peraturan:0tkbpera:56517f19aa289885c43e8db9137fb1b0
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
11 Februari 2003
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 90/PJ.42/2003
TENTANG
PEMBAYARAN PPh PASAL 25 BAGI BUMN KAWASAN INDUSTRI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara kepada Menteri Keuangan nomor XXX tanggal 13 Agustus 2002 tentang
Pembayaran PPh Pasal 25 Bagi BUMN Kawasan Industri sebagai tanggapan atas surat dari Pengurus Pusat
Himpunan Kawasan Industri Indonesia dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
a. BUMN Kawasan Industri memiliki core business penjualan tanah kapling. Penjualan tanah
kapling tersebut akhir-akhir ini sangat fluktuatif pada masa krisis yang belum sepenuhnya
kondusif untuk investasi. Di samping itu penjualan tanah kapling sangat lazim dilakukan
dengan pembayaran secara cicilan antara 1-2 tahun. Akibatnya BUMN Kawasan Industri
sangat sulit memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 522/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000. Bilamana PPh Pasal 25
tersebut di atas dilaksanakan sepenuhnya maka BUMN Kawasan Industri akan mengalami
kesulitan cash flow yang pada akhirnya akan mengganggu eksistensinya dan akan
mengurangi atau menghilangkan kontribusinya terhadap penerimaan pajak;
b. Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas dalam kaitannya dengan pelaksanaan
PPh Pasal 25, Saudara mengusulkan pola perhitungan dan pembayaran PPh Badan sebagai
berikut:
- PPh Pasal 25 dihitung atas dasar realisasi dan diperhitungkan sebagai angsuran PPh
Badan tahun berjalan;
- Pajak Penghasilan Pasal 29 dihitung sesuai tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 17
Tahun 2000 dengan memperhitungkan PPh Pasal 25 dari realisasi penjualan.
2. Berdasarkan Pasal 25 ayat (7) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, penghitungan
besarnya angsuran Pajak bagi Wajib Pajak baru, bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, dan Wajib Pajak tertentu lainnya termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu
diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000
tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan Yang Harus
Dibayar oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah dan Wajib Pajak Lainnya Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
84/KMK.03/2002 tanggal 8 Maret 2002, penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib
Pajak BUMN/BUMD didasarkan atas Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun yang
bersangkutan yang telah disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
4. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dan (2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000
tanggal 29 Desember 2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak
Berjalan Dalam Hal-hal Tertentu, apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun
pajak, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun
pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang
menjadi dasar penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan disertai penghitungan besarnya Pajak
Penghasilan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau
diperoleh dan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari
tahun pajak yang bersangkutan.
5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat diberikan penegasan sebagai berikut:
a. Penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak BUMN/BUMD didasarkan atas
Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun yang bersangkutan yang telah
disetujui oleh RUPS. Apabila penghasilan dari usaha Wajib Pajak dalam tahun berjalan
mengalami penurunan yang signifikan sehingga Pajak Penghasilan yang diperkirakan akan
terutang pada akhir tahun menurun lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari Pajak
Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 semula, Wajib Pajak
dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, tetapi harus
didasarkan atas RKAP yang telah diubah dan disetujui perubahannya oleh Pemerintah.
Dengan demikian sepanjang tidak ada perubahan RKAP atau perubahan RKAP belum disetujui
oleh RUPS, maka Wajib Pajak BUMN/BUMD yang bersangkutan tetap harus menyetor
angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan RKAP semula (sebelum ada perubahan);
b. Pola penghitungan dan pembayaran PPh Wajib Pajak BUMN/BUMD sebagaimana yang
Saudara usulkan belum bisa dipertimbangkan untuk dilaksanakan.
Demikian harap maklum.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,
ttd
SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
peraturan/0tkbpera/56517f19aa289885c43e8db9137fb1b0.txt · Last modified: by 127.0.0.1