peraturan:0tkbpera:4d22136ec8f25b566fdd61bc0d5045b4
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 18 Juli 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 612/PJ.332/2005 TENTANG PENGISIAN SURAT SETORAN PAJAK (SSP) REKANAN YANG TIDAK MEMPUNYAI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 21 Juni 2005 perihal dimaksud pada pokok di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa sehubungan dengan penunjukkan Bank Indonesia sebagai pemungut PPh Pasal 22, sehingga penyetoran pajak harus dilakukan dengan Surat Setoran Pajak (SSP), sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001, Saudara memohon penegasan mengenai tata cara pengisian NPWP pada SSP atas transaksi langsung yang dilakukan Bank Indonesia dengan rekanan yang belum mempunyai NPWP. 2. Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya, diatur antara lain: a. Pasal 1, bahwa Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 tentang Pajak Penghasilan, adalah: 1) butir 1, Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang; 2) butir 2, Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang; 3) Butir 3, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada butir 4; 4) Butir 4, Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN; 5) Butir 6, Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya. b. Pasal 5 diatur hal-hal sebagai berikut: 1) ayat 1, bahwa pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang oleh pemungut sebagaimana dimaksud Pasal 1 butir 1 dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh importir yang bersangkutan ke bank devisa, atau bendaharawan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 2) ayat 2, bahwa pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penyerahan barang oleh pemungut sebagaimana dimaksud Pasal 1 butir 2, 3 dan 4 dilaksanakan dengan cara Pemungutan dan penyetoran oleh pemungut pajak atas nama Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro. 3) ayat 4, bahwa pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 6 dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh penyalur, agen dan atau pembeli lainnya ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro. c. Pasal 6 ayat (3), bahwa pelaksanaan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir dan atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), (2) dan (4) menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak. 3. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ./2001 tentang Bentuk Surat Setoran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-384/PJ./2003, diatur hal-hal sebagai berikut: a. Pasal 1 diatur hal-hal sebagai berikut: 1) butir 2, bahwa Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran. 2) butir 3, bahwa SSP Standar adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan atau berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini. b. Pasal 3 diatur hal-hal sebagai berikut: 1) ayat (1), SSP Standar dapat digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak yang dibayar melalui Kantor Penerima Pembayaran yang belum terhubung secara on line tapi masih berhak menerima pembayaran pajak dan untuk penyetoran/pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan dan atau PPN Bendaharawan. 2) ayat (3), SSP Standar diisi sesuai dengan Buku Petunjuk Pengisian SSP sebagaimana terlampir dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini. 4. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini disampaikan bahwa penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 bagi Wajib Pajak yang tidak mempunyai NPWP dilakukan sesuai dengan Buku Petunjuk Pengisian Setoran Pajak (SSP) sebagaimana terlampir dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ./2001 tanggal 22 Februari 2001 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-384/PJ./2003, dimana NPWP, Nama Wajib Pajak dan alamat diisi dengan ketentuan sebagai berikut: a. NPWP diisi: a) untuk Wajib Pajak berbentuk Badan Usaha diisi dengan 01.000.000.0-XXX.000 b) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi diisi dengan 04.000.000.0-XXX.000 b. XXX diisi dengan Nomor Kode KPP domisili pembayar pajak. c. Nama dan Alamat diisi dengan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lainnya yang sah. Demikian untuk menjadi perhatian Saudara. DIREKTUR, ttd. HERRY SUMARDJITO
peraturan/0tkbpera/4d22136ec8f25b566fdd61bc0d5045b4.txt · Last modified: (external edit)