subpenyedia jasa harus mendapat persetujuan
pengguna jasa tugas.
Pengikutsertuan subpenyedia jasa bertujuan memberikan peluang bagi subpenyedia jasa yang
mempunyai keahlian spesifik melalui mekanisme keterkaitan dengan penyedia jasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hak-hak subpenyedia jasa, antara lain adalah hak untuk menerima pembayaran secara tepat
waktu dan tepat jumlah yang harus dijamin oleh penyedia jasa. Dalam hal ini pengguna jasa
mempunyai kewajiban untuk memantau Pelaksanaan pemenahan hak subpenyedia jasa oleh
penyedia jasa.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penetapan kegagalan hasil pekerjaan konstruksi oleh pihak ketiga selaku penilai ahli
dimaksudkan untuk menjaga obycktivitas dalam penilaian dan penetapan suatu kegagalan hasil
pekerjaan konstruksi.
Penilai ahli terdiri dari orang perseorangan, atau kelompok orang atau lembaga yang disepakati
para pihak, yang bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara obyektif dan
profesional.
Pasal 26
Ayat (1)
Pelaksanaan ganti rugi dapat dilakukan melalui mekanisme pertanggungan yang
pemberlakuannya disesuaikan dengan tingkat pengembangan sistem pertanggungan bagi
perencana dan pengawas konstruksi.
Ayat (2)
Pertanggungjawaban pelaksana konstruksi di bidang usaha dikenakan kepada pelaksana
konstruksi maupun sub pelaksana konstruksi dalam bentuk sanksi administrasi sesuai tingkat
kesalahan.
Besaran ganti rugi yang menjadi tanggung jawab pelaksana konstruksi dalam hal terjadi
kegagalan hasil pekerjaan konstruksi diperhitungkan dengan mempertimbangkan antara lain
tingkat kegagalannya.
Pelaksanaan ganti rugi dapat dilakukan melalui mekanisme pertanggungan yang
pemberlakuannya disesuaikan dengan tingkat pengembangan sistem pertanggungan bagi
pelaksana konstruksi.
Pasal 27
Lihat penjelasan Pasal 25 ayat (3).
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Hak masyarakat dalam melakukan pengawasan, baik dalam tahap perencanaan, Pelaksanaan, dan
pengawasan pekerjaan, maupun pemanfaatan hasil-hasilnya.
Penggantian yang layak diberikan kepada yang dirugikan sepanjang dapat membuktikan bahwa
secara langsung dirugikan sebagai akibat perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan
pekerjaan konstruksi didasarkan atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 30
Kewajiban dimaksud mengandung makna bahwa setiap orang turut berperan serta dalam menjaga
ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang jasa konstruksi.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Asosiasi Perusahaan jasa konstruksi, merupakan satu atau lebih wadah organisasi dan atau
himpunan para pengusaha yang bergerak di bidang jasa konstruksi untuk memperjuangkan
kepentingan dan aspirasi para anggotanya.
Asosiasi profesi jasa konstruksi, merupakan satu atau lebih wadah organisasi dan atau
Himpunan perorangan, atas dasar kesamaan disiplin keilmuan di bidang konstruksi atau
kesamaan profesi di bidang jasa konstruksi, dalam usaha mengembangkan keahlian dan
memperjuangkan aspirasi anggota.
Asosiasi bersifat independen, mandiri dan memiliki serta menjunjung tinggi kode etik profesi.
Mitra usaha asosiasi perusahaan barang dan jasa adalah orang perseorangan atau badan usaha
yang kegiatan usahanya di bidang penyediaan barang atau jasa baik langsung maupun tidak
langsung mendukung usaha jasa konstruksi.
Wakil-wakil instansi Pemerintah yang duduk dalam forum jasa konstruksi adalah pejabat yang
ditunjuk oleh instansi Pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi pembinaan dalam bentuk
pemberdayaan dan pengawasan di bidang jasa konstruksi.
Peran Pemerintah dalam pembinaan jasa konstruksi masih dominan, dengan UndangUndang ini,
pengembangan usaha jasa konstruksi diserahkan sepenuhnya kepada masparakat jasa
konstruksi.
Dalam tahap awal Pelaksanaan UndangUndang ini peran Pemerintah masih diperlukan untuk:
a. mengambil inisiatif/prakarsa dalam mewujudkan peran forum;
b. memberikan dukungan fasilitas termasuk pendanaan untuk memungkinkan terwujud dan
berfungsinya peran masyarakat jasa konstruksi (wadah organisasi pengembangan jasa
konstruksi) berikut lembaga-lembaga pelaksanaannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Wakil instansi Pemerintah yang duduk dalam lembaga adalah yang ditunjuk oleh instansi yang
mempunyai tugas dan fungsi pembinaan di bidang jasa konstruksi.
Dalam mewujudkan peran Lembaga, pada tahap awal Pemerintah dapat mengambil inisiatif
dalam menetapkan pembentukan lembaga, serta memberikan dukungan fasilitas termasuk
pendanaan operasionalnya.
Ayat (2)
Huruf a
Pengembangan jasa konstruksi yang dilakukan oleh lembaga dimaksudkan, antara lain:
1. agar penyedia jasa mampu memenuhi standar-standar nasional, regional, dan
internasional;
2. mendorong penyedia jasa untuk mampu bersaing di pasar nasional maupun
internasional.
3. mengembangkan sistem informasi jasa konstruksi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
(ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 5, dan ayat 6)
a. Mengingat peran jasa konstruksi dalam pembangunan nasional, maupun dalam mendukung
perluasan kesempatan usaha dan lapangan kerja, serta mengingat kewajiban Pemerintah
untuk melindungi kepentingan masyarakat dan kepentingan nasional pada umumnya, maka
Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap jasa konstruksi.
b. Pembinaan yang meliputi pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan, dilakukan oleh
Pemerintah terhadap:
1) Jasa konstruksi, dengan tujuan:
a) menumbuhkan pemahaman dan kesadaran akan peran strategisnya dalam
Pelaksanaan pembangunan nasional yang membawa konsekuensi timbulnya hak dan
kewajiban yang harus dipenuhinya;
b) mendorong terwujudnya penyedia jasa untuk meningkatkan kemampuannya, baik
secara langsung maupun melalui asosiasi, agar mampu memenuhi hak dan
kewajibannya;
c) menjamin terpenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan yang berlaku sehingga
mendorong terwujudnya tertib usaha jasa konstruksi maupun tertib penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi.
2) Pengguna jasa, dengan tujuan:
a) menumbuhkan pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsinya serta hak dan
kewajibannya dalam pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;
b) menjamin terpenahinya hak dan kewajiban berdasarkan ketentuan yang berlaku
sehingga mendorong terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
3) Masyarakat, dengan tujuan:
a) menumbuhkan pemahaman akan peran strategis jasa konstruksi dalam Pelaksanaan
pembangunan nasional;
b) menumbuhkan kesadaran akan hak dan kewajibannya dalam mewujudkan tertib
usaha jasa konstruksi, tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dan dalam
memanfaatkan hasil pekerjaan konstruksi;
c) dalam Pelaksanaannya, pembinaan dapat dilakukan oleh Pemerintah melalui suatu
kegiatan dalam bentuk forum dan lembaga.
Forum merupakan fasilitas dan/atau sarana untuk mendorong terciptanya pemanfaatan
dan pengawasan secara optimal terhadap penyelenggaraan jasa konstruksi nasional bagi
masyarakat pada umumnya dan atau masyarakat jasa konstruksi pada khususnya.
Lembaga merupakan wadah pembinaan pelaksanaan jasa konstruksi.
Sebagian pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah dapat dilimpahkan kepada
Pemerintah Daerah.
Pasal 36
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi hak keperdataan para pihak yang
bersengketa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya putusan yang berbeda
mengenai suatu sengketa jasa konstruksi untuk menjamin kepastian hukum.
Pasal 37
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini untuk mempertegas bahwa sengketa jasa konstruksi dapat terjadi pada
kegiatan para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Ayat (2)
Sejalan dengan ketentuan tentang kontrak kerja konstruksi para pihak telah menyetujui bahwa
sengketa diantara mereka dapat diselesaikan dengan menggunakan jasa pihak ketiga sesuai
dengan ketentuan yang berlaku tentang arbitrase dan alternatif pilihan penyelesaian sengketa.
Penunjukan pihak ketiga tersebut dapat dilakokan sebelum sesuatu sengketa terjadi, ynitu
dengan menyepakatinya dan mencantumkannya dalam kontrak kerja konstruksi.
Dalam hal penunjukan pihak ketiga dilakukan setelah sengketa terjadi, maka hal itu harus
disepakati dalam suatu akta tertulis yang ditandatangani para pihak sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
Jasa pihak ketiga yang dimaksud di atas antara lain: arbitrase baik berupa lembaga atau ad-hoc
yang bersifat nasional maupun internasional, mediasi, konsiliasi atau penilai ahli.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "hak mengajukan gugatan perwakilan" pada ayat ini adalah hak
kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang
dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum dan ketentuan yang ditimbulkan
karena kerugian atau gangguan sebagai akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 39
Khusus gugatan perwakilan yang diajukan oleh masyarakat tidak dapat berupa tuntutan membayar
ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, ynitu:
a. memohon kepada pengadilan agar salah satu pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan kewajibannya atau tujuan dari
kontrak kerja konstruksi;
b. menyatakan seseorang (salah satu pihak) telah melakukan perbuatan melanggar hakum karena
melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan bersama dalam kontrak kerja konstruksi;
c. memerintahkan seseorang (salah satu pihak) yang melakukan usaha/kegiatan jasa konstruksi
untuk membnat atau memperbaiki atau mengadakan penyelamatan bagi para pekerja jasa
konstruksi.
Yang dimaksud dengan "biaya atau pengeluaran riil" adalah biaya yang nyatanyata dapat
dibuktikan sudah dikeluarkan oleh masyarakat dalam kaitan dengan akibat penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3833
peraturan/0tkbpera/7048a4636546df0025a5a78b0fc517c0.txt · Last modified: by 127.0.0.1