peraturan:0tkbpera:64357314e1c294fca2c6419e6b6d59af
Yth. 1. Para Kepala Kantor Pelayanan Utama DJBC; 2. Para Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Madya DJBC; 3. Para Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. di seluruh Indonesia Dalam rangka meningkatkan pengamanan terhadap hak-hak keuangan negara atas perusahaan-perusahaan penerima fasilitas TPB (KB, GB, TBB dan ETP) yang mengalami Pailit, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Sesuai Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. 2. Pasal 113 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004, menyatakan bahwa paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pernyataan pailit diucapkan, Hakim Pengawas harus menetapkan diantaranya batas akhir pengajuan tagihan dan batas akhir verifikasi pajak. 3. Pasal 115 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004, menyatakan bahwa semua Kreditor wajib menyerahkan piutangnya (tagihannya) masing-masing kepada Kurator disertai perhitungan atau keterangan tertulis lainnya yang menunjukkan sifat dan jumlah piutang (tagihan), disertai dengan surat bukti atau salinannya, dan suatu pernyataan ada atau tidaknya Kreditor mempunyai hak istimewa, hak gadai, jaminan fudisia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau hak untuk menahan benda. Dan atas penyerahan piutang sebagaimana dimaksud Kreditor berhak meminta suatu tanda terima dari Kurator. 4. Pasal 133 ayat 2 UU Nomor 37 tahun 2004, menyatakan bahwa piutang (tagihan) yang diajukan setelah lewat jangka waktu yang ditentukan oleh Hakim Pengawas sebagaimana tersebut butir 2 diatas, tidak dicocokkan. 5. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, serta guna menghindari kehilangan hak-hak keuangan negara, dengan ini diinstruksikan kepada Saudara untuk sesegera mungkin melakukan penetapan hutang/tagihan BM, PDRI dan hutang/tagihan negara lainnya yang dimiliki oleh perusahaan penerima fasilitas TPB yang pailit tersebut dengan mengacu pada data-data/dokumen-dokumen yang ada, tanpa harus menunggu audit yang dilakukan oleh Tim Audit guna efisiensi waktu serta agar dapat diajukan kepada Kurator sebelum batas waktu yang ditetapkan, sehingga tagihan negara bisa dipungut dari perusahaan tersebut. 6. Adapun hutang/tagihan tersebut diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu: a). Hutang/tagihan BM, PDRI dan hutang/tagihan negara lainnya atas seluruh barang yang masih berada di lokasi TPB tersebut (berdasarkan hasil stockopname); b). Hutang/tagihan BM, PDRI dan hutang/tagihan negara lainnya yang terjadi pada masa lalu yang masih belum dilunasi oleh ybs. (apabila ada); c). Alokasi/pencadangan hutang/tagihan BM, PDRI dan hutang/tagihan negara lainnya atas hasil audit yang sedang atau akan dilakukan oleh Tim Audit (untuk mengantisipasi apabila pada hasil audit tersebut kedapatan selisih bahan baku/barang setengah jadi/barang jadi/barang modal/peralatan pabrik atau barang lainnya yang masih melekat pungutan negara padanya). 7. Tidak berkelebihan kiranya juga disampaikan kepada Saudara untuk melakukan pengamanan dan peningkatan pengawasan terhadap seluruh asset/barang yang berada di lokasi TPB yang mengalami pailit tersebut, khususnya terhadap barang-barang yang mendapatkan fasilitas dan masih terhutang BM, PDRI atau pungutan negara lainnya, dengan mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-12/BC/2008 tanggal 19 Februari 2008 tentang Penanganan Terhadap Perusahaan Pengguna Fasilitas TPB Yang Diindikasikan Akan Tutup Atau Melakukan Tindak Pidana Kepabeanan Dan/Atau Cukai. Demikian disampaikan untuk mendapat perhatian. Direktur Jenderal u.b. Direktur Fasilitas Kepabeanan, ttd, Kusdirman Iskandar NIP 060062019 Tembusan Yth.: 1. Direktur Jenderal; 2. Para Direktur di KPDJBC; 3. Para Kepala Kanwil DJBC di seluruh Indonesia.
peraturan/0tkbpera/64357314e1c294fca2c6419e6b6d59af.txt · Last modified: (external edit)