peraturan:0tkbpera:65b9eea6e1cc6bb9f0cd2a47751a186f
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1994
TENTANG
PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN ATAS PENGHASILAN
DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH ATAU TANAH DAN BANGUNAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, Penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah atau tanah bangunan merupakan objek Pajak Penghasilan;
b. bahwa Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau
tanah dan bangunan di luar kegiatan usaha pokoknya, wajib membayar Pajak Penghasilan atas
penghasilan tersebut dalam tahun berjalan;
c. bahwa untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak memenuhi kewajiban tersebut, dipandang perlu
mengatur pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan atas penghasilan dari pengalihan hak
atas tanah atau tanah dan bangunan dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);
2. Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983
Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 7 TAHUN 1991 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang
Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3450);
3. Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun
1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun
1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2125);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1985 tentang Pelaksanaan Undang undang Pajak Penghasilan
1984 (Lembaran Negara tahun 1985 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3309),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 TAHUN 1993 (Lembaran Negara
Tahun 1993 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3525);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN
BERJALAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH ATAU TANAH DAN BANGUNAN.
Pasal 1
(1) Penghasilan yang diperoleh atau diterima Wajib Pajak Perseorangan atau Badan dalam negeri dari
pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan di luar kegiatan usaha pokoknya merupakan
obyek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-undang
Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1991.
(2) Pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a. penjualan, tukar menukar atau cara lain yang disepakati dengan Wajib Pajak lainnya;
b. penjualan, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela dengan Pemerintah
selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum;
c. pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah
untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
Pasal 2
(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dalam negeri dari :
a. pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Wajib Pajak lainnya, atau
b. pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah selain untuk
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, atau
c. pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah
untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus,
yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah), Pajak Penghasilan yang
terutang dalam tahun berjalan tidak wajib dibayar dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) atau tidak wajib dipungut dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(2) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dalam negeri dari pelepasan
atau penyerahan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah dengan ganti rugi yang
akan dipergunakan untuk kepentingan umum yang pembangunannya memerlukan persyaratan khusus
dan dananya bersumber dari Anggaran Belanja Negara atau Anggaran Belanja Daerah, Pajak
Penghasilan yang terutang dalam tahun berjalan tidak wajib dipungut dengan cara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
Pasal 3
(1) Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan cara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pajak Penghasilan yang wajib dipungut dengan cara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) adalah sebesar 3% (tiga perseratus) dari jumlah bruto
nilai pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan.
(2) Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah nilai yang tertinggi di antara nilai
berdasarkan akte pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah atau tanah dan
bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dan dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah adalah nilai
berdasarkan Keputusan pejabat atau panitia yang berwenang.
(3) Nilai Jual Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah Nilai Jual Obyek Pajak menurut
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan,
atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum diterima, adalah Nilai Jual Obyek
Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang tahun pajak sebelumnya yang telah diterbitkan
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah wewenangnya meliputi tanah
atau tanah dan bangunan yang bersangkutan.
(4) Apabila tanah atau tanah dan bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan, maka Nilai Jual Obyek Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Obyek Pajak menurut surat
keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah
wewenangnya meliputi tanah atau tanah dan bangunan yang bersangkutan.
Pasal 4
(1) Kecuali bagi Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Wajib Pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib membayar
sendiri Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum
akte jual beli ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT).
(2) Pejabat Pembuat Akte Tanah hanya menandatangani akte pengalihan hak atas tanah atau tanah dan
bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh Wajib Pajak bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) yang
bersangkutan dengan menunjukkan aslinya.
(3) Pejabat Pembuat Akte Tanah wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta-akta
pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada
Direktur Jenderal Pajak.
(4) Dalam laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) mencakup pula pemenuhan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 5
(1) Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah
dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang pembayarannya bersumber dari Anggaran
Belanja Negara atau Anggaran Belanja Daerah, dipungut Pajak Penghasilan oleh Bendaharawan atau
Pejabat yang berwenang melakukan pembayaran dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib menyetor Pajak Penghasilan yang telah
dipungut ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum pelaksanaan pembayaran kepada Wajib
Pajak yang berhak menerimanya.
(3) Penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak atas nama Wajib Pajak yang menerima pembayaran.
(4) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan laporan kepada Direktur
Jenderal Pajak.
Pasal 6
Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan sertifikat hak atas tanah, apabila permohonan sertifikat
dilengkapi dengan bukti pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau
tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (2).
Pasal 7
(1) Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) digolongkan sebagai
pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang
terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
(2) Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 dihitung sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1991 dan peraturan
pelaksanaannya, yaitu digabungkan dengan penghasilan lainnya dan dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Pasal 8
Pejabat Pembuat Akte Tanah yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
dan atau ayat (3) dan atau ayat (4) dikenakan sanksi oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), ayat (4) dan Pasal 5 ayat (4)
serta tata cara pembayaran dan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
dan Pasal 5 ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
Pasal 10
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka ketentuan dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 1985 tidak diterapkan sepanjang mengenai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan atas
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 11
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Maret 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Maret 1994
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994 NOMOR 7
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1994
TENTANG
PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN ATAS PENGHASILAN
DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH ATAU TANAH DAN BANGUNAN
UMUM
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1991, penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari penjualan atau pengalihan harta merupakan obyek Pajak Penghasilan (PPh). Apabila Wajib
Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang
tidak dalam rangka kegiatan usaha pokoknya maka penghasilan tersebut termasuk dalam pengertian
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-undang Pajak Penghasilan
tersebut.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1985, Pajak Penghasilan yang
diperkirakan akan terutang dalam satu Tahun Pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan melalui
pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain serta pembayaran oleh Wajib Pajak sendiri. Berdasarkan
ketentuan tersebut Wajib Pajak membayar Pajak Penghasilan yang diperkirakan akan terutang dalam suatu
tahun pajak. Apabila Pajak Penghasilan yang diperkirakan terutang sudah harus dibayar oleh Wajib Pajak,
maka Pajak Penghasilan atas penghasilan yang nyata-nyata diperoleh atau diterima Wajib Pajak dari
pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan harus dibayar segera setelah penghasilan tersebut
diperoleh atau diterima Wajib Pajak. Berdasarkan hal tersebut, karena pengaturan mengenai pembayaran
sendiri Pph atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang diperoleh Wajib
Pajak Perseorangan dan Wajib Pajak Badan dalam negeri belum cukup diatur dalam Undang-undang Pajak
Penghasilan 1984, maka sesuai dengan kuasa Pasal 35 Undang-undang tersebut, pengaturan tersebut diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak maka perlu diatur cara yang lebih berdaya guna, yaitu
dengan mengaitkan pemenuhan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan atas
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dimaksud dengan penandatanganan akte pemindahan hak atau
mengaitkan dengan pembayaran penghasilan dimaksud apabila dananya bersumber dari Anggaran Belanja
Negara atau Anggaran Belanja Daerah.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, setiap perjanjian yang
bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan
dihadapan Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria, yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Oleh
karena itu, dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa PPAT hanya boleh menandatangani akte pengalihan
hak setelah kepadanya dibuktikan bahwa Pajak Penghasilan yang terutang telah dibayar. Dalam hal Wajib
Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan
kepada Pemerintah, termasuk ganti rugi karena pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau tanah dan
bangunan, maka pemenuhan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan melalui pemungutan oleh
pejabat yang berwenang melakukan pembayaran penghasilan tersebut.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Ayat (1)
Penghasilan Wajib Pajak dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan di luar kegiatan
usaha pokoknya adalah penghasilan Wajib Pajak dari kegiatan yang bukan merupakan kegiatan
usahanya sehari-hari. Dengan demikian maka penghasilan yang diterima atau diperoleh misalnya
oleh perusahaan real estate dari penjualan tanah atau tanah dan bangunan tidak termasuk dalam
bidang cakupan Peraturan Pemerintah ini karena hal tersebut adalah dalam rangka kegiatan usaha
pokoknya.
Ayat (2)
Pengalihan hak dalam ayat ini terdiri dari 3 (tiga) jenis pengalihan hak yaitu pengalihan hak kepada
Wajib Pajak lainnya, kepada Pemerintah selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum, dan kepada Pemerintah untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
Pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah untuk pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum terdiri dari pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau
tanah dan bangunan yang dipergunakan untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
yang tidak memerlukan persyaratan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan yang
memerlukan persyaratan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
Pasal 2
Ayat (1)
Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perseorangan dari
pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Wajib Pajak lain atau kepada Pemerintah
yang akan digunakan selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum atau dari
pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau tanah dan bangunan untuk pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus yaitu dapat
dibangun di banyak tempat yang dananya berasal dari Anggaran Belanja Negara atau Anggaran
Belanja Daerah, tidak wajib dibayar dalam tahun berjalan sepanjang jumlah pembayaran brutonya
kurang dari Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Lokasi pembangunan sarana kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus misalnya
untuk pembangunan sekolah, rumah sakit atau kantor Pemerintah yang dapat dibangun di banyak
tempat.
Ayat (2)
Apabila pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan dilakukan dengan cara pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah dengan pembayaran ganti
rugi, yang akan digunakan untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus yaitu jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan
dan bangunan pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara, dan fasilitas
keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana,
serta fasilitas ABRI, maka Pajak Penghasilan yang terutang tidak wajib dibayar dalam tahun
berjalan.
Lokasi pembangunan sarana kepentingan umum tersebut memerlukan persyaratan khusus misalnya
untuk pelabuhan laut memerlukan persyaratan mengenai kedalaman laut, arus laut, pendangkalan
dan lain sebagainya.
Ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) hanya berlaku bagi Wajib Pajak Perseorangan dalam negeri
sehingga bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan di luar kegiatan usaha pokoknya, wajib
membayar atau dipungut Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun berjalan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 5 ayat (1).
Pasal 3
Ayat (1)
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dan besarnya Pajak
Penghasilan yang wajib dipungut pejabat yang berwenang sehubungan dengan pengalihan hak atas
tanah atau tanah dan bangunan adalah sebesar 3% (tiga perseratus) dari nilai bruto pengalihan hak
tersebut.
Angka 3% (tiga perseratus) tersebut diperoleh dari penerapan tarif terendah Pasal 17 Undang-undang
Pajak Penghasilan 1984 terhadap perkiraan penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak dari pengalihan
hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang dihitung sebesar 20% (dua puluh perseratus) dari nilai
pengalihan.
Ayat (2)
Besarnya nilai pengalihan hak sebagai dasar perhitungan besarnya Pajak Penghasilan yang wajib
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak adalah jumlah yang lebih besar antara nilai menurut akte pengalihan
hak dengan nilai menurut Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) untuk penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) atas tanah atau tanah dan bangunan yang bersangkutan dalam tahun pajak terjadinya
pengalihan hak. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memperoleh nilai yang paling mendekati nilai yang
sebenarnya.
Dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, maka besarnya nilai pengalihan hak adalah
berdasarkan Keputusan Pejabat atau Panitia yang berwenang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Apabila tanah atau tanah dan bangunan tersebut belum terdaftar maka untuk memperoleh besarnya
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), Wajib Pajak (penjual) wajib meminta surat keterangan mengenai
besarnya NJOP atas tanah atau tanah dan bangunan yang dialihkan untuk tahun pajak yang
bersangkutan kepada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah wewenangnya
meliputi tanah atau tanah dan bangunan tersebut.
Pasal 4
Ayat (1)
Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari
pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang dilakukan Wajib Pajak kepada pihak lain
bukan Pemerintah, wajib dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak.
Ayat (2)
Untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya, maka Pejabat
Pembuat Akte Tanah (PPAT) hanya diperbolehkan untuk menandatangani akte pengalihan hak atas
tanah atau tanah dan bangunan tersebut apabila kepadanya dibuktikan bahwa Wajib Pajak yang
bersangkutan telah membayar sendiri PPh yang terutang.
Pembuktian tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak
(SSP) serta dengan menunjukkan asli Surat Setoran Pajak dimaksud.
Ketentuan mengenai penandatanganan akte tersebut tidak berlaku atas pengalihan hak atas tanah
atau tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Agar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan dengan baik maka dalam laporan
bulanan PPAT dicantumkan pula jumlah akte yang belum ditandatangani karena tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tersebut.
Pasal 5
Ayat (1)
Pemenuhan kewajiban PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengalihan
hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang dilakukan Wajib Pajak kepada Pemerintah. Yang
pembayarannya bersumber dari Anggaran Belanja Negara atau Anggaran Belanja Daerah dilakukan
melalui pemungutan PPh oleh pejabat yang berwenang melakukan pembayaran tersebut. Pemenuhan
kewajiban Pajak Penghasilan tersebut dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2.
Ayat (2) dan Ayat (3)
Pemungutan Pajak Penghasilan tersebut bukan merupakan pemungutan Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1991, karena dikenakan bukan dalam rangka kegiatan
usaha pokok Wajib Pajak, tetapi merupakan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25.
Oleh karena itu dalam Surat Setoran Pajak (SSP) tetap dicantumkan nama, alamat dan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) dari Wajib Pajak yang bersangkutan, dan bukan nama, alamat dan NPWP Pejabat
Pemungut.
Penyetoran Pajak Penghasilan melalui Bank Persepsi maupun Kantor Pos dan Giro dilakukan sebelum
pembayaran kepada pihak Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dilaksanakan.
Asli SSP tersebut diberikan kepada penerima penghasilan bersamaan dengan pembayaran penghasilan
yang bersangkutan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1) dan ayat (2)
Peraturan Pemerintah ini menggolongkan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sebagai pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Dalam Pasal 8 dan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1985 antara lain diatur bahwa atas
penghasilan yang diterima Wajib Pajak Perseorangan dari penjualan atau pengalihan harta yang
dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan yang tidak dipergunakan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
bebasnya wajib dibayar Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung dengan menerapkan Tarif Efektif
Rata-rata (TER) berdasarkan ketentuan Pasal 8, kecuali atas penghasilan tersebut telah dipotong/
dipungut Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 22 atau Pajak Penghasilan Pasal 23.
Karena pembayaran Pajak Penghasilan dalam Peraturan Pemerintah ini digolongkan sebagai
pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25, maka sepanjang mengenai penghitungan Pajak Penghasilan
Pasal 25 sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan dalam tahun
berjalan ketentuan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1985 tidak diterapkan.
Pasal 11
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3539
peraturan/0tkbpera/65b9eea6e1cc6bb9f0cd2a47751a186f.txt · Last modified: by 127.0.0.1