peraturan:0tkbpera:65cf25ef90de99d93fa96dc49d0d8b3c
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
3 Maret 2005
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 01/PJ.75/2005
TENTANG
KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK TAHUN 2005
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Berdasarkan evaluasi perkembangan tunggakan pajak sampai dengan 31 Desember 2004, terdapat saldo
akhir tunggakan adalah sekitar Rp 23,523 triliun dan USD 224 juta sehingga total saldo akhir tunggakan adalah
sekitar Rp 25,543 triliun. Dalam rangka mendukung tercapainya rencana penerimaan pajak nasional tahun
2005, perlu diupayakan pengurangan/pencarian tunggakan pajak secara optimal melalui peningkatan kegiatan
operasional penagihan antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendukung tercapainya rencana penerimaan pajak tahun 2005 perlu dilaksanakan intensifikasi
kegiatan penagihan pajak secara terpadu, profesional, terfokus, terukur dan konsisten serta sesuai
dengan prosedur hukum yang berlaku.
2. Rencana pencairan tunggakan pajak nasional ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk tunggakan pajak atas ketetapan yang terbit sebelum tahun 2005, alokasi rencana
pencairan tunggakan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dapat dilihat pada
lampiran 1 Surat Edaran ini. Rencana ini ditetapkan berdasarkan sisa tunggakan dari
ketetapan yang terbit dalam tahun 2004 dan sebelumnya.
b. Untuk tunggakan pajak atas ketetapan yang terbit selama tahun 2005, rencana pencairan
tunggakan pajaknya adalah minimal sebesar 50%
3. Standar prestasi pelaksanaan kegiatan penagihan pajak tahun 2005 adalah sebagai berikut :
3.1 Penyampaian Surat Paksa : 12 SP per Jurusita per bulan.
3.2 Penyampaian SPMP : 3 SPMP per Jurusita per bulan.
3.3 Pelaksanaan Lelang : 1 lelang per Triwulan per KPP.
3.4 Pemblokiran Rekening Bank : minimal 1 Wajib Pajak per bulan per KPP.
3.5 Pencegahan :
3.5.a Bagi Kanwil DJP yang berada di pulau Jawa : minimal 2 Wajib Pajak per Triwulan per
Kanwil.
3.5.b Bagi Kanwil DJP yang berada di luar pulau Jawa : minimal 1 Wajib Pajak per Triwulan
per Kanwil.
Apabila tempat pelaksanaan SP, SPMP, Lelang atau Pemblokiran berada di luar wilayah kerja Kantor
Pelayanan Pajak (KPP)/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) yang menerbitkan surat
ketetapan pajak, maka Kepala KPP/KPPBB yang bersangkutan meminta bantuan kepada Kepala KPP/
KPPBB yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan SP, SPMP, Lelang atau Pemblokiran.
Dalam hal satu kota terdapat beberapa KPP atau beberapa KPPBB maka pelaksanaannya mengikuti
ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 564/KMK.04/2000 tanggal 26
Desember 2000. Standar prestasi pelaksanaan SP, SPMP, Lelang atau Pemblokiran tersebut diberikan
kepada KPP/KPPBB yang meminta bantuan dan KPP/KPPBB yang memberikan bantuan.
4. Bagi KPP/KPPBB yang mengalami kekurangan tenaga pelaksana juru sita pajak dapat menunjuk dan
mengangkat juru sita yang telah menjabat sebagai Koordinator Pelaksana pada KPP/KPPBB pada
umumnya atau Koordinator Pelaksana pada Seksi Penagihan pada khususnya, atau Kepala Seksi
Penagihan atau Kepala KP4, sepanjang yang bersangkutan memenuhi ketentuan pasal 2 Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-syarat, Tata Cara
Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak (Lulusan Program Diploma III Spesialisasi Pajak,
Diklat Teknis Substantif Dasar Pajak I atau Diklat Teknis Substantif Dasar Pajak II dianggap telah
memiliki pendidikan dan sertifikat juru sita).
5. Kepala Kantor Wilayah DJP memantau dan memastikan bahwa setiap Kantor Pelayanan Pajak/Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan di wilayah kerjanya mempunyai paling sedikit satu kendaraan
operasional yang dapat digunakan untuk pelaksanaan kegiatan penagihan.
6. Kantor Wilayah DJP/Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
meningkatkan koordinasi regional/lokal dengan instansi terkait untuk kelancaran kegiatan penagihan
berdasarkan prinsip kebersamaan tugas sebagaimana yang telah disepakati pada MOU antara Dirjen
Pajak dengan POLRI/Menteri Kehakiman dan HAM RI/Gubernur/Walikota/Bupati serta kerja sama
dengan pihak bank sesuai Surat Deputi Gubernur BI No. 2/35/DpG/DHk tanggal 30 Mei 2000 (lampiran
2).
7. Kantor Wilayah DJP perlu membentuk Bank Data atas semua harta kekayaan Wajib Pajak/
Penanggung Pajak yang terdaftar di wilayahnya yang tersimpan pada bank sehingga memudahkan
Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dalam melakukan pemblokiran
dan penyitaan harta kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank.
8. Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan melaksanakan pemantauan
dan pengawasan tindakan penagihan pajak terhadap 100 Penunggak Pajak Terbesar yang ada di
wilayah kerjanya. Hasil pemantauan dan pengawasan tersebut dilaporkan kepada Kepala Kantor
Wilayah DJP atasannya setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Berdasarkan laporan tersebut, Kantor
Wilayah DJP melakukan analisa dan menyampaikan Laporan Analisa Pencairan Tunggakan Pajak 100
Wajib Pajak Penunggak Pajak Terbesar kepada Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan cq.
Subdit Penagihan setiap tanggal 15 bulan berikutnya.
9. Kantor Wilayah DJP/Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan agar
melakukan bedah tunggakan yang dilanjutkan dengan pemanggilan terhadap 20 Wajib Pajak
Penunggak Pajak Terbesar di wilayah kerjanya setiap bulan untuk penyelesaian tunggakan pajak
Wajib Pajak.
10. Pelaksanaan penyitaan aset Wajib Pajak/Penanggung Pajak agar diprioritaskan atas kekayaan
penanggung pajak berupa monetary assets seperti deposito berjangka, tabungan, saldo rekening
koran, giro, piutang atau tagihan, obligasi, saham dan surat berharga lainnya. Khusus penyitaan atas
harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dilaksanakan dengan pemblokiran
terlebih dahulu. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak pelaksanaan sita,
penanggung pajak tidak melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak, Kepala Kantor Pelayanan
Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan segera meminta kepada pimpinan bank
untuk memindahbukukan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank ke kas negara
sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 563/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 dan
Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-627/PJ./2001 tanggal 24 September 2001.
11. Dalam hal Wajib Pajak/Penanggung Pajak sedang dalam pencegahan/penyanderaan, diminta agar
Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan tetap melakukan tindakan
penagihan pajaknya secara aktif agar terjadi pembayaran/pelunasan hutang pajak wajib pajak yang
sedang dalam pencegahan/penyanderaan tersebut.
12. Sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) UU RI No. 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU RI No. 16 TAHUN 2000 disebutkan bahwa
apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B, atau
pasal 17C, maka kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada Wajib pajak, kecuali bila Wajib
Pajak mempunyai utang pajak, maka kelebihan tersebut langsung diperhitungkan untuk melunasi
terlebih dahulu utang pajak tersebut. Dalam hal ini utang pajak yang terlebih dahulu dilunasi atau
dilakukan pemindahbukuan adalah utang pajak yang lebih dahulu diterbitkan, untuk mencegah
daluwarsa penagihan.
13. Dalam hal permohonan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak diterima sebagian oleh unit yang
menangani keberatan yaitu Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Wilayah DJP atau Kantor Pusat DJP, maka
atas keputusan keberatan tersebut diupayakan agar Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan
tindakan penagihan aktif semaksimal mungkin untuk pencairannya.
14. Terhadap keberatan yang telah ada surat keputusan keberatannya, diminta agar unit yang menangani
keberatan tersebut segera menyampaikan keputusan keberatan tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak,
dalam hal keberatan ditangani Kantor Wilayah DJP atau Kantor Pusat DJP. Apabila keberatan ditangani
oleh Kantor Pelayanan Pajak, maka Seksi Penerimaan/Keberatan segera menyampaikan keputusan
keberatan tersebut kepada Seksi Penagihan.
15. Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) turut bertanggung jawab dalam pencairan
tunggakan atas surat ketetapan pajak hasil pemeriksaannya. Disamping itu, Kepala Karikpa membantu
pencairan tunggakan pajak Wajib Pajak yang sedang diperiksa, yaitu dengan menghimbau Wajib
Pajak untuk segera melunasi utang pajak yang telah dimiliki selama proses pemeriksaan tersebut
berlangsung dan utang pajak tahun pajak yang diperiksa dengan pembayaran Sesuai dengan
Pembahasan Akhir (SPA). Hasil pencairan tungggakan pajak oleh Karikpa agar dilaporkan kepada
Kepala Kantor Wilayah DJP setiap tanggal 10 bulan berikutnya, dengan tembusan kepada Direktur
Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak.
16. Apabila Wajib Pajak mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak ke Pengadilan Pajak
atau Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, dalam hal Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan/Kantor Wilayah DJP memerlukan bantuan dari Direktorat Pemeriksaan,
Penyidikan dan Penagihan Pajak, Kantor Pelayanan pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan/Kantor Wilayah agar menyampaikan data dan bukti pendukung yang diperlukan sesegera
mungkin kepada Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak dengan memperhatikan
jadwal sidang dan/atau jatuh tempo penyampaian memori/kontra memori Peninjauan Kembali.
17. Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Kantor Pusat DJP melaksanakan
pengawasan dan pembinaan tindakan penagihan pajak terhadap 1000 Penunggak Pajak Terbesar
Nasional dan melaporkannya setiap bulan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 25
bulan berikutnya.
18. Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengupayakan
agar semua biaya penagihan pajak termasuk biaya pelaksanaan SP, SPMP, Pengumuman Lelang,
Pembatalan Lelang, 1% dari pokok lelang atau dari hasil penjualan sebagaimana diatur dalam Pasal
28 ayat (1a) dan Pasal 25 ayat (4) UU RI No. 19 TAHUN 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa, dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak dibebankan kepada Wajib Pajak
dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak dibebankan kepada Wajib Pajak dan
disetorkan ke Kas Negara dengan menggunakan formulir SSBP dan kode MAP 0555 sesuai surat
Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak No. S-152/PJ.75/2004 tanggal 9 Juli 2004
(lampiran 3).
19. Perlu dibentuk Tim Penagihan Pajak di tingkat Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Wilayah/Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas dan wewenang khusus untuk memantau dan
menyelesaikan tunggakan pajak dari Wajib Pajak Penunggak Terbesar lokal, regional dan nasional.
Tim Penagihan Pajak secara berjenjang melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Wilayah, dan Direktur Jenderal Pajak/Direktur Pemeriksaan
Penyidikan dan Penagihan Pajak.
20. Untuk mendukung kegiatan penagihan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan membuat jadwal kegiatan penagihan selama tahun 2005 dengan menggunakan
contoh seperti pada lampiran 4 surat edaran ini.
21. Kebijakan penagihan yang telah diatur dalam surat edaran tentang kebijakan penagihan tahun-tahun
sebelumnya, termasuk kebijakan pemberian reward, sepanjang tidak bertentangan dengan surat
edaran ini dinyatakan tetap berlaku.
Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Direktur Jenderal Pajak
ttd.
Hadi Poernomo
NIP. 060027375
Tembusan :
1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
peraturan/0tkbpera/65cf25ef90de99d93fa96dc49d0d8b3c.txt · Last modified: by 127.0.0.1