peraturan:0tkbpera:5a1e3a5aede16d438c38862cac1a78db
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   31 Desember 1988

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 49/PJ.3/1988

                        TENTANG

           PELAKSANAAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 
            ATAS PENYERAHAN JASA ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI (SERI PPN - 135)

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 TAHUN 1988 tanggal 27 Desember 1988 
dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1334/KMK.04/1988 tanggal 31 Desember 1988 tentang Tata Cara 
Pengenaan PPN atas penyerahan Jasa Angkutan Udara Dalam Negeri, maka dengan ini diberikan penjelasan 
dan petunjuk sebagai berikut :

1.  Pengertian Jasa Angkutan Udara Dalam Negeri dan Luar Negeri.
    1.1.    Jasa Angkutan Udara Dalam Negeri adalah jasa pelayanan angkutan udara baik untuk 
        angkutan penumpang, angkutan barang, hewan atau tumbuh-tumbuhan yang dilakukan 
        dalam wilayah Republik Indonesia oleh perusahaan penerbangan dengan nama dan dalam 
        bentuk apapun.
        Contoh: Penerbangan Jakarta - Surabaya - Ujung Pandang.

    1.2.    Jasa Angkutan Udara Luar Negeri adalah jasa pelayanan angkutan udara baik untuk 
        angkutan penumpang, angkutan barang, hewan atau tumbuh-tumbuhan yang dilakukan dari
        luar wilayah Republik Indonesia ke dalam wilayah Republik Indonesia atau sebaliknya oleh 
        perusahaan penerbangan dengan nama dan alamat bentuk apapun. Termasuk penerbangan 
        luar negeri adalah pelayanan angkutan udara luar negeri ke beberapa tempat di Indonesia 
        atau sebaliknya sepanjang pelayanan angkutan udara tersebut menjadi bagian yang tidak 
        terpisahkan dari pelayanan jasa angkutan luar negeri. "Bagian yang tidak terpisahkan" 
        artinya bahwa seluruh penerbangan tersebut terangkum dalam satu tiket.

        Contoh : 
        1.  Penerbangan London - Jakarta - Yogyakarta - Denpasar, terangkum dalam satu 
            tiket, maka tidak dikenakan PPN. Tetapi, jika penerbangan dari Jakarta - 
            Yogyakarta, dan Denpasar tiketnya terpisah, sekalipun diterbitkan diluar negeri, 
            tetap dikenakan PPN.
        2.  Penerbangan Jakarta - Medan - Singapura. Penerbangan ini kalau terangkum dalam 
            satu tiket tidak dikenakan PPN.

        Namun dalam penerbangan Jakarta - Medan - Singapura seperti tersebut di atas ternyata 
        penerbangan Medan - Singapura batal setelah sampai di Medan, maka atas penerbangan 
        Jakarta - Medan terutang PPN dan dipungut di Medan, maka atas penerbangan Jakarta - 
        Medan terutang PPN dan dipungut di Medan pada waktu penumpang yang bersangkutan 
        meminta pengembalian harga tiket.

    1.3.    Atas penyerahan Jasa Angkutan Udara Dalam Negeri sebagaimana tersebut pada butir 1.1.
        dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sejak 15 Januari 1989.

2.  Saat Pelaporan untuk dikukuhkan menjadi PKP :
    2.1.    Orang atau badan yang melakukan pelayanan jasa angkutan udara wajib melaporkan 
        usahanya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah saat usahanya dimulai pada 
        Kantor Inspeksi Pajak dimana orang atau badan tersebut berdomisili untuk dikukuhkan 
        menjadi Pengusaha Kena Pajak.

    2.2.    Bagi Pengusaha jasa angkutan udara yang sudah mulai usahanya sebelum 15 Desember
        1988 wajib melaporkan usahanya selambat-lambatnya tanggal 14 Januari 1989 untuk 
        dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

3.  Dasar Pengenaan Pajak :
    3.1.    Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan jasa angkutan udara adalah penggantian atau 
        jumlah biaya angkutan udara yang tercantum dalam harga tiket, tagihan atau Surat Muatan 
        Udara (Air Waybill), harga kontrak penerbangan borongan (Charter Flight), dengan nama 
        dan dalam bentuk apapun yang diminta oleh pengusaha jasa angkutan udara dalam rangka 
        pelaksanaan pemberian jasa angkutan udara baik langsung maupun melalui agen atau Biro 
        Perjalanan.

    3.2.    Potongan harga yang tidak tercantum dalam harga tiket, tagihan atau Surat Muatan Udara
        (Air Waybill) atau harga kontrak penerbangan borongan (Charter Flight) tidak dapat 
        mengurangi besarnya Dasar Pengenaan Pajak.

    3.3.    Dalam hal penyerahan jasa angkutan udara merupakan satu kesatuan paket dengan 
        pelayanan jasa lainnya dan apabila harga jasa angkutan udara tidak dapat dipisahkan 
        secara nyata maka Dasar Pengenaan Pajaknya harga keseluruhan paket tersebut.

        Misalnya :
        Harga tiket Jakarta - Medan pulang pergi ditambah penginapan dan akomodasi lainnya 
        adalah Rp. 330.000,00. Apabila harga tersebut merupakan satu kesatuan (paket) maka 
        Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Rp. 330.000,00.

    3.4.    Dalam hal PPN yang terutang sudah termasuk dalam harga tiket, tagihan atas Surat 
        Muatan Udara (Air Waybill) atau harga kontrak penerbangan borongan (Charter Flight) maka
        besarnya PPN dihitung 10/110 dari biaya jasa angkutan udara.

4.  Saat terutangnya PPN :
    PPN atas penyerahan jasa angkutan udara terutang pada saat pembayaran biaya angkutan udara, 
    baik langsung kepada perusahaan jasa angkutan udara maupun melalui agen atau Biro Perjalanan.

5.  Tempat terutang PPN :
    5.1.    PPN atas penyerahan jasa angkutan udara terutang ditempat pengusaha jasa angkutan 
        udara yang menerima pembayaran biaya angkutan udara.

        Dalam hal ada kerja sama penerbangan antara 2 perusahaan penerbangan atau lebih 
        dimana pembayaran jasa angkutan udara dilakukan oleh pemakai jasa angkutan pada salah
        satu dari perusahaan jasa angkutan tersebut maka PPN harus dipungut oleh perusahaan 
        yang menerima pembayaran. Perusahaan lainnya menerima bagian biaya jasa angkutan 
        udara tanpa PPN.

    5.2.    Dalam hal pembelian tiket atau tagihan atas Surat Muatan Udara (Air Waybill) angkutan 
        udara dalam negeri yang dilakukan di luar negeri dan merupakan bagian yang terpisah dari 
        angkutan udara luar negeri, PPN terutang oleh Pengusaha jasa angkutan udara di tempat 
        pemakaian jasa angkutan udara dalam negeri dan wajib dipungut oleh perusahaan 
        penerbangan dalam negeri yang bersangkutan pada saat pemberangkatan di dalam negeri.

        Contoh :
        Penerbangan London - Jakarta - Yogyakarta - Denpasar.London - Jakarta dalam satu tiket 
        sedang Jakarta - Yogyakarta - Denpasar dengan tiket yang terpisah dan kedua-duanya 
        diterbitkan di London. Untuk tiket Jakarta - Yogyakarta - Denpasar dikenakan PPN dan 
        dipungut pada saat keberangkatan dari Jakarta menuju Yogyakarta dan dipungut oleh 
        perusahaan penerbangan dalam negeri yang bersangkutan.

    5.3.    Dalam hal pembayaran atau kontrak penerbangan borongan (Charter Flight) untuk 
        penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri dilakukan di luar negeri, maka atas jasa 
        angkutan udara tersebut terutang PPN di tempat kedudukan Kantor Pusatnya atau Bentuk 
        Usaha Tetap (Permanent Establishment) di Indonesia.

6.  Saat Penyetoran dan Pelaporan PPN :
    6.1.    Masa Pajak adalah satu bulan takwim.

    6.2.    Pengusaha jasa angkutan udara wajib menyetor jumlah pajak yang terutang selambat-
        lambatnya 15 hari setelah akhir Masa Pajak.

    6.3.    Ada kemungkinan omzet dalam satu bulan dari suatu perusahaan penerbangan belum 
        diketahui dengan pasti terutama dalam hal penjualan tiket dilakukan melalui agen atau Biro 
        Perjalanan.

        Dalam hal penerimaan pembayaran dalam 1 bulan Takwim belum diketahui secara pasti, 
        pengusaha jasa angkutan udara dalam negeri menyetor dan melaporkan jumlah Pajak 
        Pertambahan Nilai yang terutang berdasarkan perhitungan sementara. Perhitungan 
        sementara tersebut dihitung berdasarkan perkiraan omzet pada bulan yang bersangkutan. 
        Dalam hal selisih kurang antara penghitungan sementara dengan realisasi omzet lebih 
        besar dari 10%, maka atas kekurangan tersebut dikenakan sanksi bunga sebesar 2% 
        sebulan berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.

    6.4.    Selisih kurang tersebut pada butir 6.3. atau selisih lebih yang mungkin terjadi harus 
        dilaporkan dalam masa pajak berikutnya.

        Contoh :
        Bulan Januari 1989
        Perkiraan omzet pada bulan Januari 1989 adalah Rp. 100 juta (omzet  15 hari).
        PPN yang terutang pada bulan Januari 1989 Rp. 10 juta
        Jumlah PPN yang terutang harus disetor paling lambat 15 Pebruari 1989.

        Bulan Pebruari 1989.
        Perkiraan omzet bulan Pebruari 1989 adalah          Rp. 220 juta
        Realisasi omzet Januari 1989                    Rp. 110 juta
        Omzet Januari 1989 berdasarkan perhitungan sementara        Rp. 100 juta
        Selisih kurang antara realisasi dan perhitungan sementara       Rp.   10 juta
        DPP PPN pada bulan Pebruari 1989                Rp. 230 juta
        PPN yang terutang                       Rp.   23 juta
        Jumlah PPN yang terutang tersebut disetor paling lambat tanggal 15 Maret 1989.

        Catatan :
        a.  Perincian perhitungan tersebut di atas harus dilampirkan pada SPT Masa bulan yang 
            bersangkutan.
        b.  Selisih "kurang" sebesar Rp. 10 juta untuk laporan omzet bulan Januari 1989 tidak 
        dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 19 ayat (1) karena tidak melebihi 10%. Apabila selisih 
        "kurang" tersebut sebesar Rp. 12 juta maka dikenakan sanksi bunga berdasarkan Pasal 19 
        ayat (1) sebesar 2% x Rp. 12 juta.

    6.5.    Pengusaha Jasa Angkutan Udara yang akan menggunakan penghitungan sementara harus 
        memberitahukan terlebih dahulu kepada Kepala Inspeksi Pajak ditempat pengusaha jasa 
        angkutan udara tersebut dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

    6.6.    Pengusaha jasa angkutan udara wajib melaporkan penghitungan pajak sebagaimana 
        dimaksud dalam butir 6.2. selambat-lambatnya 20 hari setelah akhir Masa Pajak.

7.  Pembatalan pemakaian jasa angkutan udara :
    Dalam hal jasa angkutan udara dibatalkan oleh pemakai jasa maka  jumlah PPN yang telah dibayar 
    dapat dikembalikan. Pengembalian PPN akibat pembatalan tersebut mengurangi jumlah PPN yang 
    seharusnya disetor oleh pengusaha jasa angkutan udara dalam Masa Pajak dimana pengembalian 
    dilakukan.

8.  Faktur Pajak :
    8.1.    Tiket atau Surat Muatan Udara (Air Waybill) berfungsi sebagai Faktur Pajak. Faktur Pajak 
        ini merupakan Faktur Pajak Sederhana dan karenanya diperkenankan untuk tidak 
        mencantumkan Nomor seri dalam Faktur Pajak.

    8.2.    Perusahaan penerbangan yang menyerahkan jasa angkutan udara berupa penerbangan 
        borongan (Charter Flight) harus membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam 
        Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1117/KMK.04/1988 tanggal 8 November 1988 serta 
        melampirkan Daftar Pajak Masukan dan Daftar Pajak Keluaran pada SPT Masanya.

9.  Pajak Masukan yang dibayar oleh perusahaan jasa angkutan udara pada waktu membeli bahan 
    bakar,spare part dan lain-lainnya yang berhubungan dengan proses menghasilkan jasa angkutan 
    udara tidak dapat dikreditkan sepanjang dalam harga atau nilai penggantian yang diminta oleh 
    perusahaan jasa angkutan udara tidak dapat dikreditkan sepanjang dalam harga atau nilai 
    penggantian yang diminta oleh perusahaan jasa angkutan udara masih mengandung/ 
    memperhitungkan Pajak Masukan yang telah dibayar sebagai unsur biaya.

Demikian kiranya Saudara maklum dan agar dilaksanakan sebagaimana mestinya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

Drs. MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/0tkbpera/5a1e3a5aede16d438c38862cac1a78db.txt · Last modified: (external edit)