peraturan:0tkbpera:665d5cbb82b5785d9f344c46417c6c36
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 31 Mei 1993 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 147/PJ.32/1993 TENTANG FASILITAS PERPAJAKAN BAGI PERUSAHAAN YANG MERUPAKAN PENGGABUNGAN (MERGER) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 27 April 1993 perihal tersebut di atas, maka setelah mempelajari dengan seksama surat tersebut ternyata permasalahannya tidaklah terbatas pada permasalahan yang Saudara tanyakan, tetapi berkaitan pula dengan masalah perpajakan lainnya dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (Merger). Untuk itu diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Ketentuan-ketentuan yang berlaku. 1.1. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 huruf d angka 1) UU PPN 1984 yang termasuk dalam pengertian Penyerahan BKP adalah : huruf e) : pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma; huruf f) : persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan. 1.2. Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 577/KMK.00/1989 jumlah PPN yang telah diberikan penangguhan harus disetor kembali ke Kas Negara, apabila barang modal sebagaimana tersebut pada Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan tersebut ternyata : a. digunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai ketentuan Pasal 1; b. dijual atau dipindahtangankan baik sebagian maupun seluruhnya sebelum habis nilai bukunya sebagaimana diatur dalam UU Pajak Penghasilan; c. PPN yang ditangguhkan tersebut dikreditkan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 577/KMK.00/1989 tersebut besarnya PPN yang harus disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b Keputusan Menteri Keuangan tersebut, sebanding dengan besarnya nilai buku berdasarkan UU PPh pada saat terjadinya penyimpangan penggunaan atau pemindahtanganan barang modal tertentu. Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 577/KMK.00/1989 jumlah pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus disetor selambat-lambatnya pada tanggal 15 setelah akhir masa pajak terjadinya penyimpangan penggunaan barang modal. 1.3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1441b/KMK.04/1989 dalam hal barang modal dipindahtangankan, Pajak Masukan yang telah dikreditkan harus dibayar kembali. 1.4. Sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1441b/KMK.04/1989 dalam hal terjadi pemindahtanganan atau perubahan penggunaan barang modal untuk kegiatan lain di luar kegiatan usaha bagi PKP yang memperoleh penangguhan pembayaran PPN sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 577/KMK.00/1989, maka PPN yang semula telah diberikan penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan tersebut, harus dibayar kembali. Sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1441b/KMK.04/1989 penghitungan dan tata cara pembayaran pembayaran jumlah PPN yang harus dibayar kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Keputusan ini. 2. Dalam butir X angka 1 Lampiran Surat Persetujuan BKPM Nomor : XXX tanggal 6 Juni 1992 telah tegas-tegas (secara explisit) disebutkan bahwa fasilitas perpajakan yang telah dinikmati perusahaan- perusahaan yang tergabung dalam merger tersebut dihentikan terhitung tanggal Surat Persetujuan merger tersebut. Sedangkan pada butir X angka 2 Lampiran surat persetujuan tersebut telah tegas pula disebutkan mengenai fasilitas Bea Masuk dengan tidak menyebut pungutan pabean lainnya. Jadi jelas bahwa fasilitas penangguhan pembayaran PPN atas impor barang modal tertentu tersebut tidak termasuk dalam pengertian fasilitas yang masih dapat dinikmati, karena PPN impor jelas-jelas tidak termasuk Bea Masuk. 3. Mengingat hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : 3.1. Fasilitas berupa penangguhan PPN atas impor atau perolehan barang modal tertentu harus ditagih kembali sesuai dengan ketentuan seperti pada butir 1.2. dan butir 1.4. 3.2. Ada kemungkinan bahwa atas barang modal yang dialihkan terdapat barang modal yang pada saat perolehannya membayar PPN Masukan dan telah dikreditkan. Pajak Masukan atas barang modal semacam ini yang ikut dialihkan pada saat merger harus ditagih kembali sesuai dengan ketentuan seperti tersebut pada butir 1.3. 4. Sisa persediaan BKP pada saat merger terutang PPN oleh PT XYZ sesuai dengan ketentuan seperti tersebut pada butir 1.1. Bila pada saat penyerahan sisa persediaan BKP tersebut PT "XYZ" masih berkedudukan sebagai PKP (Pengukuhan PKP belum dicabut), maka PT "XYZ" masih berhak membuat Faktur Pajak, sehingga Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bagi PT ABC. Walaupun pada saat penyerahan BKP tersebut tidak dibuatkan Faktur Pajak, PPN tetap terutang oleh PT "XYZ". 5. Petunjuk penyelesaian tersebut di atas juga dapat dipakai sebagai pedoman dalam permasalahan yang sama untuk perusahaan lain yang ikut merger. Demikian untuk dilaksanakan sebaik-baiknya. DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd. FUAD BAWAZIER
peraturan/0tkbpera/665d5cbb82b5785d9f344c46417c6c36.txt · Last modified: (external edit)