peraturan:0tkbpera:4be5a36cbaca8ab9d2066debfe4e65c1
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
7 Maret 1994
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 03/PJ.951/1994
TENTANG
PELAKSANAAN TUPRP MULAI 1 APRIL 1994
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dengan ini diberitahukan bahwa dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-11/PJ./1994 tanggal
21 Februari 1994 telah ditetapkan Pedoman Induk Tata Usaha Penerimaan dan Restitusi Pajak (TUPRP) 1994
yang berlaku mulai tanggal 1 April 1994. Pedoman Induk TUPRP 1994 tersebut menggantikan Pedoman Induk
TUPRP 1990. Sambil menunggu selesai dicetaknya buku tersebut, dengan ini disampaikan informasi pokok
yang tercantum pada Pedoman Induk TUPRP 1994, meliputi :
1. Keputusan-keputusan Menteri Keuangan/Direktur Jenderal Pajak dan Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak yang diterbitkan sesudah diterbitkannya Pedoman Induk TUPRP 1990 dan sudah berlaku, yaitu :
Masalah Kep.Men.Keu. Kep. Dirjen Surat Edaran
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
a. Pemindahbukuan 88/KMK.04/1991 KEP-965/PJ.9/1991 SE-26/PJ.9/1991
b. Pemberian Bunga atas
Kelambatan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran
Pajak 655/KMK.04/1990 SE-25/PJ.9/1991
c. Restitusi Pajak atas Bunga
Deposito 1287/KMK.04/1991 SE-02/PJ.43/1992
d. Tata Cara Pembayaran
Kembali Kelebihan
Pembayaran Pajak Melalui
Bank 1121/KMK.04/1991
e. SPMKP Lewat Waktu SE-49/PJ.95/1990
f. SPMKP Hilang SE-25/PJ.9/1990
g. Perhitungan dengan hutang
pajak SE-10/PJ.9/1993
2. Ketentuan Baru Yang Penting :
a. Penerimaan DA.08.01
- Mulai tanggal 1 April 1994, Laporan Penerimaan dan Pengembalian Pajak (DA.08.01)
ditambah dengan informasi mengenai SPM Nihil.
Hal itu diatur dalam surat edaran Dirjen Anggaran Nomor : SE-18/A/51/0294 tanggal
15 Februari 1994 (Lampiran I); angka SPM Nihil pada DA.08.01 digunakan untuk
mencocokkan pembukuan SPM Nihil pada LP 3;
- KPP mengirim DA.08.01 Penutup (akhir bulan) ke Kanwil atasannya (tidak perlu
ke Pusat PDIP);
- bentuk Buku Kas Harian/KP PDIP 5.12 disesuaikan (Lampiran II)
b. Penyaluran SSP oleh Kanwil yang menerima DA.08.01 dari KPKN;
- Kanwil IV menyalurkan SSP ke semua KPP di DKI Jaya dan ke kota-kota terdekat
yaitu : Bogor, Tangerang, Bekasi, Cibinong dan Ciputat; khusus untuk Wp di luar KPP
tersebut disalurkan ke KPP Badora sedang Wp Jakarta yang tidak jelas KPP-nya
disalurkan ke KPP Matraman untuk ditelusuri;
- Kanwil lainnya supaya menyalurkan SSP ke KPP di kota kedudukan Kanwil dan KPP
lain yang terdekat dengan memperhatikan effisiensi, disamping itu Kanwil
menentukan KPP yang menampung SSP untuk luar kota dan SSP dalam kota yang
tidak jelas KPP-nya untuk ditelusuri; penentuan penyaluran tersebut supaya
diberitahukan ke Pusat PDIP.
c. SPh atas SSP PPh Pasal 22;
- SSP PPh Ps. 22 yang dipungut atas nama Wp Cabang, di-SPh-kan ke KPP dimana Wp
Pusatnya terdaftar apabila diketahui KPP dimana Wp Pusat terdaftar atau atas
permintaan KPP tersebut. Pada lembar ke-2 SSP ditulis :Pajak Terhutang di .....
(kode KPP), diparap Kasi yang bersangkutan (Kasi PPhBadan) dan di cap KPP;
- Ketentuan di atas, berlaku mulai pemungutan yang disetor pada Tahun 1994;
d. SPh atas SSP yang tidak jelas KPP-nya;
SSP yang tidak jelas KPP-nya (hanya jelas kotanya) sedang di kota tersebut terdapat dua
atau lebih KPP, supaya disalurkan ke salah satu KPP yang diperkirakan mendekati; untuk
mencari kejelasannya, KPP tersebut dapat menanyakan ke Kanwil (diidentifikasi melalui
master file lokal) sedang untuk wilayah DKI Jaya ditanyakan ke Pusat PDIP;
e. Penggunaan Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (Lampiran V);
Penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, supaya dituangkan dalam Nota
Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (KP PDIP 5.28) yang digunakan
untuk memudahkan atasan meneliti berkas restitusi dan sebagai dasar membuat Bukti Pbk;
formulir Data Untuk Pelaksanaan Pbk ditiadakan;
f. Kode Mata Anggaran Pengeluaran (MAK) untuk SPMKP :
PPh menjadi 5 7 3 1
PPN menjadi 5 7 3 2
Pajak Lainnya menjadi 5 7 3 5,
namun demikian untuk sementara masih direkam dengan nomor kode yang lama;
g. SKPKPP Pengganti (Lampiran VIII);
Apabila SMKP batal (karena lewat waktu atau hilang), setelah dilakukan kompensasi,maka
langsung dibuatkan SKPKPP Pengganti (KP PDIP 5.31); formulir SK Pencabutan SKPKPP dan
SK Pencabutan SPMKP ditiadakan;
h. SK Pencabutan SKPKPP/SPMKP (Lampiran IX);
Apabila SPMKP atas nama Wp yang kemudian terdaftar di KPP "Baru" (misalnya KPP
Cengkareng) namun tidak dapat diuangkan karena lewat waktu, maka atas permohonannya
diterbitkan SKPKPP Pengganti dan SPMKP yang baru tetapi sebelumnya diterbitkan SK
Pencabutan SKPKPP/SPMKP oleh KPP "Lama" (KP Kebon Jeruk/dahulu KPP Jakarta Barat
Empat); pengiriman SK Pencabutan ke KPP "Baru" disertai data hutang pajak yang masih
ditatausahakan oleh KPP "Lama" (termasuk nihil), untuk diperhitungkan oleh KPP "Baru"
dalam SKPKPP Penggantinya;
i. Restitusinya melalui Bapeksta;
- Dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 6/KMK.03/1994, ditetapkan ketentuan
pengembalian (restitusi) pembayaran pendahuluan PPN/PPn BM melalui Bapeksta;
- Restitusi PPN/PPn BM ditandai dengan diterimanya SKPFP (berfungsi sebagai SKKPP
dan SKPKPP) dari Bapeksta dan SPMK PPN/PPn BM yang telah diuangkan, dari BRI
Cabang Jakarta Veteran selaku Bank Pembayar (mitra kerja Bapeksta);
- Berdasarkan SKPFP, KPP melakukan pemindahbukuan dari PPN/PPn BM ke PLB;
- Berdasarkan SPMK, KPP melakukan pemindahbukuan dalam rangka kompensasi
sebagaimana tercantum dalam SPMK; lembar ke-1 Bukti Pbk disampaikan kepada
Wp;
- Dengan dilakukannya perhitungan oleh Bapeksta, berarti atas hutang pajak
bersangkutan telah dilakukan pembayaran sebesar jumlah yang tercantum pada
SPMK tersebut;
- Dilakukan perekaman atas SKPFP dan SPMK;
- Catatan : Sekalipun hutang pajak telah diberitahukan ke Bapeksta, namun KPP
tetap dapat melakukan perhitungan ataupun penagihan (ralat
SE-10/PJ.9/1993);
j. Pengembalian kepada Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi
Kelebihan penatausahaan setoran pajak kepada Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi, dapat
dilakukan setelah diterima permohonan dari Bank Persepsi bersangkutan dan diyakini adanya
dua kali pelimpahan SSP/pemindahbukuan saldo rekening Kas Negara dengan meneliti
dokumen penatausahaan setoran pada Bank bersangkutan dan adanya pernyataan dari KPKN
yang menunjukkan bahwa setoran dimaksud telah dibukukan pada rekening Kas Negara pada
Bank Tunggal/Operasional, disamping kedua SSP telah ditatausahakan.
Pengembalian kelebihan dilakukan dengan menerbitkan SKKP Pajak Yang seharusnya Tidak
Terhutang, SKPKPP dan SPMKP atas nama Wajib Pajak qq Bank Persepsi dan NPWP 0/kode
KPP;
k. Sistem Laporan :
- PP II dikirim hanya ke Kanwil atasan KPP, jadi tidak perlu disampaikan ke Kantor
Pusat (ralat Kep Dirjen Nomor : 1165/PJ.24/1993);
- Besarnya restitusi melalui Bapeksta supaya dicantumkan juga/terpisah secara manual
pada halaman 3 LPP II (KPL KPP 9.2) kompilasi LPP II oleh Kanwil (KPL KW 9.2);
l. Perubahan bentuk formulir :
- Buku Kas Harian/KP PDIP 5.12 (Lampiran II) :
Formulir tersebut disempurnakan untuk menampung informasi mengenai SPM Nihil;
- Lembaran Kerja LP 3/KP PDIP 5.13 (Lampiran III) :
Merupakan perubahan dari Buku Kas Perincian dan formulir tersebut hanya digunakan
untuk membuat LP 3 manual dalam hal komputer tidak dapat dipergunakan;
- Lembaran Kerja P 6/KP PDIP 5.14 (Lampiran IV);
Merupakan perubahan dari Buku P 6 dan formulir tersebut hanya digunakan untuk
membuat P 6 manual dalam hal komputer tidak dapat dipergunakan;
- Nota Penghitungan Kelebihan Pembayaran Pajak/KP PDIP 5.28 (Lampiran V);
Penggunaannya, lihat butir 2.a;
- Penghitungan Lebih Bayar/KP PDIP 5.29 (Lampiran VI) :
Digunakan untuk menyatakan lebih bayar karena adanya keputusan keberatan/
banding atau pembayaran lebih atas ketetapan. Jika unit yang menyiapkan
perhitungan tersebut ada dalam Seksi Penerimaan, maka pengajuan ke Kepala KPP
lengkap dengan dokumen yang mendasarinya sedang apabila unit yang menyiapkan
ada di luar Seksi Penerimaan, maka Seksi Penerimaan menerima Perhitungan Lebih
Bayar sesudah ditandatangani oleh Kepala KPP;
- Surat Pengantar Perhitungan Lebih Bayar (semula KP PDIP 5.30) :
Formulir ini ditiadakan;
- SKPKPP/KP PDIP 5.30 (Lampiran VII);
Formulir ini menggantikan formulir SKPKPP yang lama;
- SKPKPP Pengganti/KP PDIP 5.31 (Lampiran VIII);
Penggunaannya lihat butir 2 g;
Formulir KP PDIP 5.30 dan KP PDIP 5.31 sesuai dengan SEB Dirjen Pajak No. :
SE-01/PJ./1994 dan Dirjen Anggaran No. : SE-15/A/51/0294 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Teknis Keputusan Menteri Keuangan Nomor :1121/KMK.04/1991 Tentang
Tata Cara Pembayaran Kembali Kelebihan pembayaran Pajak Melalui Bank;
- SK Pencabutan SKPKPP/SPMKP/KP PDIP 5.34 (Lampiran IX);
Penggunaannya lihat butir 2b;
Formulir SK Pencabutan SKPKPP dan SK Pencabutan SPMKP yang lama,ditiadakan;
3. Lain-lain
Kode Jenis Pajak yang dipergunakan dalam tata usaha KPP (pada Daftar Rekap maupun Batch Header
dan perekamannya) sementara ini tidak mengalami perubahan (tetap seperti yang tercantum dalam
SSP). Hal ini perlu ditegaskan karena mulai Tahun Anggaran 1994/1995 Kode Jenis pajak yang
dipergunakan dalam teraan KPKN pada lembar ke-2 SSP mengalami perubahan yaitu :
SPM Nihil PPh 1 2 9 SPM Nihil PPN 2 1 9
Bunga Penagihan Pl 1 3 1 Bunga Penagihan PTL 2 3 3
Pajak Langsung Lainnya 1 3 2 Bea Meterai 2 3 4
Bea Lelang 2 3 5
PTL Lainnya 2 3 9
Demikian untuk dimaklumi.
A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KEPALA PUSAT PDIP
ttd
NURYADI
peraturan/0tkbpera/4be5a36cbaca8ab9d2066debfe4e65c1.txt · Last modified: by 127.0.0.1