peraturan:0tkbpera:5b8abd68981b66b960aaf87e81ef49b3
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 8 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 331/PJ.313/2005 TENTANG PERMOHONAN PENEGASAN OBJEK PPh PASAL 23 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor xxx tanggal 29 Maret 2004 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa : a. PT. ABC adalah rekanan dari PT. Pertamina (Persero) yang menerima penghasilan berupa Throughout Fee (TPF), yaitu biaya yang dibayarkan oelh PT. Pertamina (Persero) sebagai kompensasi atas jasa PT. ABC dalam pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan fasilitas serta pengaliran gas milik PT. Pertamina (Persero) dari Air Serdang dan Beringin ke Limau Timur. TPF tersebut terdiri atas : - TPF Principal, yaitu pembayaran yang diberikan oleh PT. Pertamina (Persero) sebagai kompensasi atas investasi berupa pembangunan proyek pemanfaatan gas Air Serdang dan Beringin Sumatera Selatan yang dilakukan oleh PT. ABC dengan pola Bangun Guna Serah (BOT) - TPF Operation and Maintenance, yaitu pembayaran yang diberikan oleh PT. Pertamina (Persero) sebagai kompensasi atas jasa pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas yang dilakukan oleh PT. ABC dengan Pola Bangun Guna Milik (BOO). b. Atas seluruh pembayaran TPF tersebut di atas telah dikukuhkan pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 6% oleh PT. Pertamina (Persero), sedangkan menurut pendapat Saudara yang merupakan objek PPh Pasal 23 hanya TPF Operation and Maintenance sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002; c. Saudara mohon penegasan terhadap masalah tersebut di atas. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain diatur bahwa : a. Pasal 4 ayat (1) huruf p, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; b. Pasal 23 ayat (1) huruf c, atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 21 dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto. 3. Sesuai ketentuan Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer), antara lain diatur bahwa : a. Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer) adalah bentuk perjanjain kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dang mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir; b. Biaya mendirikan bangunan di atas tanah yang dikeluarkan oleh investor merupakan nilai perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan atau hak mengusahakan bangunan tersebut, dan jumlah biaya yang dikeluarkan tersebut oleh investor diamortisasi dalam jumlah yang sama besar setiap tahun selama masa perjanjian bangun guna serah; c. Amortisasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dimulai pada tahun bangunan tersebut mulai digunakan atau diusahakan oleh investor; d. Apabila dalam pelaksanaan bangun guna serah diberikan penggantian atau imbalan kepada investor, maka penggantian atau imbalan tersebut adalah penghasilan bagi investor dalam tahun diterimanya hak penggantian atau imbalan tersebut. 4. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) Huruf C UU PPh, antara lain diatur bahwa : a. Termasuk jenis jasa lain yang dikenakan PPh Pasal 23 adalah sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 TAHUN 1996 dan sewa penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat; b. Besarnya perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta sebagaiman dimaksud dalam butir a di atas adalah 40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN; c. Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/ perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material/ barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak. 5. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-38/PJ.4/1995 tanggal 14 Juli 1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Sehubungan dengan Perjanjian Bangun Guna Serah, antara lain ditegaskan bahwa : a. Bangunan yang didirikan oleh Investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko (ruko), hotel, dan/atau bangunan lainnya; b. Penghasilan investor sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh investor dari pengusahaan bangunan yang didirikan antara lain : - Sewa dan Penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta; - Penghasilan sehubungan dengan hak pengusahaan bangunan seperti penghasilan dari pengusahaan hotel, pusat fasilitas olah raga (sport center), tempat hiburan, dan sebagainya. - Penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dari pemegang hak atas tanah apabila masa perjanjian bangun guna serah diperpendek dari masa yang telah ditentukan; c. Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto bagi investor adalah biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) dan dengan memperhatikan Pasal 9 Ayat (1) UU PPh berkenaan dengan pengusahaan bangunan yang didirikan berdasarkan perjanjian bangun guna serah tersebut; d. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk mendirikan bangunan merupakan nilai perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan atau hak mengusahakan bangunan tersebut, dan nilai perolehan tersebut oleh investor diamortisasi dalam jumlah yang sama besar setiap tahun selama masa perjanjian bangun guna serah. 6. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Penghasilan berupa TPF Operation and Maintenance yang diterima atau diperoleh PT. ABC sebagai kompensasi atas jasa pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas pengaliran gas milik PT. Pertamina (Persero) yang dilakukan oleh PT. ABC, termasuk dalam pengertian sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta sebagaimana dimaksud dalam butir 4 huruf a di atas. Oleh karena itu, atas penghasilan tersebut wajib dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x 40% atau 6% dari jumlah imbalan bruto tidak termasuk PPN; b. Penghasilan berupa TPF Principal yang diterima dan diperoleh PT. ABC dari penggunaan fasilitas Transmisi Gas Air Serdang - Beringin, Beringin - SKG 1 Limau Timur oleh PT. Pertamina (Persero) sebagaimana dalam butir 1 tidak termasuk dalam pengertian penghasilan dari sewa atas penggunaan harta sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002. Namun, hal tersebut merupakan penghasilan yang berkaitan dengan perjanjian pembangunan fasilitas dengan sistem BOT antara PT. ABC selaku pihak yang membangun dan mengoperasikan dengan PT. Pertamina (Persero) selaku pihak yang memanfaatkan dan yang akan menerima pengalihan fasilitas yang dibangun dengan ketentuan bahwa : - Fasilitas yang dibangun dan dioperasikan oleh PT. ABC hanya digunakan oleh dan akan dialihkan pada akhir masa perjanjian kepada PT. Pertamina (Persero); - Dari jumlah fee yang dibayarkan tersebut termasuk di dalamnya cicilan pembayaran harga perolehan fasilitas yang akan diserahkan pada akhir masa perjanjian BOT. Oleh karena itu, atas penghasilan TPF Principal tersebut tidak terutang PPh Pasal 23. Namun demikian, penghasilan yang diterima atau diperoleh tersebut harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh badan dan dikenakan pajak berdasarkan Pasal 17 UU PPh pada tahun diterimanya hak penggantian atau imbalan tersebut, sedangkan biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah : - Biaya pembangunan fasilitas pengaliran gas yang dikeluarkan oleh PT. ABC yang diamortisasi dalam jumlah yang sama besar setiap tahun selama masa perjanjian bangun guna serah; dan - Biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) dan dengan memperhatikan Pasal 9 Ayat (1) UU PPh berkenaan dengan Pengusahaan bangunan yang didirikan berdasarkan perjanjian bangun guna serah tersebut. Demikian penegasan kami agar Saudara maklum. A.n. Direktur Jenderal Direktur, ttd HERRY SUMARDJITO NIP 060061993 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Pajak Penghasilan.
peraturan/0tkbpera/5b8abd68981b66b960aaf87e81ef49b3.txt · Last modified: 2023/02/05 05:57 (external edit)