peraturan:0tkbpera:536b08b12d4f3c719bb351eefcf1669f
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
4 September 2000
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 1458/PJ.532/2000
TENTANG
PPN ATAS IMPOR KAPAL
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 27 Juni 2000 hal sebagaimana tersebut pada pokok
surat, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut:
1. Dalam surat Saudara tersebut dikemukan bahwa:
1.1. Kepala KPP Denpasar meminta penjelasan atas hal-hal :
- Apakah tergolong mengimpor kapal, apabila kapal tersebut bukan milik Wajib Pajak
(PT. BCN).
- Kalau tidak termasuk impor berarti tidak perlu membayar PPN atas impor sementara,
kalau termasuk impor berarti berhak memperoleh restitusi.
- Apakah dikenakan PPN atas charter fee atau impor sementara.
1.2. Wajib Pajak melakukan perjanjian charter (persewaan) kapal dengan Tropic Charterers PTE Ltd.
yang berkedudukan di Singapura dan telah membayar PPN atas persewaan kapal tersebut.
1.3. Saudara berpendapat bahwa PT. BCN wajib melunasi PPN yang terutang atas kegiatan impor
dan persewaan kapal.
2. Berdasarkan Pasal 4 huruf b dan e jo Pasal 1 huruf h Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN
Barang dan Jasa dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994,
PPN dikenakan atas impor Barang Kena Pajak yaitu setiap kegiatan memasukkan barang dari Luar
Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean.
3. Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 TAHUN 1999, ditetapkan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN.
Jasa Persewaan kapal tidak termasuk jasa yang tidak dikenakan PPN, dengan demikian atas
penyerahan jasa tersebut dikenakan PPN.
4. Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Keputusan Presiden Nomor 37 TAHUN 1998 tentang Perubahan Atas
Keputusan Presiden Nomor 18 TAHUN 1986 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Dan
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu yang ditanggung oleh
Pemerintah sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 22 TAHUN 1997, diatur
bahwa PPN yang terutang atas impor BKP tertentu ditanggung pemerintah, yaitu : BKP yang bersifat
strategis untuk keperluan pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
5. Berdasarkan Pasal 3 ayat (4) Keputusan Presiden Nomor 204 TAHUN 1998 dan sebagaimana ditegaskan
dalam butir 2 huruf d Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No : SE-03/PJ.52/1999 tanggal 8 April 1999
dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No : SE-11/PJ.52/1999 tanggal 29 Mei 1999 disebutkan bahwa
PPN yang terutang ditanggung Pemerintah atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang diterima oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga yang meliputi :
a. Jasa persewaan kapal;
b. Jasa kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh;
c. Jasa perawatan/reparasi (docking) kapal.
6. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 574/KMK.05/1996 tanggal 18 September 1996
tentang Tata Laksana Impor Sementara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 475/KMK.01/1998 tanggal 3 November 1998 disebutkan antara lain bahwa :
a. Pasal 1, Impor Sementara adalah pemasukan barang ke dalam Daerah Pabean yang nyata-
nyata akan diekspor kembali dalam jangka waktu tertentu.
b. Pasal 6 ayat (1) dan (2), terhadap barang impor sementara yang diberikan keringan Bea Masuk,
importir wajib membayar Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor sebesar 2% untuk setiap
bulan atau bagian dari bulan dari jangka waktu izin impor sementara dikalikan jumlah Bea
Masuk dan Pajak dalam rangka impor yang seharusnya dikenakan atas barang impor
bersangkutan.
c. Pasal 6 ayat (3), selain kewajiban untuk membayar Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), importir wajib menyerahkan jaminan sebesar antara
Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor yang seharusnya dikenakan atas impor barang yang
bersangkutan dengan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor yang telah dibayar.
7. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 329/KMK.04/1999 tanggal 18 Juni 1999, serta ralat
tanggal 12 Agustus 1999 tentang Penetapan Kapal, Pesawat Udara, Kereta Api, serta Suku Cadang dan
Peralatan Untuk Perbaikan/ Pemeliharaan Sebagai Barang Kena Pajak yang Bersifat Strategis Untuk
Pembangunan Nasional, antara lain diatur :
a. Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud perusahaan dalam keputusan ini meliputi Perusahaan
Pelayaran Niaga, Perusahaan Angkutan Sungai, Danau dan penyeberangan, Perusahaan
Angkutan Udara Niaga dan Perusahaan Kereta Api serta perusahaan yang mengelola pelabuhan
umum dan perusahaan yang bergerak di bidang usaha penangkapan ikan.
b. Pasal 1 ayat (2), yang dimaksud Perusahaan Pelayaran Niaga adalah badan hukum Indonesia
yang menyelenggarakan usaha jasa angkutan laut dengan menggunakan kapal berbendera
Indonesia atau kapal asing atas dasar sewa untuk jangka waktu atau perjalanan tertentu
ataupun berdasarkan perjanjian dan telah memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan Pelayaran
(SIUPP) dari Departemen Perhubungan.
c. Pasal 1 ayat (6) huruf b, yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak tertentu adalah kapal
angkutan sungai, danau, penyeberangan yang digunakan untuk angkutan umum oleh
Perusahaan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan.
d. Pasal 3 ayat (1), atas impor Barang Kena Pajak tertentu kepada perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah.
8. Berdasarkan butir 5.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-15/PJ.5/1999 tanggal 30
Agustus 1999, diatur tata cara pelaksanaan pemberian fasilitas PPN Ditanggung oleh Pemerintah untuk
impor Barang Kena Pajak sebagai berikut :
a. Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan PPN ditanggung oleh Pemerintah atas impor
Barang Kena Pajak tertentu, diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPP, dengan
dilampiri dokumen impor berupa Letter of Credit (L/C), Invoice, Bill of Lading (BL), atau Airway
Bill dan dokumen kontrak yang bersangkutan.
b. Surat Keterangan PPN Ditanggung oleh Pemerintah atas impor Barang Kena Pajak tertentu
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPP dimana PKP dikukuhkan dalam
rangkap 3 (tiga) dengan peruntukkan sebagai berikut:
- Lembar ke-1 : untuk Bank Devisa/Kantor Pelayanan Bea dan Cukai melalui Wajib
Pajak;
- Lembar ke-2 : untuk Pengusaha Kena Pajak;
- Lembar ke-3 : untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak;
9. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 8 serta memperhatikan isi surat Saudara pada
butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa :
a. Impor kapal yang dilakukan dalam rangka persewaan kapal oleh PT. BCN merupakan impor
sementara sebagaimana dimaksud dalam butir 6 huruf a di atas sepanjang nyata-nyata akan
diekspor kembali dalam jangka waktu tertentu.
b. Atas impor sementara tersebut terutang PPN. Namun apabila kapal yang diimpor tersebut
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud butir 7 huruf c dan merupakan kapal laut yang
digunakan untuk kegiatan usaha Perusahaan Pelayaran Niaga serta Wajib Pajak adalah
Perusahaan Pelayaran Niaga sebagaimana dimaksud dalam butir 7 huruf b, maka atas impor
kapal tersebut PPN yang terutang ditanggung Pemerintah. Untuk memperoleh fasilitas PPN
ditanggung pemerintah, Wajib Pajak sebagai PKP pembeli/penyewa dapat mengajukan
permohonan Surat Keterangan PPN ditanggung Pemerintah ke KPP di mana PKP pembeli/
penyewa dikukuhkan.
c. Penyerahan jasa persewaan kapal merupakan penyerahan yang terutang PPN. Namun apabila
PT. BCN adalah Perusahaan Pelayaran Niaga maka atas jasa persewaan kapal yang
diterimanya, PPN yang terutang ditanggung Pemerintah.
Demikian untuk dimaklumi.
Direktur Jenderal Pajak
Direktur PPN dan PTLL
ttd.
Moch. Soebakir
NIP 060020875
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Pajak
2. Direktur Peraturan Perpajakan
3. Kepala KPP Denpasar
peraturan/0tkbpera/536b08b12d4f3c719bb351eefcf1669f.txt · Last modified: by 127.0.0.1