peraturan:0tkbpera:4c27cea8526af8cfee3be5e183ac9605
             KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 
                    NOMOR 239/KMK.01/1996

                        TENTANG 

                 PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 1995 
      TENTANG BEA MASUK, BEA MASUK TAMBAHAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI  DAN PAJAK PENJUALAN 
    ATAS BARANG MEWAH, DAN PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH 
           YANG DIBIAYAI DENGAN HIBAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERI

                MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea 
Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan 
Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri, 
dipandang perlu mengatur ketentuan pelaksanaannya lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan;

Mengingat : 

1.  Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Nomor 3262) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 (Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Nomor 3566);
2.  Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) 
    sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1991 (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3459) dan 
    terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3567);
3.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, 
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan 
    Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 61, 
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3568);
4.  Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
5.  Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan Atas Impor (Lembaran Negara 
    Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 7) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan 
    Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1988 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 
    Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3384);
6.  Peraturan Pemerintah Nomor 47 TAHUN 1994 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan 
    Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
    1994 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3579);
7.  Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 
    1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 
    sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 1994 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3581);
8.  Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak 
    Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan  Dalam Rangka 
    Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri;
9.  Keputusan Presiden Nomor 56 TAHUN 1988 tentang Penunjukan Badan-badan Tertentu dan 
    Bendaharawan Untuk Memungut dan Menyetor Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas 
    Barang Mewah;
10. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pemeriksaan Pabean Atas Barang Yang Diimpor 
    Dalam Rangka Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Bantuan Luar Negeri;
11. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan 
    Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1995;
12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 599/KMK. 04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang 
    Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat Dan Besarnya Pajak Pungutan Serta Tata 
    Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan 
    Nomor : 147/KMK.04/1995 tanggal 3 April 1995.

                        MEMUTUSKAN :

Mencabut :

Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 191/KMK.04/1995 tanggal 12 Mei 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk 
Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Dalam 
Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Dana Pinjaman Luar Negeri;

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH 
NOMOR 42 TAHUN 1995 TENTANG BEA MASUK, BEA MASUK TAMBAHAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN 
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, DAN PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK 
PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN HIBAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERI.


                        Pasal 1

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :

a.  Proyek Pemerintah adalah proyek yang tercantum dalam Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen 
    yang dipersamakan dengan DIP, termasuk proyek yang dibiayai dengan Perjanjian Penerusan 
    Pinjaman (PPP)/Subsidiary Loan Agreement (SLA);

b.  Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa 
    yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman 
    luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.

c.  Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang 
    dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang 
    diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.

d.  Dokumen lain yang dipersamakan dengan DIP adalah dokumen rencana anggaran tahunan proyek, 
    yang ditampung dalam Daftar Isian Pembiayaan Proyek (DIPP), Surat Pengesahan Anggaran Biaya
    Proyek (SPABP), Rencana Pembiayaan Tahunan (RPT), Surat Rincian Pembiayaan Proyek Perkebunan 
    (SRP3), Rencana Anggaran Biaya (RAB), Daftar Isian Penerusan Pinjaman Luar Negeri (DIPPLN), Surat 
    Keputusan Otorisasi (SKO), dan dokumen lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan ;

e.  Perjanjian Penerusan Pinjaman (PPP) atau Sub-sidiary Loan Agreement (SLA) adalah perjanjian 
    penerusan pinjaman antara Pemerintah RI cq. Departemen Keuangan dengan BUMN/BUMD/PEMDA 
    sehubungan dengan proyek yang dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA dan dibiayai dengan hibah 
    atau dana pinjaman luar negeri yang diteruspinjamkan (two step loan);

f.  Kontraktor Utama adalah kontraktor, konsultan dan pemasok ("Supplier") yang berdasarkan kontrak
    melaksanakan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri,
    termasuk tenaga ahli dan tenaga pelatih yang dibiayai dengan hibah luar negeri;

g.  Kontrak adalah suatu perjanjian pengadaan barang dan jasa (KPBJ) atau naskah lainnya yang dapat 
    disamakan, yang ditandatangani oleh Pemimpin Proyek atau pejabat yang berwenang dan Kontraktor 
    Utama.


                        Pasal 2

(1) Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor barang oleh 
    Kontraktor Utama sehubungan pelaksanaan proyek Pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan 
    hibah atau dana pinjaman luar negeri, dibebaskan.

(2) Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor barang oleh 
    Kontraktor Utama sehubungan pelaksanaan proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai 
    dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dibebaskan hanya atas bagian dari proyek Pemerintah 
    yang dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri tersebut.


                        Pasal 3

(1) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang sejak 
    1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar 
    Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau 
    JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh dananya 
    dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut.

(2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang sejak 
    tanggal 1 April 1995 atas impor BKP, pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP 
    tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama 
    sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dengan hibah 
    atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut hanya atas bagian dari proyek Pemerintah yang 
    dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri tersebut.


                        Pasal 4

(1) Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang oleh Kontraktor Utama sejak tanggal 1 April 1995 atas 
    penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang 
    dananya dibiayai seluruhnya dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh 
    Pemerintah.

(2) Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang oleh Kontraktor Utama sejak tanggal 1 April 1995 atas 
    penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang 
    sebagian dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah 
    hanya atas bagian penghasilan sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dananya 
    dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri.

(3) Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh baik pegawai lokal
    maupun asing dari Kontraktor Utama dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-
    undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
    Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994.


                        Pasal 5

(1) Pajak Penghasilan yang terutang oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek 
    Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri yang ditanggung oleh 
    Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) dikreditkan dari jumlah Pajak 
    Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilannya.

(2) Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menyatakan kelebihan pembayaran, maka 
    kelebihan pembayaran yang berasal dari Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh Pemerintah tidak 
    dikembalikan.


                        Pasal 6

(1) Kontraktor Utama yang melaksanakan Proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dari hibah 
    atau dana pinjaman luar negeri, wajib menyetor Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak
    Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dari pembiayaan yang berasal dari 
    sumber dana selain hibah atau dana pinjaman luar negeri, sesuai dengan ketentuan perundang-
    undangan yang berlaku.

(2) Daftar barang yang akan diimpor (masterlist) dibuat oleh Pemimpin Proyek (Pimpro) sesuai dengan
    kontrak dan disyahkan oleh Pejabat Eselon I atau pejabat yang ditunjuk yang membawahi proyek 
    bersangkutan.

(3) Satu eksemplar kontrak beserta Masterlist sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh 
    Pimpro kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

(4) Satu eksemplar kontrak harus disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat dimana 
    Kontraktor Utama terdaftar sebagai Wajib Pajak, apabila belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, 
    maka kontrak tersebut disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing.


                        Pasal 7

(1) Pembebasan Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, tidak dipungut 
    PPN dan PPn BM sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 3, serta PPh ditanggung oleh Pemerintah 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sehubungan dengan impor yang dilakukan oleh Kontraktor 
    Utama tidak perlu dibuatkan Surat Setoran Bea Cukai (SSBC) untuk Bea Masuk dan Bea Masuk 
    Tambahan dan Surat Setoran Pajak (SSP) untuk PPN dan PPn BM serta PPh.

(2) Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
    yang telah dibubuhi cap "Bebas Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan, tidak dipungut PPN dan PPn BM, 
    PPh ditanggung oleh Pemerintah" diberlakukan sebagai bukti pemungutan pajak-pajak yang terutang.

(3) Atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak dipungut PPN dan PPn BM sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 3, Kontraktor Utama wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap "PPN dan PPn BM 
    tidak dipungut".

(4) Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atas 
    pembayaran dari Bendaharawan atau badan lain yang ditunjuk, dibuatkan SSP PPh atau Bukti 
    Pemungutan PPh yang dibubuhi cap "PPh ditanggung oleh Pemerintah".


                        Pasal 8

(1) Atas perolehan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama yang melaksanakan Proyek Pemerintah yang 
    dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri tetap dikenakan PPN dan PPn BM oleh
    Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan BKP dan/atau JKP tersebut.

(2) PPN yang telah dibayar oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan perolehan BKP dan/atau JKP 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan 
    Pajak Keluaran.


                        Pasal 9

Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPn BM, dan PPh yang terutang sehubungan dengan Proyek 
Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri yang sudah terlanjur dipungut atau 
disetor sejak tanggal 1 April 1995, dapat diminta pengembaliannya pada Kantor Pelayanan Pajak dimana 
Kontraktor Utama terdaftar untuk PPh, PPN dan PPn BM, dan pada Kantor Inspeksi Bea dan Cukai tempat 
pemasukan barang untuk Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan.


                        Pasal 10

Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Anggaran, Direktur 
Jenderal Pajak, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, baik secara bersama maupun sendiri-sendiri sesuai 
dengan bidang tugas masing-masing.


                        Pasal 11

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut sejak 
tanggal 1 April 1995.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam 
Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 April 1996
MENTERI KEUANGAN,

ttd

MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/0tkbpera/4c27cea8526af8cfee3be5e183ac9605.txt · Last modified: by 127.0.0.1