peraturan:0tkbpera:5a2afca61e35f45a7dd44ca46e0225f4
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 23 Mei 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 455/PJ.53/2003 TENTANG PERLAKUAN PPN ATAS SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 20 Januari 2003 perihal Permohonan Penegasan Mengenai Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dalam Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi untuk Proyek PLTU TJB antara PT. ABC dan PT. XYZ, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut: a. Tim Keppres (TK) Nomor 133/2000 dibawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada tanggal 26 Nopember 2001 telah memutuskan untuk melanjutkan dan menyelesaikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Jati B (PLTU TJB) di Jepara, Jawa Tengah dengan skema sewa guna usaha. b. PT. ABC adalah perusahaan penanaman modal asing yang merupakan perusahaan pembiayaan bukan bank yang telah mendapat ijin dari Menteri Keuangan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.06/2002 tanggal 23 April 2002. c. Untuk keperluan penyelesaian proyek tersebut pada nomor 1, berdasarkan Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor XXX, PT. ABC akan melakukan "Kegiatan Usaha PT. ABC" sebagai berikut: 1) membeli tanah tempat pembangkit tenaga listrik tersebut akan dibangun; 2) menyediakan pembiayaan; 3) merancang, merekayasa secara teknis, mengadakan, menyediakan, mengangkut, mengimpor peralatan dan material, memasang, membangun, melakukan commissioning dan percobaan terhadap pembangkit listrik tersebut dengan cara mengadakan kontrak pengadaan barang dan kontrak pembangunan dengan kontraktor asing yang memenuhi syarat untuk memperoleh pembiayaan pembangunan proyek tersebut; 4) menyewagunausahakan PLTU TJB kepada XYZ untuk suatu periode tertentu setelah penyelesaian proyek PTLU TJB; dan 5) mengawasi pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh XYZ yang meliputi pengoperasian, pemeliharaan dan penyediaan bahan bakar PLTU TJB berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu Framework Agreement tertanggal 30 Maret 2001 antara XYZ dan PT. ABC dan pihak-pihak lainnya. d. Untuk mewujudkan skema sewa guna usaha seperti yang telah ditetapkan, XYZ akan melaksanakan pengoperasian dan pemeliharaan atas PLTU TJB dan akan melakukan pembayaran angsuran sewa guna usaha ("FLI") kepada PT ABC selama periode perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi yaitu 20 tahun yang dapat diperpanjang berdasarkan suatu perjanjian. Setiap pembayaran FLI terdiri dari angsuran pokok atas harga PLTU TJB dan imbalan jasa sewa guna usaha (bunga). e. Saudara berpendapat bahwa PT. ABC mempunyai dua status, yaitu sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan sebagai perusahaan leasing (Financial Lease). f. Sehubungan dengan dua status tersebut, Saudara menyimpulkan bahwa: 1) PT. ABC sebagai PKP yang melakukan penyerahan BKP (PLTU TJB) terutang PPN sebesar 10% dari harga jual, tidak termasuk bunga atas penggantian perusahaan leasing (jumlah principal). 2) PT. ABC sebagai perusahaan leasing (non PKP) melakukan penyerahan jasa tidak Kena Pajak (direct financing lease), penggantian bunga sebagai penghasilan dari perusahaan leasing tidak terutang PPN. g. Saudara berpendapat bahwa pelaksanaan pemungutan dan pembayaran PPN ("Perlakuan PPN") adalah sebagai berikut: 1) Meskipun PT. ABC mempunyai kewajiban menerbitkan Faktur Pajak pada saat menyerahkan PLTU TJB, mengingat XYZ adalah pemungut PPN, PT. ABC dapat menerbitkan Faktur Pajak pada saat menyampaikan tagihan untuk setiap FLI. 2) XYZ mempunyai kewajiban memungut dan menyetor PPN yang terutang ke Kas Negara. 3) Saat terutangnya PPN ke Kas Negara adalah cash basis, yaitu pada saat setiap FLI dibayarkan. 4) Dalam prakteknya, PT. ABC, setiap setengah tahun selama jangka waktu sewa guna usaha, akan menerbitkan tagihan (invoice) atas jumlah FLI yang terdiri dari jumlah principal dan bunga. Dengan demikian, mengingat jumlah principal dari FLI mencerminkan nilai dari PLTU TJB, maka PPN hanya terutang atas pembayaran jumlah principal saja. Kemudian PT. ABC dapat menerbitkan Faktur Pajak atas nilai dari PLTU TJB sesuai dengan jumlah proporsi principal dari setiap FLI. Faktur Pajak ini yang menjadi dasar jumlah PPN yang akan disetor oleh XYZ kepada Kas Negara. h. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Saudara memohon penegasan apakah Perlakuan PPN tersebut di atas sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku dan Saudara memohon agar diberikan petunjuk. 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN), antara lain mengatur: a. Pasal 1 angka 17, bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. b. Pasal 1 angka 18, bahwa Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. c. Pasal 1A ayat (1) huruf b, bahwa termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) antara lain adalah pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing. Di dalam memori penjelasannya ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi. Meskipun pengalihan atau penyerahan hak atas BKP belum dilakukan dan pembayaran Harga Jual BKP tersebut dilakukan secara bertahap, tetapi karena penguasaan atas BKP telah berpindah dari penjual kepada pembeli atau dari lessor kepada lessee, maka Undang-undang ini menentukan bahwa penyerahan BKP dianggap telah terjadi pada saat perjanjian ditandatangani, kecuali apabila berpindahnya penguasaan secara nyata atas Barang Kena Pajak tersebut terjadi lebih dahulu daripada saat ditandatanganinya perjanjian. d. Pasal 3A ayat (1), bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPn BM yang terutang. e. Pasal 4 huruf a, bahwa PPN dikenakan antara lain atas penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. f. Pasal 4A ayat (3) huruf d sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 huruf d dan Pasal 8 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, bahwa jenis jasa yang tidak dikenakan PPN antara lain adalah jasa sewa guna usaha dengan hak opsi. g. Pasal 11 ayat (1), bahwa terutangnya pajak terjadi antara lain pada saat penyerahan Barang Kena Pajak. Di dalam memori penjelasannya diuraikan bahwa pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak, meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima. h. Pasal 11 ayat (2), bahwa dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau JKP dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. 3. Berdasarkan ketentuan-ketentuan pada butir 2 di atas serta memperhatikan surat Saudara tersebut pada butir 1, dengan ini disampaikan penegasan sehubungan transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi antara PT. ABC dan XYZ atas PLTU TJB, sebagai berikut: 1) Saat terutangnya PPN atas penyerahan PLTU TJB dari PT. ABC kepada XYZ tersebut adalah pada saat perjanjian Sewa Guna Usaha tersebut ditandatangani, kecuali apabila saat berpindahnya penguasaan secara nyata atas PLTU TJB tersebut terjadi lebih dahulu dari pada saat ditandatanganinya perjanjian Sewa Guna Usaha. Hal ini sesuai dengan surat penegasan kami Nomor S-149/PJ.5/2003 tanggal 14 Pebruari 2003 hal Restitusi PPN PT. ABC. 2) PPN yang terutang atas penyerahan tersebut adalah sebesar 10% x Dasar Pengenaan Pajak. 3) Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan PLTU TJB tersebut adalah sebesar Harga Jual PLTU TJB, yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh PT. ABC karena penyerahan PLTU TJB, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bunga dalam rangka kegiatan sewa guna usaha tersebut. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR JENDERAL, ttd HADI POERNOMO
peraturan/0tkbpera/5a2afca61e35f45a7dd44ca46e0225f4.txt · Last modified: (external edit)