peraturan:0tkbpera:60be21f3ebf28ff7b8a692a752d92cf8
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2006
TENTANG
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna mewujudkan tujuan negara untuk mencapai
masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera sebagaimana diamanatkan dalam Pembukuan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk tercapainya tujuan negara sebagaimana dimaksud pada huruf a, pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara memerlukan suatu lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri dan
profesional untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan sudah tidak sesuai
dengan perkembangan sistem ketatanegaraan, baik pada pemerintahan pusat maupun pemerintahan
daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan;
Mengingat :
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23e, Pasal 23f, dan Pasal 23g Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal I
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas
untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Dewan Perwakilan Rakyat, yang selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
3. Dewan Perwakilan Daerah, yang selanjutnya disingkat DPD, adalah Dewan Perwakilan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
5. Pemerintahan Daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disngkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
7. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
8. Pengelola Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai
dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertanggungjawaban.
9. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara
independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran,
kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.
10. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
11. Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah dan Lembaga negara lainnya untuk
melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, dan transparan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
12. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah,
menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan, uang atau surat berharga atau barang-barang
negara/daerah.
13. Standar Pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar
pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa.
14. Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan,
kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang dilakukan secara independen, objectif dan profesional berdasarkan Standar Pemeriksaan, yang
dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagai keputusan BPK.
15. Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti
jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
16. Ganti Kerugian adalah sejumlah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang harus
dikembalikan kepada negara/daerah oleh seseorang atau badan yang telah melakukan perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
17. Peraturan BPK adalah aturan hukum yang dikeluarkan oleh BPK yang mengikat secara umum dan
dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
BAB II
KEDUDUKAN DAN KEANGGOTAAN
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 2
BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara.
Pasal 3
(1) BPK berkedudukan di Ibukota negara
(2) BPK memiliki perwakilan di setiap provinsi,
(3) Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan BPK
dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 4
(1) BPK mempunyai 9 (sembilan) orang anggota, yang keanggotaannya diresmikan dengan Keputusan
Presiden.
(2) Susunan BPK terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota,
dan 7 (tujuh) orang anggota.
(3) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak anggota BPK terpilih diajukan oleh DPR.
Pasal 5
(1) Anggota BPK memegang jabatan selama 5 (lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.
(2) BPK memberitahukan kepada DPR dengan tembusan kepada Presiden tentang akan berakhirnya masa
jabatan anggota BPK paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota
tersebut.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 6
(1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan Lembaga atau Badan lain yang
mengelola keungan negara.
(2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-
undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
(3) Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu.
(4) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang,
laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
(5) Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang
diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas BPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan BPK.
Pasal 7
(1) BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada
DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
(2) DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan peraturan tata tertib masing-masing lembaga perwakilan.
(3) Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat yang
ditunjuk.
(4) Tata Cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK
dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.
(5) Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan
kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum.
Pasal 8
(1) Untuk keperluan tindak lanjut pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BPK
menyerahkan pula hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis
oleh Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota kepada BPK.
(3) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK, melaporkan hal tersebut kepada instansi
yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan
sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.
(4) Laporan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik
yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dan hasilnya diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD, serta
Pemerintah.
Bagian Kedua
Wewenang
Pasal 9
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang :
a. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan
waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;
b. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha
Milik Negara lainnya, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara;
c. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, ditempat
pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan
terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggung
jawaban dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
d. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
e. menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara;
f. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
g. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas
nama BPK;
h. membina jabatan fungsional Pemeriksa;
i. memberi pertimbangan atas Standar Akuntasi Pemerintahan; dan
j. memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/
Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.
(2) Dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
diminta oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dipergunakan untuk
pemeriksaan.
Pasal 10
(1) BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan
hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/
Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan
keuangan negara.
(2) Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak ynag berkewajiban membayar ganti
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK.
(3) Untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau :
a. Penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap
pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain;
b. Pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara, pengelola Badan
Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan Lembaga atau badan lain yang mengelola
keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK; dan
c. Pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan secara tertulis kepada DPR,
DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 11
BPK dapat memberikan :
a. Pendapat kepada DPR,DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan dan
lembaga atau badan lain, yang diperlukan karena sifat pekerjaannya;
b. Pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/
Pemerintah Daerah; dan/atau
c. Keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai tat cara pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1), Pasal 10 dan Pasal 11 diatur dengan Peraturan BPK.
BAB IV
PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN
Bagian Kesatu
Pemilihan Anggota
Pasal 13
Untuk dapat dipilih sebagai Anggota BPK, calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Warga negara Indonesia;
b. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Berdomisili di Indonesia;
d. Memiliki integritas moral dan kejujuran;
e. setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
f. Berpendidikan paling rendah S1 atau yang setara;
g. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindakan pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau
lebih;
h. Sehat jasmani dan rohani;
i. Paling rendah berusia 35 (tiga puluh lima) tahun;
j. Paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat dilingkungan pengelola
keuangan negara; dan
k. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Pasal 14
(1) Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
(2) Pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis yang memuat
semua nama calon secara lengkap, dan diserahkan kepada DPR dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan pertimbangan dari Pimpinan DPR.
(3) Calon Anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada publik untuk memperoleh masukan dari masyarakat.
(4) DPR memulai proses pemilihan Anggota BPK terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan
dari BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan harus menyelesaikan pemilihan anggota
BPK yang baru, paling lama 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Anggota BPK yang lama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.
Bagian Kedua
Pemilihan Pemimpin
Pasal 15
(1) Pimpinan BPK terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua.
(2) Ketua dan Wakil Ketua BPK dipilih dari dan oleh Anggota BPK dalam sidang Anggota BPK dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diresmikannya keanggotaan BPK oleh
Presiden.
(3) Sidang Anggota BPK untuk pemilihan pimpinan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin
oleh Anggota BPK tertua.
(4) Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan secara
musyawarah untuk mencapai mufakat, dan apabila mufakat tidak dicapai, pemilihan dilakukan dengan
cara pemungutan suara.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua serta pembagian tugas dan
wewenang Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK diatur dengan peraturan BPK.
Pasal 16
(1) Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurutnya
agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2) Ketua dan Wakil Ketua BPK terpilih wajib mengucapkan sunpah atau janji menurut agamanya yang
dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
(3) Apabila Ketua Mahkamah Agung berhalangan, sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dipandu oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung.
(4) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berbunyi sebagai berikut :
" Demi Allah Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk menjadi Anggota
(Ketua/Wakil Ketua) BPK langsung atau tidak langsung dengan rupa atau dalih apapun tidak
memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung ataupun tidak langsung dari
siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya akan memenuhi kewajiban Anggota
(Ketua/Wakil Ketua) BPK dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan
lain yang berkenaan dengan tugas dan kewajiban tersebut.
Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya akan setia terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945".
Bagian Ketiga
Pemberitahuan
Pasal 17
Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPR dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari
keanggotaan BPK.
Pasal 18
Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dengan Keputusan
Presiden atau usaul BPK karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada Ketua atau Wakil Ketua BPK;
c. telah berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun;
d. telah berakhir masa jabatannya; atau
e. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus atau berhalangan tetap yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter;
Pasal 19
Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan tidak dengan hormat dari keanggotaannya atas usul
BPK atau DPR karena :
a. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. melanggar kode etik BPK;
c. tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya selama 1 (satu) bulan berturut-turut tanpa alasan yang
sah;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; atau
f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a,
huruf c, dan huruf e.
Pasal 20
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan sementara dari jabatannya oleh BPK melalui
Rapat Pleno apabila ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
(2) Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK yang terbukti tidak melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan rehabilitasi dan diangkat kembali menjadi Ketua, Wakil
Ketua, atau Anggota BPK.
Pasal 21
(1) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, atau huruf f dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di
hadapan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK.
(2) Pemberhentian Ketua, Wakil Ketua, dan/ atau Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diresmikan dengan Keputusan Presiden atas usul BPK atau DPR.
Pasal 22
(1) Apabila Anggota BPK diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19 diadakan
pengangkatan penggantian antar waktu Anggota BPK sesuai dengan syarat-syarat dan tata cara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dan diresmikan dengan Keputusan Presiden.
(2) Pengangkatan Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam waktu paling lama
6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberhentian Anggota BPK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 atau Pasal 19.
(3) Sebelum memangku jabatannya, Anggota BPK yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh Ketua/Wakil Ketua BPK dengan bunyi
sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).
(4) Anggota BPK pengganti melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang digantikannya.
(5) Penggantian Anggota BPK antar waktu tidak dilakukan apabila sisa masa jabatan anggota yang akan
diganti kurang dari 6 (enam) bulan dari Masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
BAB V
HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DAN PROTOKOLER,
TINDAKAN KEPOLISIAN, KEKEBALAN, SERTA LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak Keuangan/administratif dan Protokoler
Pasal 23
Hak keuangan/administratif dan kedudukan protokoler Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK diatur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tindakan Kepolisian
Pasal 24
Tindakan kepolisian terhadap Anggota BPK guna pemeriksaan suatu perkara dilakukan dengan perintah Jaksa
Agung setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis Presiden.
Pasal 25
(1) Anggota BPK dapat dikenakan tindakan kepolisian tanpa menunggu perintah Jaksa Agung atau
persetujuan tertulis Presiden, apabila:
a. tertangkap tangan melakukan suatu tindak pidana; atau
b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati.
(2) Tindakan kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh
empat) jam harus dilaporkan kepada Jaksa Agung yang berkewajiban untuk memberitahukan
penahanan tersebut kepada Presiden, DPR, dan BPK.
Bagian Ketiga
Kekebalan
Pasal 26
(1) Anggota BPK tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena menjalankan tugas, kewajiban, dan
wewenangnya menurut Undang-Undang ini.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK, Pemeriksa, dan pihak lain yang bekerja
untuk dan atas nama BPK diberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan oleh instansi yang
berwenang.
Pasal 27
Dalam hal terjadi gugatan pihak lain dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, BPK berhak atas bantuan
hukum dengan biaya negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Larangan
Pasal 28
Anggota BPK dilarang
a. memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada
instansi yang berwenang;
b. mempergunakan keterangan, bahan, data, informasi, atau dokumen lainnya yang diperolehnya pada
waktu melaksanakan tugas yang melampaui batas kewenangannya kecuali untuk kepentingan
penyidikan yang terkait dengan dugaan adanya tindak pidana;
c. secara langsung maupun tidak langsung menjadi pemilik seluruh, sebagian, atau penjamin badan
usaha yang melakukan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan laba atau keuntungan atas beban
keuangan negara.
d. merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara yang lain, dan badan-badan lain yang
mengelola keuangan negara, swasta nasional/asing; dan/atau
e. menjadi anggota partai politik.
BAB VI
KODE ETIK, KEBEBASAN, KEMANDIRIAN
DAN AKUNTANBILITAS
Bagian Kesatu
Kode Etik
Pasal 29
(1) BPK wajib menyusun kode etik yang berisi norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK
dan Pemeriksa selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan
kredibilitas BPK.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat mekanisme penegakan kode etik dan jenis
sanksi.
Pasal 30
(1) Untuk menegakkan Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dibentuk Majelis
Kehormatan Kode Etik BPK keanggotaannya terdiri dari Anggota BPK serta unsur profesi dan
akademisi.
(2) Majelis Kehormatan Kode etik BPK dibentuk paling lambat 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini
berlaku.
(3) Ketentuan Lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas, wewenang, dan tata cara persidangan Majelis
Kehormatan Kode Etik BPK diatur dengan peraturan BPK.
Bagian Kedua
Kebebasan dan Kemandirian
Pasal 31
(1) BPK dan/atau Pemeriksa menjalankan tugas pemeriksaan secara bebas dan mandiri.
(2) BPK berkewajiban menyusun standar pemeriksaan keuangan negara.
(3) Dalam rangka menjaga kebebasan dan kemandirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK dan/
atau Pemeriksa berkewajiban :
a. menjalankan pemeriksaan sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara;
b. mematuhi kode etik Pemeriksa;dan
c. melaksanakan sistem pengendalian mutu.
(4) Standar pemeriksaan keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
memuat hal-hal sebagai berikut :
a. Pemeriksa tidak mempunyai hubungan pertalian darah keatas, kebawah, atau semenda
sampai dengan derajat kedua dengan jajaran pimpinan objek pemeriksaan;
b. Pemeriksa tidak mempunyai kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan objek pemeriksaan;
c. Pemeriksa tidak pernah bekerja atau memberikan jasa kepada objek pemeriksaan dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun terakhir;
d. Pemeriksa tidak mempunyai hubungan kerja sama dengan objek pemeriksaan; dan
e. Pemeriksa tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan objek
pemeriksaan; seperti memberikan asistensi, jasa konsultasi pengembangan sistem, menyusun
dan/atau mereview laporan keuangan objek pemeriksaan.
Bagian Ketiga
Akuntabilitas
Pasal 32
(1) Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan tahunan BPK dilakukan oleh akuntan publik.
(2) Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri
Keuangan, yang masing-masing mengusulkan 3 (tiga) nama akuntan publik.
(3) Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam 2 (dua) tahun terakhir tidak melakukan
tugas untuk dan atas nama BPK atau memberi jasa kepada BPK.
(4) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada DPR dengan salinan
kepada Pemerintah untuk penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat.
Pasal 33
(1) Untuk menjamin mutu pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara oleh BPK
sesuai dengan standar, sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh badang pemeriksa keuangan
negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan sedunia.
(2) Badan Pemeriksa Keuangan negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh BPK
setelah mendapat pertimbangan DPR.
BAB VII
PELAKSANA BPK
Pasal 34
(1) BPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh Pelaksana BPK, yang terdiri atas
Sekretariat Jenderal, unit pelaksana tugas pemeriksaan, unit pelaksana tugas penunjang, perwakilan,
Pemeriksa, dan pejabat lain yang ditetapkan oleh BPK sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jabatan fungsional.
(3) Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK menggunakan pemeriksa berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil atau yang bukan Pegawai Negeri Sipil.
(4) Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Pelaksana BPK serta jabatan fungsional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.
BAB VIII
ANGGARAN
Pasal 35
(1) Anggaran BPK dibebankan pada bagian anggaran tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
(2) Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh BPK kepada DPR untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
(3) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan pada Menteri Keuangan sebagai
bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 36
(1) Anggota BPK yang memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur
pidana kepada instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
(2) Anggota BPK yang mempergunakan keterangan, bahan, data, informasi dan/atau dokumen lainnya
yang diperolehnya pada waktu melaksanakan tugas BPK dengan melampaui batas wewenangnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK yang ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan tetap
melaksanakan tugas dan wewenangnya sampai dengan masa jabatannya berakhir.
(2) Untuk memenuhi kekurangan jumlah keanggotaan BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
dilakukan pemilihan Anggota BPK paling lambat dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal
Undang-Undang ini diundangkan.
(3) Pembentukan Perwakilan BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilakukan secara
bertahap dalam jangka waktu paling lama 2 (dua ) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini
diundangkan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3010) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 39
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 40
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Oktober 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Oktober 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 85
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2006
TENTANG
BADAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami perubahan yang
mendasar diantaranya Pasal 23 ayat (5) mengenai kedudukan dan tugas Badan Pemeriksa Keuangan.
Para Pembentuk Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyadari bahwa pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab Pemerintah tentang Keuangan Negara merupakan kewajiban yang
berat, sehingga perlu dibentuk suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang terlepas dari pengaruh dan
kekuasaaan Pemerintah.
Tuntutan reformasi telah menghendaki terwujudnya penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menuju tata pemerintahan yang baik, mengharuskan
perubahan peraturan perundang-udangan dan kelembagaan negara.
Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan salah satu
reformasi atas ketentuan Pasal 23 ayat (5) tentang Badan Pemeriksa Keuangan telah memperkokoh
keberadaan dan kedudukan BPK yaitu sebagai salah satu lembaga negara yang bebas dan mandiri.
Kedudukan BPK sebagai lembaga negara pemeriksa keuangan negara perlu dimantapkan disertai
dengan memperkuat peran dan kinerjanya. Kemandirian dan kebebasan dan ketergantungan kepada
Pemerintah dalam hal kelembagaan pemeriksaan, dan pelaporan sangat diperlukan oleh BPK agar
dapat melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Penyelenggaraan pemerintahan negara di pusat dan di daerah telah mengalami perubahan antara lain
penyelenggaraan otonomi daerah yang disertai penyerahan sebagaian besar urusan Pemerintah Pusat
kepada Daerah. Selain itu sebagai pelaksanaan Pasal 23C, Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan Undang-Undang Nomor
17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara yang menggantikan sebagian besar ketentuan-ketentuan Undang-Undang
Perbendaharaan Indonesia (Indische Comptabiliteitswet/ICW Stbl. 1925 Nomor 448) dan Instructie en
Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer (IAR Stbl. 1933 Nomor 320).
Berdasarkan perubahan konstitusi, penyelenggaraan pemerintah di pusat dan daerah, peraturan
perundang-undangan dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan tidak memadai lagi, sehingga perlu
dicabut.
1. Pencabutan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 diharapkan mampu mengakomodasi dan
mendukung perubahan meliputi kedudukan, tugas, kewajiban, dan kewenangan Badan
Pemeriksa Keuangan dan menggantikan ketentuan dalam Indische Comptabiliteitswet (ICW),
Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer (IAR) Stbl. 1933 Nomor 320,
dan peraturan peundang-undang lainya.
2. Untuk menjamin mutu pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara,
sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang
menjadi anggota organisasi badan pemeriksa keuangan sedunia yang ditunjuk oleh BPK atas
pertimbangan DPR.
3. Guna menjamin peningkatan peran dan kinerja Badan Pemeriksa Keuangan sebagai lembaga
yang bebas dan mandiri serta memiliki profesionalisme, selain pemilihan Anggota Badan
Pemeriksa Keuangan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden, juga didukung oleh
kemandirian pemeriksaan dan pelaporan.
4. Sejalan dengan perubahan penyelenggaraan pemerintahan negara dipusat dan daerah, maka
terjadi peningkatan pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Badan
Pemeriksa Keuangan sebagai salah satu lembaga negara pemeriksa keuangan negara
memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Dengan meningkatnya ruang lingkup pekerjaan, maka jumlah Anggota Badan Pemeriksa Keuangan
ditetapkan menjadi 9 (sembilan) orang.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 s/d Pasal 5
Cukup Jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "keuangan negara" meliputi semua unsur keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur tentang keuangan
negara.
Yang dimaksud dengan "lembaga atau badan lain" antara lain : badan hukum milik
negara, yayasan yang mendapat fasilitas negara, komisi-komisi yang dibentuk dengan
undang-undang, dan badan swasta yang menerima dan/atau mengelola uang negara.
Ayat (2) dan Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini
diperlukan agar BPK dapat melakukan evaluasi pelaksanaan pemeriksaan yang
dilakukan oleh akuntan publik. Hasil pemeriksaan akuntan publik dan evaluasi
tersebut selanjutnya disampaikan oleh BPK kepada lembaga perwakilan, sehingga
dapat ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya.
Ayat (5)
Pembahasan diperlukan untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi temuan
pemeriksaan BPK dengan obyek yang diperiksa.
Hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan yang digunakan oleh pemerintah untuk
melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan sehingga laporan keuangan
yang telah diperiksa (audited financial statement) memuat koreksi itu sebelum
disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannnya.
Ayat (6)
Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan BPK berkaitan dengan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, mempunyai kekuatan hukum
yang mengikat pihak-pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang
BPK.
Pasal 7
Ayat (1)
Hasil pemeriksaan BPK meliputi hasil pemeriksaan atas laporan keuangan, hasil
pemeriksaan kinerja, hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu dan ikhtisar
pemeriksaan semester.
Ayat (2) s/d Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1) s/d Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Hasil pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan dimuat dalam ikhtisar hasil
pemeriksaan semester.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Kewenangan dimaksud merupakan perwujudan lembaga negara yang bebas
dan mandiri dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara.
Huruf b
Permintaan keterangan dan/atau dokumen dimaksud meliputi semua bidang
yang berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
Huruf c s/d Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Kode etik memuat pedoman tentang sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pemeriksa keuangan negara
guna menjaga mutu pemeriksaan, citra, dan martabat BPK.
Kode etik ini berlaku bagi Anggota BPK, pemeriksa keuangan negara, dan
pihak lain yang bekerja untuk dan atas nama BPK.
Huruf g dan Huruf h.
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "Standar Akuntansi Pemerintahan" adalah pedoman
dan ukuran tentang pencatatan dan pelaporan berkaitan dengan transaksi
keuangan yang disusun oleh suatu komite yang berwenang menurut undang-
undang.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud "pengelola termasuk pegawai perusahaan negara/daerah dan lembaga
atau badan lain.
Yang dimaksud dengan 'Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah" adalah
perusahaan negara/daerah yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh
negara/daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pejabat lain" adalah pejabat negara dan pejabat
penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus sebagai pejabat negara.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Penyelesaian ganti kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan
hukum pihak ketiga dilaksanakan melalui proses peradilan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 11
Huruf a
Pendapat yang diberikan BPK termasuk perbaikan di bidang pendapatan, pengeluaran,
pinjaman, privatisasi, likuidasi, merger, akuisisi, penyertaan modal pemerintah,
penjaminan pemerintah, dan bidang lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara.
Huruf b dan Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 12 dan Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Dalam memilih Anggota BPK, DPR mempertimbangkan kesesuaian dan keseimbangan
antara keahlian dan komposisi pembidangan tugas BPK.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "diumumkan' adalah diumumkan pada media masa nasional
dalam tenggang waktu yang cukup untuk menerima masukan dari masyarakat.
Ayat (4) dan Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1) dan Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "tertua" adalah ditentukan berdasarkan usia.
Ayat (4) dan Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 16 s/d Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Untuk pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Anggota BPK segera diproses dan
dilaporkan ke DPR dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan.
Huruf c s/d Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Majelis Kehormatan Kode Etik BPK" adalah Majelis
Kehormatan Kode Etik BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 22 dan Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Yang dimaksud dengan "tindakan kepolisian" adalah pemanggilan sehubungan dengan tindak
pidana, meminta keterangan tentang tindak pidana, penangkapan, penahanan, penggeledahan,
dan penyitaan.
Pasal 25 s/d Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Guna mendukung prinsip bebas dan mandiri serta efektivitas pelaksanaan tugas dan
wewenangnya, maka organisasi dan tata kerja Pelaksana BPK serta jabatan
fungsional ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.
Ayat (2)
Jabatan fungsional pemeriksa terdiri atas beberapa jenjang jabatan dan kepangkatan
yang memiliki batas usia pensiun yang berbeda.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Rekruitment Pemeriksa diatur oleh BPK.
Pasal 35
Guna mendukung efktivitas pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada BPK perlu
disediakan anggaran yang mencukupi sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
ayat (2) dan Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 36 s/d Pasal 40
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4654
peraturan/0tkbpera/60be21f3ebf28ff7b8a692a752d92cf8.txt · Last modified: by 127.0.0.1