peraturan:0tkbpera:4921f95baf824205e1b13f22d60357a1
                          DEPARTEMEN  KEUANGAN  REPUBLIK  INDONESIA
                        DIREKTORAT  JENDERAL  PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                            12 April 2000

                       SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                                     NOMOR SE - 04/PJ.7/2000

                                TENTANG

                      KEBIJAKSANAAN PEMERIKSAAN TAHUN 2000

                                   DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan dalam tahun 2000 dan tahun-tahun berikutnya, maka 
kebijaksanaan pemeriksaan diatur sebagai berikut :

I.  Umum

    1.1.    Jenis dan Prioritas Pemeriksaan

        a.  Jenis pemeriksaan terdiri dari :
            1)  Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap 
                Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan 
                Wajib Pajak yang bersangkutan yang pemilihannya terutama berdasarkan 
                Sistem Kriteria Seleksi SPT untuk Diperiksa;
            2)  Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib 
                Pajak berkenaan dengan adanya masalah yang secara khusus berkaitan 
                dengan Wajib Pajak yang bersangkutan;
            3)  Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk 
                mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak 
                pidana dibidang perpajakan;
            4)  Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap 
                cabang, perwakilan , pabrik dan atau tempat usaha dari Wajib Pajak Domisili, 
                berdasarkan permintaan dari Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak 
                Domisili karena cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha tersebut 
                berada di luar wilayah wewenang Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak 
                Domisili;
            5)  Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang 
                dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu dan untuk 
                mengumpulkan data atau keterangan atas kewajiban pajak lainnya.

        b.  Prioritas Pemeriksaan ditetapkan sebagai berikut :
            1)  Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau 
                Badan yang berdasarkan sistem kriteria seleksi memperoleh skor 700 atau 
                lebih (menyatakan lebih bayar) dan atau SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang 
                menyatakan lebih bayar dan atau SPT Masa PPN yang menyatakan meminta 
                pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
            2)  Pemeriksaan Bukti Permulaan;
            3)  Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi;
            4)  Pemeriksaan Khusus;
            5)  Pemeriksaan Rutin selain Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada 
                angka 1) diatas;
            6)  Pemeriksaan Tahun Berjalan.

    1.2.    Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan

        a.  Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari :

            1)  Pemeriksaan Sederhana adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib 
                Pajak, termasuk kerjasama operasi dan konsorsium, untuk seluruh jenis 
                pajak (all taxes) atau jenis-jenis pajak tertentu, termasuk Bea Perolehan Hak
                atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan atau untuk tujuan lain, baik untuk 
                tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan dengan 
                menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang 
                sederhana. Pemeriksaan Sederhana terdiri dari :
                1.1)    Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) adalah Pemeriksaan 
                    Sederhana yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, untuk 
                    jenis-jenis pajak tertentu, baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-
                    tahun sebelumnya;
                1.2)    Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) adalah Pemeriksaan 
                    Sederhana yang dilakukan dilapangan dan di kantor Direktorat 
                    Jenderal Pajak, untuk seluruh jenis pajak (all taxes) atau jenis-jenis 
                    pajak tertentu dan atau untuk tujuan lain, baik untuk tahun berjalan 
                    dan atau tahun-tahun sebelumnya.

            2)  Pemeriksaan Lengkap (PL) adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap 
                Wajib Pajak, termasuk kerjasama operasi dan konsorsium, dilapangan dan 
                dikantor Direktorat Jenderal Pajak, untuk seluruh jenis pajak (all taxes), 
                termasuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan atau 
                untuk tujuan lain, baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun 
                sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan 
                yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya.

        b.  Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan ditetapkan sebagai berikut :

            1)  PSK harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua ) minggu, terhitung sejak
                saat Surat Panggilan dikirmkan kepada Wajib Pajak, kecuali PSK terhadap 
                SPT Masa PPN yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan 
                pembayaran pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak Eksportir 
                Tertentu (PET).

            2)  PSL harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhitung sejak 
                saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak (Pemeriksaan Sederhana 
                Lapangan) disampaikan kepada Wajib Pajak, kecuali PSL sehubungan dengan 
                pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dan Pemeriksaan Tahun 
                Berjalan.

            3)  PL harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, terhitung sejak saat 
                Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak (Pemeriksaan Lengkap) 
                disampaikan kepada Wajib Pajak, kecuali PL sehubungan dengan 
                pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi.

            4)  PSK terhadap SPT Masa PPN yang menyatakan meminta pengembalian 
                kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak 
                Eksportir Tertentu (PET) harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 
                6 (enam) hari, terhitung sejak tanggal permohonan diterima, dan jangka 
                waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.

            5)  PSL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus 
                diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari,   terhitung 
                sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) Wajib Pajak Lokasi 
                diterbitkan, dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.

            6)  PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus 
                diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari, 
                terhitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) Wajib Pajak 
                Lokasi diterbitkan, dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.

            7)  PSL atau PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Tahun     Berjalan 
                harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhitung sejak saat 
                Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, 
                dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.

            8)  PSL atau PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Khusus 
                berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak harus diselesaikan 
                dengan memperhatikan jangka waktu yang tertera pada instruksi 
                Pemeriksaan khusus tersebut.

            9)  PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan 
                berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor 
                Wilayah DJP harus diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu yang 
                tertera pada instruksi Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut.

            Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan tersebut di atas tidak berubah meskipun 
            terjadi pergantian Pemeriksa Pajak.

        c.  Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan diatur sebagai berikut :

            1)  Apabila karena suatu alasan tertentu pemeriksaan diperkirakan tidak dapat 
                diselesaikan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 
                1.2 huruf b angka 1), 2) dan angka 3), maka Kepala Unit Pelaksana 
                Pemeriksaan Pajak harus memberitahukan mengenai perpanjangan jangka 
                waktu penyelesaian pemeriksaan disertai dengan  alasan kepada Direktur 
                Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya paling 
                lambat :
                -   3 (tiga) hari sebelum jangka waktu penyelesaian PSK berakhir;
                -   7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu penyelesaian PSL atau PL 
                    berakhir,
                dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka 
                Waktu Pemeriksaan seperti pada Lampiran 1.

                Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan diberikan paling 
                lama :
                -   3 (tiga) minggu untuk PSK, dan tidak dapat diperpanjang lagi;
                -   1 (satu) bulan untuk PSL, dan tidak dapat diperpanjang lagi; atau
                -   2 (dua) bulan untuk PL.

            2)  Apabila PL diperkirakan tidak dapat diselesaikan juga sesuai dengan jangka 
                waktu yang telah ditentukan dalam Surat Pemberitahuan Perpanjangan 
                Jangka Waktu Pemeriksaan, maka paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum 
                jangka waktu penyelesaian PL berakhir, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan
                Lengkap harus mengajukan permohonan     (pertama) perpanjangan jangka 
                waktu penyelesaian PL disertai dengan alasan dan laporan kemajuan 
                pemeriksaan (audit progress report) kepada Direktur Pemeriksaan Pajak 
                atau Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan menggunakan formulir 
                Surat Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan seperti pada 
                Lampiran 2.

            3)  Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP dapat 
                menyetujui permohonan (pertama) tersebut untuk jangka waktu paling lama 
                2 (dua) bulan atau menolaknya dengan menggunakan Surat Persetujuan atau 
                Penolakan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan seperti pada Lampiran 
                3.

            4)  Apabila PL diperkirakan tidak dapat diselesaikan juga sesuai dengan jangka 
                waktu yang telah disetujui dalam Surat Persetujuan Perpanjangan     Jangka 
                Waktu Pemeriksaan, maka paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu 
                penyelesaian PL berakhir, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap harus 
                mengajukan permohonan (kedua) perpanjangan jangka waktu penyelesaian 
                PL disertai dengan alasan dan laporan kemajuan pemeriksaan (audit 
                progress report) kepada Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor 
                Wilayah DJP atasannya dengan menggunakan formulir pada Lampiran 2.

            5)  Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP dapat 
                menyetujui permohonan (kedua) tersebut untuk jangka waktu paling lama 
                2 (dua) bulan atau menolaknya dengan menggunakan formulir pada 
                Lampiran 3.

            6)  Apabila Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Pemeriksaan Khusus berdasarkan 
                instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak diperkirakan tidak dapat 
                diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang tercantum  dalam instruksi 
                yang bersangkutan, maka paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu 
                penyelesaian pemeriksaan berakhir, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan 
                Pajak harus mengajukan permohonan (bukan pemberitahuan) perpanjangan 
                jangka waktu penyelesaian pemeriksaan disertai dengan alasan dan laporan 
                kemajuan pemeriksaan (audit progress report) kepada Direktur Pemeriksaan
                Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan menggunakan 
                formulir pada Lampiran 2.

            7)  Persetujuan dan penentuan lamanya perpanjangan jangka waktu 
                penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Pemeriksaan Khusus 
                berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak diserahkan 
                sepenuhnya kepada Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah 
                DJP yang bersangkutan dengan menggunakan formulir pada Lampiran 3 atau 
                surat menyurat biasa.

            8)  Belum diterimanya hasil Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi oleh Unit Pelaksana 
                Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili tidak boleh dijadikan alasan dalam 
                meminta perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan.

            9)  Apabila pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyelesaian 
                pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) diajukan setelah 
                berakhirnya jangka waktu pemeriksaan, maka Kepala Unit Pelaksana 
                Pemeriksaan Pajak harus menjelaskan secara tertulis alasan atas 
                keterlambatan pemberitahuan tersebut kepada Direktur Pemeriksaan Pajak 
                atau Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

            10) Mekanisme perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan tersebut 
                di atas tidak berlaku sepenuhnya apabila jangka waktu penanganan 
                penyelesaian SPT lebih bayar lebih singkat daripada jangka waktu 
                penyelesaian pemeriksaan termasuk jangka waktu perpanjangannya.

        d.  Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan berdasarkan golongan Wajib Pajak
            Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan produktivitas di bidang pemeriksaan, 
            terhadap Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup dan jangka 
            waktu penyelesaian sebagai berikut :
            ______________________________________________________________________

            No. Golongan Wajib Pajak                Ruang Lingkup      Jangka Waktu
                                         Pemeriksaan        Pemeriksaan
            ______________________________________________________________________

            1.  WP Badan Khusus :
                a.  WP Masuk Bursa          PSK     2 minggu
                b.  Bentuk Usaha Tetap Bank PSK     2 minggu
                c.  BUMN/BUMD           PSK     2 minggu

            2.  WP Orang Pribadi dan WP Badan       PL/PSL/PSK  2 bulan/1 bulan/
                Besar lainnya                       2 minggu

            3.  WP Orang Pribadi dan WP Badan       PL/PSL/PSK  2 bulan/1 bulan/
                Menengah, termasuk para profesional         2 minggu

            4.  WP Kecil dan WP Orang Pribadi tidak PSL/PSK 1 bulan/2 minggu
                menjalan usaha atau pekerjaan bebas
            ______________________________________________________________________

            -   Terhadap Wajib Pajak yang termasuk dalam golongan Wajib Pajak Badan 
                Khusus (butir 1), Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) sedapat mungkin 
                dilakukan untuk seluruh jenis pajak (all taxes) dengan jangka waktu 
                penyelesaian pemeriksaan selama 3 (tiga) minggu dan jangka waktu 
                perpanjangannya selama 3 (tiga) minggu. Berdasarkan instruksi Direktur 
                Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP terkait, Pemeriksaan 
                Sederhana Lapangan (PSL) atau Pemeriksaan Lengkap (PL) dapat pula 
                dilakukan terhadap Wajib Pajak Badan Khusus yang patut dapat diduga tidak 
                memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana semestinya. Dalam hal 
                ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap, maka 
                walaupun sudah dilakukan pemeriksaan masih terbuka kesempatan untuk 
                dilakukan pemeriksaan ulang melalui Pemeriksaan Lengkap (PL) sesuai 
                dengan ketentuan. Oleh karena itu terhadap Wajib Pajak perlu diberitahukan 
                agar menyelenggarakan pembukuannya secara transparan dan mematuhi 
                ketentuan yang berlaku.

            -   Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan Besar Lainnya (butir 2) terdiri dari 
                Wajib Pajak PMA, Wajib Pajak Badora selain BUT Bank, dan Wajib Pajak 
                Orang Pribadi dan Badan terbesar pada masing-masing Kantor Pelayanan 
                Pajak.

            -   Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan Menengah, Kecil serta Wajib Pajak 
                Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas (butir 2 
                dan 3), kriterianya ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atau Direktur 
                Pemeriksaan Pajak berdasarkan peredaran usaha atau penghasilan yang 
                diterima/diperoleh dalam suatu tahun pajak.

    1.3.    Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) dan Daftar Kesimpulan Hasil Pemeriksaan (DKHP)

        a.  Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) diatur sebagai berikut :

            1)  Pada prinsipnya setiap pemeriksaan, baik Pemeriksaan Lengkap (PL) 
                maupun Pemeriksaan Sederhana (PSK/PSL) harus dilaksanakan berdasarkan 
                Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2). Namun pemeriksaan yang tidak 
                mencakup SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, atau 
                pemeriksaan yang tidak akan diikuti dengan penerbitan surat ketetapan 
                pajak PPh Orang Pribadi atau Badan, dapat dilaksanakan tanpa berdasarkan 
                LP2. Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa LP2, antara lain pemeriksaan 
                terhadap :
                -   bentuk kerjasama operasi (KSO) dan sejenisnya;
                -   Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang 
                    menyatakan lebih bayar;
                -   Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN masa pajak terakhir 
                    dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar (baik meminta 
                    restitusi maupun kompensasi);
                -   Wajib Pajak sehubungan dengan adanya kegiatan membangun 
                    sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut 
                    diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya;
                -   Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 
                    selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
                -   Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Masa PPN dalam tahun 
                    berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dari suatu tahun pajak;
                -   Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN (dalam tahun 
                    berjalan) yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan 
                    pembayaran pajak (restitusi) sehubungan dengan penyerahan 
                    ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut PPN;
                -   Wajib Pajak sehubungan dengan adanya data, termasuk data PBB 
                    dan atau BPHTB, yang dapat dimanfaatkan untuk ekstensifikasi Wajib 
                    Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak (PKP);
                -   Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sehubungan dengan 
                    pelaksanaan kewajiban perpajakannya, antara lain permohonan 
                    pemberian NPWP, pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP), 
                    keberatan atau banding, penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah 
                    terpencil, pemusatan tempat terutang PPh Pasal 21, dan pemusatan 
                    tempat terutang PPN, serta untuk tujuan lain seperti : penentuan 
                    jumlah angsuran pajak dalam suatu masa pajak bagi Wajib Pajak 
                    baru, pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan, 
                    pencocokan data dan atau alat keterangan;
                -   Wajib Pajak (lokasi) yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 
                    setelah berakhirnya jangka waktu penyampaian SPT yang ditetapkan 
                    dalam Surat Teguran sehingga SPT Tahunan PPh Pasal 21 tersebut 
                    dianggap sebagai data;
                -   Wajib Pajak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
                -   Wajib Pajak sehubungan dengan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi 
                    dan Pemeriksaan Tahun Berjalan.

            2)  Oleh karena Kantor Wilayah DJP belum seluruhnya dapat terhubung (on line) 
                dengan Kantor Pusat, maka untuk sementara waktu seluruh LP2 diterbitkan 
                oleh Direktorat Pemeriksaan Pajak.

            3)  Penerbitan LP2 dilakukan melalui program Aplikasi Penerbitan LP2 yang 
                ditentukan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

            4)  LP2 diterbitkan dalam rangkap 4 (empat) dan seluruhnya dikirimkan ke Unit 
                Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang akan melaksanakan pemeriksaan dengan 
                menggunakan Surat Pengantar Pengiriman LP2.

            5)  Surat Pengantar Pengiriman LP2 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dan 
                dikirimkan ke :
                -   Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak dalam 2 (dua) rangkap, dan 1 
                    (satu) rangkap berfungsi sebagai tanda terima yang dikembalikan 
                    kepada Direktorat Pemeriksaan Pajak;
                -   KPP dan atau Karikpa terkait;
                -   Kantor Wilayah DJP, dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak 
                    adalah bukan Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan;
                -   Arsip Direktorat Pemeriksaan Pajak.

            6)  Petunjuk dan tata cara penerbitan LP2 akan diuraikan pada masing-masing 
                jenis pemeriksaan.

            7)  Dalam hal terjadi pengalihan atau pembatalan pemeriksaan, maka LP2 yang 
                telah diterima untuk pemeriksaan dimaksud harus dikembalikan ke penerbit 
                LP2.

        b.  Daftar Kesimpulan Hasil Pemeriksaan (DKHP)

            1)  Kesimpulan hasil pemeriksaan harus dituangkan dalam Daftar Kesimpulan 
                Hasil Pemeriksaan (DKHP).

            2)  Pembuatan DKHP dilakukan dengan mengisi LP2 secara lengkap dan benar 
                pada kolom yang telah ditentukan sesuai dengan LPP, dan DKHP harus 
                ditandatangani oleh Supervisor pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap 
                atau Kepala Seksi pada KPP yang bertanggungjawab atas   pelaksanaan 
                pemeriksaan pajak yang bersangkutan.

            3)  Pembuatan DKHP dilakukan segera setelah LPP diselesaikan dan lembar asli 
                DKHP harus dikirim kepada Direktorat Pemeriksaan Pajak dan Kantor 
                Wilayah DJP atasannya paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah 
                Bulan diselesaikannya LPP dengan menggunakan Surat Pengantar Pengiriman 
                DKHP.

            4)  Surat Pengantar Pengiriman DKHP sebagaimana dimaksud pada angka 3) 
                di atas berfungsi pula sebagai laporan bulanan mengenai realisasi pembuatan 
                dan pengiriman DKHP. Dengan demikian, walaupun dalam suatu bulan 
                laporan tidak ada DKHP yang harus dikirimkan, Surat Pengantar Pengiriman
                DKHP tersebut tetap harus dikirimkan dalam batas waktu yang ditentukan 
                dengan diisi Nihil.

            5)  Pembuatan dan pengiriman DKHP harus dilakukan sesuai dengan petunjuk 
                dan tata cara seperti pada Lampiran 4.

    1.4.    Pemeriksaan Ulang dan Perluasan Pemeriksaan

        a.  Pemeriksaan ulang diatur sebagai berikut :

            1)  Pemeriksaan ulang hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi atau 
                persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

            2)  Instruksi atau persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak untuk melaksanakan 
                pemeriksaan ulang dapat diberikan apabila :
                -   terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di 
                    bidang perpajakan;
                -   terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap 
                    yang dapat mengakibatkan penambahan pajak terutang; atau
                -   terdapat sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur Jenderal 
                    Pajak.

            3)  Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) 
                Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata 
                Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 
                Tahun 1994, yang dimaksud dengan data baru adalah data yang belum 
                dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuannya, sedangkan data 
                yang semula belum terungkap adalah data yang sudah dilaporkan oleh Wajib 
                Pajak dalam Surat Pemberitahuan namun tidak diungkapkan secara jelas.

            4)  Pemeriksaan ulang merupakan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau 
                Pemeriksaan Khusus sesuai dengan kriteria dilakukannya pemeriksaan ulang 
                tersebut.

        b.  Perluasan pemeriksaan diatur sebagai berikut :

            1)  Perluasan pemeriksaan dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan 
                Direktur Pemeriksaan Pajak dalam rangka pelaksanaan Pemeriksaan Khusus 
                atau Pemeriksaan bukti Permulaan.

            2)  Instruksi atau persetujuan perluasan pemeriksaan dapat diberikan dalam 
                hal :
                -   terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di 
                    bidang perpajakan;
                -   hasil pemeriksaan terhadap Wajib Pajak untuk tahun pajak yang 
                    diperluas diperkirakan dapat mengakibatkan penambahan pajak 
                    terutang dengan jumlah yang signifikan; atau
                -   terdapat sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur Jenderal 
                    Pajak.

            3)  Perluasan pemeriksaan merupakan Pemeriksaan Bukti Permulaan     atau 
                Pemeriksaan Khusus sesuai dengan kriteria dilakukannya perluasan 
                pemeriksaan tersebut.

    1.5.    Pendekatan Pemeriksaan dan Pengembangan Program Pemeriksaan

        Dalam melaksanakan pemeriksaan, setiap Pemeriksa Pajak harus menguasai masalah yang 
        terjadi di luar teknik maupun prosedur pemeriksaan, terutama terhadap hal-hal yang 
        berkaitan dengan pola usaha Wajib Pajak. Penguasaan masalah tersebut dan ketajaman 
        dalam membuat analisis angka-angka SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak, akan 
        mempengaruhi kualitas program pemeriksaan yang disusun dalam rangka menguji kepatuhan 
        Wajib Pajak. Pemeriksaan harus difokuskan pada pos penjualan dan pos-pos lain yang 
        diperkirakan akan memperoleh koreksi yang cukup material sebagai hasil analisis pada tahap 
        persiapan pemeriksaan. Dalam pelaksanaan pemeriksaan agar digunakan pendekatan 
        analisis sebagai berikut :
        a.  Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK)
            Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk tahun atau masa pajak yang telah lewat, 
            umumnya setelah SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN disampaikan oleh Wajib 
            Pajak. Pendekatan pemeriksaan minimal yang disarankan antara lain berupa :
            -   menilai dan menganalisis SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN;
            -   menganalisis prosentase laba kotor secara horizontal dan membandingkannya 
                dengan perusahaan lain yang sejenis;
            -   menganalisis ratio biaya pegawai terhadap peredaran usaha (omzet) secara 
                horizontal;
            -   menganalisis sumber dan penggunaan dana;
            -   melakukan cross-check data/informasi yang relevan pada SPT Tahunan 
                PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, SPT Tahunan PPh Pasal 21, SPT 
                Masa PPN dan bila perlu meminta konfirmasi kepada instansi lain, seperti 
                Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

            PSK dapat pula dilaksanakan tanpa meminjam buku dari Wajib Pajak sepanjang 
            memenuhi ketentuan PSK dengan menerapkan audit program khusus.

        b.  Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) dan Pemeriksaan Lengkap (PL) untuk 
            seluruh jenis pajak
            Pemeriksaan ini umumnya dilaksanakan oleh KPP, Karikpa dan Kantor Wilayah DJP 
            terutama terhadap Wajib Pajak Menengah dan Besar, serta meliputi seluruh jenis 
            pajak yang menjadi kewajibannya. Adapun pendekatan pemeriksaan yang 
            disarankan adalah :
            -   menilai dan menganalisis SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN;
            -   menganalisis prosentase laba kotor secara horizontal dan membandingkan 
                dengan perusahaan lain yang sejenis;
            -   menganalisis ratio biaya pegawai terhadap peredaran usaha (omzet) secara 
                horizontal;
            -   menganalisis sumber dan penggunaan dana;
            -   melakukan cross-check data/informasi yang relevan pada SPT Tahunan PPh 
                Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, SPT Tahunan PPh Pasal 21, SPT Masa 
                PPN dan bila perlu meminta konfirmasi kepada instansi lain, seperti 
                Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
            -   melakukan pengujian arus uang, arus piutang, arus utang dan arus barang 
                dalam rangka menentukan kewajiban atas penjualan;
            -   melakukan cross-check antara Pajak Masukan yang dikreditkan dengan 
                jumlah pembelian yang dilaporkan dalam Daftar Perhitungan Rugi Laba dan 
                Neraca, misalnya pembelian bahan baku/pembantu dan pembelian aktiva 
                tetap atau lainnya;
            -   melakukan cross-check antara komponen-komponen penghasilan karyawan 
                dan pihak ketiga yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 21 dengan 
                biaya-biaya yang relevan yang dibebankan dalam Daftar Perhitungan Rugi 
                Laba;
            -   melakukan cross-check antara peredaran usaha (omzet) PPh dan Dasar 
                Pengenaan Pajak (penyerahan) PPN;
            -   melakukan penghitungan kapasitas produksi atau occupation rate;
            -   melakukan perhitungan rendemen/formula pemakaian bahan baku 
                dibandingkan dengan volume produksi, yang dipakai untuk pendekatan 
                terhadap kewajaran atas laporan produksi;
            -   melakukan analisis dengan seksama perhitungan-perhitungan yang 
                berkenaan dengan pengurang laba kotor, misalnya :
                -   beban bunga dengan besarnya utang;
                -   biaya leasing (angsuran + bunga) dengan jumlah penyusutan;
                -   kerugian selisih kurs dengan pinjaman valas.

    1.6.    Standar Prestasi

        Standar prestasi setiap pemeriksa per tahun ditetapkan sebagai berikut :
        a.  6 (enam) Laporan Pemeriksaan Pajak untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak 
            pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap dilingkungan Kantor Wilayah VI DJP dan 
            Kantor Pusat DJP;
        b.  8 (delapan) Laporan Pemeriksaan Pajak untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak 
            pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap di lingkungan Kantor Wilayah DJP lainnya;
        c.  20 (dua puluh) Laporan Pemeriksaan Sederhana untuk Pemeriksa Pajak pada Unit 
            Pelaksana Pemeriksaan Sederhana dilingkungan Kantor Wilayah VI DJP;
        d.  25 (dua puluh lima) Laporan Pemeriksaan Sederhana untuk Pemeriksa Pajak pada 
            Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana dilingkungan Kantor Wilayah DJP lainnya.
        Standar prestasi tersebut di atas akan dievaluasi setiap tahun sesuai dengan kebutuhan.

II. Pemeriksaan Rutin

    2.1.    Cakupan Pemeriksaan
        Cakupan Pemeriksaan Rutin ditentukan sebagai berikut :

        a.  Kriteria Seleksi
            Pemeriksaan Rutin - Kriteria Seleksi dilaksanakan apabila :
            1)  SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk 
                diperiksa berdasarkan sistem kriteria seleksi;
            2)  Wajib Pajak lainnya memenuhi kriteria pemeriksaan berdasarkan uji petik 
                yang ditetapkan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak.

            Oleh karena program aplikasi Sistem Kriteria Seleksi belum dapat dijalankan 
            sebagaimana mestinya dan mengingat pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib 
            Pajak Orang Pribadi atau Badan yang (sebelum proses editing) menyatakan lebih 
            bayar (termasuk pada angka 1 di atas) harus segera dilaksanakan, maka Kepala 
            Kantor Wilayah DJP diminta agar segera menetapkan Unit Pelaksana Pemeriksaan 
            Pajak untuk melakukan pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang 
            Pribadi atau Badan yang menyatakan lebih bayar tersebut berdasarkan "daftar 
            nominatif SPT lebih bayar" yang disampaikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, 
            dan pemeriksaan dapat dilaksanakan terlebih dahulu tanpa menunggu diterbitkannya 
            LP2 oleh Direktorat Pemeriksaan Pajak.

        b.  Bukan Kriteria Seleksi
            Pemeriksaan Rutin - Bukan Kriteria Seleksi dilaksanakan apabila :
            1)  terdapat kerjasama operasi (KSO) atau konsorsium;

            2)  Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan :
                -   SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar;
                -   SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang 
                    menyatakan lebih bayar (baik meminta restitusi maupun 
                    kompensasi);

            3)  Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan :
                -   SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya 
                    perubahan tahun buku yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal 
                    Pajak;
                -   SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan 
                    penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur 
                    Jenderal Pajak;
                -   SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan 
                    penggabungan, pemekaran atau pengambilalihan    usaha, atau 
                    likuidasi (Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pembubaran 
                    dengan melampirkan Laporan Keuangan Likuidasi atau diketahui dari 
                    media massa bahwa Wajib Pajak akan melakukan likuidasi);

            4)  Wajib Pajak Orang Pribadi menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyalahi 
                ketentuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;

            5)  Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas 
                atau Wajib Pajak Badan, mengajukan permohonan :
                a). pencabutan NPWP; atau
                b). pindah tempat terdaftarnya Wajib Pajak;

            6)  Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh, termasuk SPT kembali 
                pos (kempos) dan Wajib Pajak kelompok Non Efektif (NE);

            7)  Wajib Pajak melakukan kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan 
                kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan 
                sebagaimana mestinya;

            8)  Wajib Pajak tidak menyampaikan :
                -   SPT Tahunan PPh Pasal 21 selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
                -   SPT Masa PPN dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-
                    turut dari suatu tahun pajak;

            9)  Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang 
                menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) 
                sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan 
                pemungut PPN;

            10) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang menyatakan rugi (apabila SPT Tahunan 
                Wajib Pajak tersebut tidak termasuk dalam Pemeriksaan Rutin berdasarkan 
                kriteria seleksi) yang pelaksanaan pemeriksaannya dikaitkan dengan 
                pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya.

        c.  Tujuan Lain
            Pemeriksaan Rutin - Tujuan Lain dilaksanakan apabila :
            1)  terdapat data, termasuk data PBB dan atau BPHTB, yang dapat dimanfaatkan 
                untuk ekstensifikasi Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak (PKP);

            2)  Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sehubungan dengan pelaksanaan 
                kewajiban perpajakannya, antara lain permohonan pemberian NPWP, 
                pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP), keberatan atau banding, 
                penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil, pemusatan tempat 
                terutang PPh Pasal 21, dan pemusatan tempat terutang PPN, serta untuk 
                tujuan lain seperti : penentuan jumlah angsuran pajak dalam suatu masa 
                pajak bagi Wajib Pajak baru, pengumpulan bahan guna penyusunan Norma 
                Penghitungan, pencocokan data dan atau alat keterangan.

    2.2.    Daftar Nominatif Wajib Pajak

        Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) membuat Daftar Nominatif Wajib Pajak (yang akan 
        diperiksa), baik yang pemeriksaannya akan dilakukan melalui Pemeriksaan Lengkap maupun 
        Pemeriksaan Sederhana, yang meliputi Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 
        2.1 huruf b dan huruf c, dengan menggunakan formulir Daftar Nominatif Wajib Pajak seperti 
        pada Lampiran 5.

        Pembuatan Daftar Nominatif Wajib Pajak tersebut dilakukan secara bulanan dan harus 
        dikirimkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan tembusan kepada Direktur 
        Pemeriksaan Pajak dan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) terkait 
        paling lambat setiap tanggal 15 bulan berikutnya.

        Disamping membuat Daftar Nominatif Wajib Pajak tersebut diatas, untuk sementara waktu 
        Kepala Kantor Pelayanan Pajak diminta juga untuk membuat "daftar nominatif SPT lebih 
        bayar" yang dapat berupa register SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan 
        yang menyatakan lebih bayar hasil print-out komputer di tempat Pelayanan Terpadu (TPT) 
        dengan menambahkan keterangan lain yang diperlukan seperti jumlah peredaran bruto, atau 
        dibuat secara manual. Pencetakan atau pembuatan "daftar nominatif SPT lebih bayar" 
        tersebut dilakukan secara bulanan dan harus dikirimkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP 
        atasannya dengan tembusan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak dan Kepala Kantor 
        Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa)terkait paling lambat setiap tanggal 15 bulan 
        berikutnya.

    2.3.    Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak

        a.  Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak untuk Pemeriksaan Rutin terhadap SPT   Tahunan 
            PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas) atau 
            Badan yang terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem kriteria seleksi (butir 2.1 
            huruf a angka 1), dan kerjasama operasi (KSO) serta konsorsium (butir 2.1 huruf b 
            angka 1) ditentukan sepenuhnya oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan 
            memperhatikan volume pekerjaan pada masing-masing Unit Pelaksana Pemeriksaan 
            Pajak yang bersangkutan.

        b.  pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak 
            menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang berdasarkan sistem kriteria seleksi 
            (butir 2.1 huruf a angka 1) terpilih untuk diperiksa dilaksanakan melalui Pemeriksaan 
            Sederhana Kantor (PSK) oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana, kecuali Kepala 
            Kantor Wilayah DJP atasannya menentukan lain.

        c.  Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak lainnya yang memenuhi kriteria pemeriksaan 
            berdasarkan uji petik yang ditetapkan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak (butir 2.1 
            huruf a angka 2) dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap yang 
            ditentukan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak.

        d.  Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh 
            Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang 
            menyatakan lebih bayar (butir 2.1 huruf b angka 2) dilaksanakan melalui Pemeriksaan 
            Sederhana Lapangan (PSL), meliputi satu tahun pajak atau seluruh masa pajak dalam 
            tahun pajak yang bersangkutan.

        e.  Dalam hal Wajib Pajak (domisili), disamping menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 
            21 dan atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang 
            menyatakan lebih bayar (butir 2.1 huruf b angka 2), memenuhi juga ketentuan 
            Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 3, maka 
            pemeriksaannya harus dilakukan terhadap seluruh jenis pajak (all taxes) untuk tahun 
            pajak yang bersangkutan melalui Pemeriksaan Lengkap (PL) yang unit pelaksananya
            ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

        f.  Dalam hal Wajib Pajak (domisili), di samping menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 
            21 dan atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang 
            menyatakan lebih bayar (butir 2.1 huruf b angka 2), memenuhi juga ketentuan 
            Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf a angka 1 dan atau 
            butir 2.1 huruf b angka 4, maka pemeriksaannya harus dilakukan terhadap seluruh 
            jenis pajak (all taxes) untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui Pemeriksaan 
            Sederhana Lapangan (PSL) atau pemeriksaan Lengkap (PL) yang unit pelaksananya 
            ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

        g.  Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh 
            untuk (butir 2.1 huruf b angka 3) :
            -   bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku yang telah 
                disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak;
            -   tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang 
                telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak; dan atau
            -   tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran atau 
                pengambilalihan usaha, atau likuidasi yaitu Wajib Pajak yang mengajukan 
                permohonan pembubaran dengan melampirkan Laporan Keuangan Likuidasi 
                atau diketahui dari media massa bahwa Wajib Pajak melakukan likuidasi, 
            dilaksanakan oleh unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap, kecuali untuk pemeriksaan 
            yang berkenaan dengan likuidasi perusahaan yang tidak berbentuk perseroan 
            terbatas, unit pelaksananya ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

        h.  Dalam hal Wajib Pajak di samping memenuhi ketentuan Pemeriksaan Rutin 
            sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 3, memenuhi juga ketentuan 
            Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf a angka 1, maka 
            pemeriksaannya harus dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap 
            yang ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

        i.  Pemeriksaan Rutin terhadap :
            -   Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan PPh yang 
                menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto 
                (butir 2.1 huruf b angka 4);
            -   Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas 
                atau Wajib Pajak Badan, yang mengajukan permohonan pencabutan NPWP 
                (butir 2.1 huruf b angka 5a); atau
            -   Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh dalam jangka waktu 
                sebagaimana yang tercantum dalam Surat Teguran, termasuk SPT kembali 
                pos (kempos) dan Wajib Pajak kelompok Non Efektif (butir 2.1 huruf b angka 
                6),
            dilaksanakan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) oleh Unit Pelaksana 
            Pemeriksaan Sederhana, kecuali Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya menentukan 
            lain.

        j.  Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya kegiatan
            membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut 
            dapat diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya (butir 2.1 huruf b     angka 7)
            dilakukan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) oleh Unit Pelaksana 
            Pemeriksaan Sederhana yang wilayah wewenangnya meliputi tempat bangunan 
            tersebut berada.

        k.  Pemeriksaan Rutin terhadap :
            -   Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas 
                atau Wajib Pajak Badan, yang mengajukan permohonan pindah tempat 
                terdaftarnya Wajib Pajak (butir 2.1 huruf b angka 5b);
            -   Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 selama 2 
                (dua) tahun berturut-turut atau Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT 
                Masa PPN dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dari 
                suatu tahun pajak (butir 2.1 huruf b angka 8);
            -   Wajib Pajak sehubungan dengan adanya data, termasuk data PBB dan atau 
                BPHTB, yang dapat dimanfaatkan untuk ekstensifikasi Wajib Pajak dan atau 
                Pengusaha Kena Pajak (butir 2.1 huruf c angka 1); atau
            -   Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sehubungan dengan pelaksanaan 
                kewajiban perpajakannya, antara lain permohonan pemusatan tempat 
                terutang PPh Pasal 21, pemusatan tempat terutang PPN, pengukuhan 
                Pengusaha Kena Pajak, dan penentuan daerah terpencil (butir 2.1 huruf b 
                angka 2),
            dilaksanakan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) oleh Unit Pelaksana 
            Pemeriksaan Sederhana.

        l.  Pemeriksaan Rutin terhadap :
            -   Wajib Pajak (lokasi) yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang 
                menyatakan lebih bayar atau Wajib Pajak (lokasi) yang menyampaikan SPT 
                Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih 
                bayar, baik meminta restitusi maupun kompensasi (butir 2.1 huruf b angka 2); 
                atau
            -   Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang 
                menyatakan meminta restitusi sehubungan dengan penyerahan ekspor dan 
                atau penyerahan kepada badan pemungut PPN (butir 2.1 huruf b angka 9),
            dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana.

        m.  Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang menyatakan rugi 
            (apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak tersebut tidak termasuk dalam Pemeriksaan 
            Rutin berdasarkan kriteria seleksi) yang pelaksanaan pemeriksaannya dikaitkan 
            dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya (butir 2.1 huruf b 
            angka 10) dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang melakukan 
            pemeriksaan untuk tahun pajak lainnya tersebut.

        n.  Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Masuk Bursa, Bentuk Usaha Tetap (BUT) Bank 
            dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD) dilakukan 
            oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana melalui Pemeriksaan   Sederhana Kantor 
            (PSK). Namun terhadap Wajib Pajak tersebut di atas berdasarkan pertimbangan 
            Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala kantor Wilayah DJP terkait dimungkinkan 
            pula untuk diperiksa melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) atau 
            Pemeriksaan Lengkap (PL). Dalam hal ditemukan data baru dan atau data yang 
            semula belum terungkap, maka terhadap Wajib Pajak Masih terbuka kesempatan 
            untuk dilakukan pemeriksaan ulang melalui Pemeriksaan Lengkap (PL) sesuai dengan 
            ketentuan.

    2.4.    SPT Tahunan PPh dengan Skor 700 atau lebih, dan SPT Tahunan PPh Pasal 21 serta SPT Masa 
        PPN yang menyatakan Lebih Bayar
        a.  Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh yang berdasarkan sistem kriteria 
            seleksi (butir 2.1 huruf a) memperoleh skor 700 atau lebih (menyatakan lebih bayar), 
            SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar harus 
            diprioritaskan dan diselesaikan pelaksanaannya paling lambat 8 (delapan) bulan sejak 
            tanggal diterimanya SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, SPT 
            Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN yang bersangkutan dari Wajib Pajak.

        b.  Khusus untuk SPT Masa PPN (masa pajak dalam tahun berjalan) yang menyatakan 
            meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) sehubungan dengan 
            penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut PPN harus 
            diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

        c.  Walaupun jangka waktu penyelesaian pemeriksaan dapat diperpanjang, namun 
            Pemeriksa Pajak harus mengupayakan agar pemeriksaan dimaksud dapat  
            diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan (tanpa perpanjangan) 
            dengan tetap mempertahankan kualitas pemeriksaan. Oleh karena itu, para Kepala 
            Kantor Wilayah DJP diminta untuk melakukan koordinasi dan pengawasan yang 
            sebaik-baiknya agar pelaksanaan Pemeriksaan Rutin dimaksud dapat segera 
            diselesaikan sesuai dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.

    2.5.    Pemeriksaan Sederhana Kantor dengan menerapkan Audit Program Khusus
        Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak Badan yang menyampaikan SPT 
        Tahunan PPh yang berdasarkan sistem kriteria seleksi memperoleh skor 700 atau lebih 
        (menyatakan lebih bayar), dan apabila Kepala Kantor Wilayah DJP terkait telah menentukan 
        bahwa terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tersebut diperiksa melalui Pemeriksaan
        Sederhana oleh KPP, maka pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan 
        dimaksud dapat dilakukan melalui PSK dengan menerapkan audit program khusus apabila 
        Wajib Pajak memenuhi semua syarat-syarat sebagai berikut :
        a.  Laporan Keuangan Wajib Pajak diaudit oleh Akuntan Publik yang telah mendapat izin 
            dari Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) dan Akuntan Publik tersebut tidak 
            sedang dalam pembinaan oleh DJLK, dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian 
            (unqualified opinion);
        b.  SPT disampaikan tepat waktu, baik melalui perpanjangan waktu maupun tidak;
        c.  Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak yang jumlahnya signifikan;
        d.  Jumlah koreksi yang telah dilakukan dalam pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh 
            Wajib Pajak Badan tahun atau tahun-tahun pajak sebelumnya tidak signifikan;
        e.  Semua SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang menyatakan rugi pada tahun atau 
            tahun-tahun pajak sebelumnya telah selesai diperiksa dan telah diterbitkan surat 
            ketetapan pajak;
        f.  Lokasi usaha (bukan cabang), seperti lokasi pabrik, pertambangan dan lain-lain 
            terletak di wilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang sama.

        PSK dengan menerapkan audit program khusus dapat pula dilakukan terhadap SPT Tahunan 
        PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas 
        sebagaimana dimaksud pada butir 2.3 huruf b.

        Untuk dapat melaksanakan PSK dengan menerapkan audit program khusus terhadap Wajib 
        Pajak Badan atau Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, maka 
        Kepala KPP harus memberitahukan PSK dimaksud kepada Kepala Kantor Wilayah DJP 
        atasannya dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 6.

        PSK tersebut dilaksanakan sesuai dengan audit program khusus untuk Pemeriksaan 
        Sederhana Kantor (PSK) sebagaimana tercantum pada Lampiran 7.

    2.6.    Pemeriksaan Sederhana Lapangan terhadap Wajib Pajak yang tempat terdaftarnya berpindah 
        dari KPP tempat Wajib Pajak semula terdaftar ke KPP lainnya.

        a.  Terhadap Wajib Pajak yang berpindah tempat terdaftarnya dari KPP tempat Wajib 
            Pajak semula terdaftar (KPP lama) ke KPP lainnya (KPP baru) baik sebagai akibat 
            dari berubahnya status Wajib Pajak (misalnya Wajib Pajak Penanaman Modal Asing 
            berubah menjadi Wajib Pajak Masuk Bursa) maupun karena berpindahnya alamat 
            Wajib Pajak, perlu dilakukan pemeriksaan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan 
            (PSL) oleh KPP lama.

        b.  Wajib Pajak yang harus dilakukan PSL adalah Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak 
            Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, dan PSL 
            hanya dilakukan untuk tahun atau tahun-tahun pajak yang belum diperiksa.

        c.  Adapun terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau 
            pekerjaan bebas, tidak perlu dilakukan pemeriksaan.

        d.  PSL dilakukan berdasarkan LP2 melalui Daftar Nominatif yang isinya bersumber 
            pada :
            1)  Surat Pemberitahuan Pindah (KP.PDIP.4.4-95) yang disampaikan oleh Wajib 
                Pajak yang bersangkutan ke KPP lama; atau
            2)  Tembusan Surat Pemberitahuan Pindah (KP.PDIP.4.4-95) dalam hal Surat 
                Pemberitahuan Pindah tersebut disampaikan langsung oleh Wajib Pajak yang 
                bersangkutan ke KPP baru.

        e.  Tujuan dilakukannya pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak 
            dalam memenuhi semua kewajiban perpajakannya selama terdaftar sebagai Wajib 
            Pajak di KPP lama sampai dengan tahun pajak atau masa pajak terakhir sebelum 
            tahun atau masa pajak berpindahnya tempat terdaftar Wajib Pajak.

        f.  Sebelum pemeriksaan dilaksanakan, KPP lama terlebih dahulu harus melakukan hal-
            hal sebagai berikut :
            1)  Menerbitkan dan mengirimkan (kepada KPP baru) Surat Perpindahan Wajib 
                Pajak (KP.PDIP.4.25-95) dan atau Surat Pencabutan Nomor Pengukuhan 
                Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.24-95) berdasarkan Surat Pemberitahuan 
                Pindah atau tembusan Surat Pemberitahuan Pindah.
            2)  Melakukan penelitian terhadap kelengkapan berkas Wajib Pajak yang 
                bersangkutan.

        g.  Hasil PSL oleh KPP lama dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) dan Nota 
            Penghitungan Pajak (NPP) dan ditindaklanjuti dengan :
            1)  Mengirimkan LPP dan NPP tersebut ke KPP baru untuk ditindaklanjuti dengan 
                penerbitan surat ketetapan pajak, dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah 
                tanggal pembahasan akhir, dalam hal Surat Pemberitahuan Telah Terdaftar 
                di KPP Baru (KP.PDIP.4.26-95) telah diterima dari KPP baru sebelum LPP dan 
                NPP selesai dibuat, dan pengiriman LPP dan NPP ke KPP baru tersebut 
                dilakukan dengan menggunakan Surat Pengantar sesuai dengan contoh pada 
                Lampiran 8; atau
            2)  Menerbitkan surat ketetapan pajak segera setelah LPP dan NPP selesai 
                dibuat, dalam hal sampai dengan LPP dan NPP selesai dibuat, Surat 
                Pemberitahuan Telah Terdaftar di KPP Baru (KP.PDIP.4.26-95) belum diterima 
                dari KPP baru.

        h.  KPP baru harus menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan, dalam 
            jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal penerimaan LPP dan NPP dari KPP lama 
            sebagaimana dimaksud pada huruf g tersebut di atas.

        i.  Hal-hal lain yang perlu dilakukan oleh KPP lama sebagai tindak lanjut atas 
            pelaksanaan PSL tersebut adalah sebagai berikut :
            1)  Mempersiapkan berkas atas nama Wajib Pajak yang bersangkutan.
            2)  Membuat uraian singkat mengenai hal-hal yang dianggap perlu.
            3)  Pengiriman berkas Wajib Pajak dan uraian singkat tersebut di atas kepada 
                KPP baru, harus dilaksanakan setelah diterimanya Surat Pemberitahuan Telah 
                Terdaftar di KPP Baru (KP.PDIP.4.26-95) dengan ketentuan sebagai berikut :
                a)  pengiriman tersebut harus dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan 
                    setelah diterimanya Surat Pemberitahuan Telah Terdaftar di KPP Baru 
                    (KP.PDIP.4.26-95) dalam hal terhadap Wajib Pajak yang pindah 
                    tersebut sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada 
                    huruf c di atas tidak perlu dilakukan pemeriksaan;
                b)  pengiriman tersebut harus sudah dilaksanakan paling lambat 15 
                    (lima belas) hari setelah PSL selesai dilaksanakan, dalam hal Wajib 
                    Pajak yang pindah KPP tersebut, sesuai dengan ketentuan 
                    sebagaimana dimaksud pada huruf a diatas harus dilakukan PSL.

    2.7.    Pemeriksaan PPN

        a.  Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN masa 
            pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar (baik meminta 
            restitusi maupun kompensasi) sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 2 
            harus meliputi seluruh masa pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan (12 bulan).

        b.  Dalam hal Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud 
            pada huruf a adalah Pengusaha Eksportir Tertentu (PET), maka pemeriksaan terlebih 
            dahulu dilakukan hanya untuk masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak, sesuai 
            dengan ketentuan yang menyangkut Wajib Pajak PET. Selanjutnya, pemeriksaan 
            dilaksanakan untuk seluruh masa pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan 
            (12 bulan), dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.12 
            huruf a angka 2 dan angka 3 bagi Wajib Pajak domisili.

        c.  Dalam melaksanakan pemeriksaan PPN, para pemeriksa pajak harus berpedoman 
            pada Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Sederhana PPN untuk PET dan Bukan PET 
            yang dapat dilihat masing-masing pada Lampiran 9 dan Lampiran 10.

    2.8.    Kegiatan Membangun Sendiri

        a.  Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan (Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan Khusus 
            atau pemeriksaan lainnya) ditemukan adanya objek PPN sehubungan dengan 
            kegiatan membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan 
            Wajib Pajak, maka pemeriksaan tersebut harus mencakup pula objek PPN yang 
            terutang atas kegiatan membangun sendiri dimaksud.

        b.  Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang melakukan kegiatan 
            membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan dapat 
            dilakukan pemeriksaan melalui PSL apabila pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan 
            tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

        c.  PSL yang dilakukan oleh KPP yang wilayah wewenangnya meliputi tempat bangunan 
            tersebut berada bertujuan untuk menguji pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan 
            membangun sendiri tersebut (yang diakhiri dengan penerbitan surat ketetapan 
            pajak).

        d.  Dalam melaksanakan PSL, pemeriksa diminta untuk memproduksi data yang dapat 
            dipergunakan untuk ekstensifikasi Wajib Pajak atau intensifikasi penerimaan pajak.

        e.  Dalam hal Wajib Pajak belum memiliki NPWP dan berdasarkan hasil pemeriksaan 
            diketahui bahwa Wajib Pajak seharusnya wajib memiliki NPWP, maka Kepala KPP :
            1)  memberikan NPWP secara jabatan, apabila Wajib Pajak bertempat tinggal 
                atau berkedudukan dalam wilayah wewenang KPP yang bersangkutan dan 
                Wajib Pajak telah dihimbau untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak;
            2)  mengirimkan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) ke KPP lain, apabila Wajib 
                Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan dalam wilayah wewenang KPP 
                lain tersebut.

    2.9.    Penetapan Pemusatan Tempat Terutang PPh Pasal 21

        a.  Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi KPP tempat pemusatan PPh Pasal 21 
            terutang akan dilaksanakan mengirimkan permintaan Pemeriksaan Sederhana 
            Lapangan (PSL) kepada Kepala KPP terkait (termasuk Kepala KPP di luar wilayah 
            wewenang Kantor Wilayah DJP tersebut) dengan menggunakan formulir Surat 
            Permintaan Pemeriksaan Sederhana Lapangan seperti pada Lampiran 11.

        b.  Kepala KPP terkait harus melaksanakan PSL segera setelah menerima Surat 
            Permintaan Pemeriksaan Sederhana Lapangan. Pemeriksaan ini lebih bersifat 
            kunjungan ke tempat usaha Wajib Pajak, untuk mengetahui dengan jelas status dari 
            kantor atau perwakilan atau cabang dari Wajib Pajak yang bersangkutan.  Informasi 
            yang disarankan untuk digali antara lain adalah :
            -   pelajari akte pendirian kantor cabang/kantor perwakilan/kantor proyek.
            -   yakini bahwa penghitungan gaji dan PPh Pasal 21 untuk seluruh karyawan 
                (baik pusat maupun lokasi) dilakukan oleh kantor pusat.
            -   yakini bahwa di lokasi tidak terdapat pegawai yang secara khusus 
                menghitung gaji dan PPh Pasal 21.
            -   dapatkan bukti transfer gaji dari kantor pusat melalui bank.
            -   yakini bahwa administrasi penggajian atau pemotongan PPh Pasal 21 tidak 
                terjadi di lokasi.
            -   teliti buku kas kecil dan cocokkan dengan transfer gaji dari kantor pusat.

        c.  Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) untuk pemusatan tempat terutang PPh Pasal 21 
            dibuat dengan menggunakan formulir seperti contoh pada Lampiran 12.

        d.  LPP harus disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP yang meminta PSL 
            selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak tanggal diterimanya Surat Permintaan 
            Pemeriksaan Sederhana Lapangan.

        e.  Apabila LPP belum diterima juga dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada 
            huruf d di atas, Kepala Kantor Wilayah DJP mengirimkan permintaan kedua yang 
            sekaligus merupakan tegoran kepada Kepala KPP yang bersangkutan dengan 
            tembusan kepada Direktur PPh, dengan menggunakan formulir Surat Permintaan
            Kedua PSL seperti pada Lampiran 13.

    2.10.   Pengukuhan PKP dan Penetapan Pemusatan Tempat Terutang PPN

        a.  KPP yang wilayah wewenangnya meliputi tempat usaha Wajib Pajak melakukan PSL 
            berdasarkan permohonan Wajib Pajak untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena 
            pajak (PKP). Pemeriksaan ini lebih bersifat kunjungan ke tempat usaha Wajib Pajak 
            untuk mengetahui kebenaran alamat calon PKP. Pada saat kunjungan, Pemeriksa 
            Pajak diminta untuk memberi penjelasan kepada calon PKP tersebut tentang 
            kewajiban-kewajiban pajaknya yang meliputi PPN, PPh dan PPh Pemotongan atau 
            Pemungutan (withholding tax). Di samping itu, Pemeriksa Pajak diminta pula untuk 
            menjelaskan tentang buku atau catatan yang harus diselenggarakan, serta faktur 
            komersial/faktur pajak yang harus diterbitkan dan Faktur Pajak Masukan yang dapat 
            dikreditkan.

        b.  Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi KPP tempat pemusatan PPN terutang 
            akan dilaksanakan mengirimkan permintaan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) 
            kepada Kepala KPP terkait (termasuk Kepala KPP di luar wilayah wewenang Kantor 
            Wilayah DJP tersebut) dengan menggunakan formulir Surat Permintaan Pemeriksaan 
            Sederhana Lapangan seperti pada Lampiran 14.

        c.  Kepala KPP Terkait harus melaksanakan PSL segera setelah menerima Surat 
            Permintaan Pemeriksaan Sederhana Lapangan. Pemeriksaan ini lebih bersifat 
            kunjungan ke tempat usaha Wajib Pajak, untuk mengetahui dengan jelas status dari 
            kantor atau perwakilan atau cabang dari Wajib Pajak yang bersangkutan. Informasi 
            yang disarankan untuk digali antara lain adalah :
            -   Pelajari akte pendirian kantor cabang/kantor perwakilan/kantor proyek.
            -   Yakini bahwa kantor lokasi tidak :
                -   melakukan kegiatan penjualan, dan semua kegiatan penjualan dan 
                    administrasi penjualan hanya dilakukan di tempat usaha yang dipilih 
                    sebagai tempat pajak terutang;
                -   membuat Faktur Pajak baik atas nama lokasi/cabang maupun atas 
                    nama kantor pusatnya;
                -   memiliki wewenang untuk menyelenggarakan administrasi keuangan.

            -   Yakini bahwa kantor perwakilan hanya merupakan agen penjualan dan 
                pelayanan purna jual dan tidak bersifat niaga mandiri. Dengan demikian 
                fungsinya hanya menyimpan persediaan dan menyerahkannya kepada 
                pembeli atas perintah kantor pusatnya.

            -   Teliti surat kuasa khusus dari direksi (kantor pusat) apabila pimpinan cabang 
                diberi wewenang menandatangani Faktur Pajak asli, sehubungan dengan 
                pengoperasian Sistem komunikasi Stasiun Bumi Mikro.

        d.  Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) untuk pemusatan tempat terutang PPN dibuat 
            dengan menggunakan formulir seperti contoh pada Lampiran 15.

        e.  LPP harus disampaikan kepada kepala Kantor Wilayah DJP yang meminta PSL paling 
            lambat 15 (lima belas) hari sejak tanggal diterimanya Surat Permintaan Pemeriksaan 
            Sederhana Lapangan.

        f.  Apabila LPP belum diterima juga dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada 
            huruf e tersebut di atas, Kepala Kantor Wilayah DJP mengirimkan permintaan kedua 
            yang sekaligus merupakan tegoran kepada Kepala KPP yang bersangkutan dengan 
            tembusan kepada Direktur PPN dan PTLL, dengan menggunakan formulir Surat 
            Permintaan Kedua PSL seperti pada Lampiran 16.

    2.11.   Pemberian Izin Penggabungan, Pemekaran atau Pengambilalihan Usaha
        Sehubungan dengan dilaksanakannya program pemerintah mengenai restruksturisasi 
        perusahaan, maka terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan izin dalam rangka 
        penggabungan, pemekaran atau pengambilalihan usaha, Kepala Kantor Wilayah DJP segera 
        meminta Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap (di bawah wewenangnya) untuk melakukan 
        Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud butir 2.1 huruf b angka 3. Dalam hal saat 
        pengajuan izin penggabungan, pemekaran atau pengambilalihan usaha Wajib Pajak yang 
        bersangkutan sedang dilakukan pemeriksaan, maka proses pemeriksaan harus dipercepat 
        penyelesaiannya. Pemberian izin penggabungan, pemekaran atau pengambilalihan usaha 
        tidak perlu menunggu selesainya pemeriksaan. Hal-hal yang minimal perlu diperhatikan dalam 
        pemeriksaan ini adalah :
        -   Pengalihan harta yang terjadi dicatat berdasarkan nilai buku aktiva tetap, yang 
            disusutkan sesuai dengan ketentuan yuridis fiskal.
        -   Daftar aktiva tetap yang dicatat berdasarkan nilai buku tersebut disandingkan dengan 
            harga pasarnya. Informasi mengenai harga pasar ini sangat diperlukan apabila terjadi 
            pembatalan atas penggunaan nilai buku atas pengalihan harta di kemudian hari.
        -   Teliti dengan cermat harga perolehan dari harta yang dialihkan. Yakinkan bahwa tidak 
            terjadi mark-up dalam perolehan harta tersebut melalui pengujian dokumen (kontrak, 
            invoice, transfer dan sebagainya).
        -   Periksa eksistensi dari harta yang dialihkan.
        -   Teliti perhitungan penyusutan fiskalnya, sehingga pemeriksa meyakini kecermatan 
            penggunaan nilai buku fiskalnya.
        -   Teliti metode pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak yang mengalihkan harta 
            dengan pihak Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta.
        -   Teliti kebenaran jumlah dan keabsahan kewajiban dan modal perusahaan.
        -   Teliti kewajiban perpajakannya sejak terjadinya penggabungan, pemekaran maupun 
            pengambilalihan usaha.

        Penerapan teknik dan prosedur pemeriksaan lainnya disesuaikan dengan kondisi yang 
        dihadapi di lapangan.

    2.12.   Ketentuan Lainnya

        a.  Sepanjang Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya tidak berpendapat lain, Kepala KPP 
            langsung dapat melaksanakan PSK atau PSL untuk Pemeriksaan Rutin yang tanpa 
            berdasarkan LP2 sebagaimana dimaksud pada butir 1.3 huruf a angka 1 terhadap 
            Wajib Pajak yang telah tercantum dalam Daftar nominatif Wajib Pajak, kecuali 
            pemeriksaan terhadap :
            1)  bentuk kerjasama operasi (KSO) dan konsorsium, Unit Pelaksana 
                Pemeriksaan Pajak ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya;
            2)  Wajib Pajak (domisili) yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan 
                atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang 
                menyatakan lebih bayar (butir 2.1 huruf b angka 2), dan Wajib Pajak tersebut 
                sekaligus memenuhi juga ketentuan Pemeriksaan Rutin sebagaimana 
                dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 3 (lihat butir 2.3 huruf e), maka 
                pemeriksaannya harus dilakukan berdasarkan LP2 terhadap seluruh jenis 
                pajak (all taxes) untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui Pemeriksaan 
                Lengkap (PL) yang unit pelaksananya ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah 
                DJP atasannya;
            3)  Wajib Pajak (domisili) yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan 
                atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang 
                menyatakan lebih bayar (butir 2.1 huruf b angka 2), dan Wajib Pajak 
                tersebut sekaligus memenuhi juga ketentuan Pemeriksaan Rutin sebagaimana 
                dimaksud pada butir 2.1 huruf a dan atau butir 2.1 huruf b angka 4 (lihat 
                butir 2.3 huruf f), maka pemeriksaannya harus dilakukan berdasarkan LP2 
                terhadap seluruh jenis pajak (all taxes) untuk tahun pajak yang 
                bersangkutan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) atau 
                Pemeriksaan Lengkap (PL) yang unit pelaksananya ditentukan oleh Kepala 
                Kantor Wilayah DJP atasannya;
            4)  Wajib Pajak (PET) yang menyampaikan SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) 
                yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak 
                (restitusi) sehubungan dengan penyerahan ekspor, pemeriksaannya harus 
                langsung dilaksanakan melalui PSK dan kemudian Wajib Pajak tersebut 
                dicantumkan dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak pada periode yang 
                bersangkutan.

        b.  Sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin (all taxes) sebagaimana 
            dimaksud pada huruf a angka 2 dan angka 3, Kepala KPP diminta untuk melakukan 
            pengawasan terhadap proses pengolahan SPT sehingga perbedaan antara jangka 
            waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak dan SPT Tahunan PPh Pasal 21 
            atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak tidak menjadi 
            hambatan dalam penanganan SPT Lebih Bayar. Dalam hal perbedaan jangka waktu 
            penyampaian SPT tersebut diperkirakan cukup lama (lebih dari 3 bulan), maka 
            terhadap Wajib Pajak (domisili) yang telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 
            dan atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan 
            lebih bayar agar dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu (tanpa berdasarkan LP2) 
            melalui PSK atau PSL tanpa menunggu disampaikannya SPT Tahunan PPh Wajib Pajak 
            Orang Pribadi atau Badan.

        c.  Penerbitan LP2 untuk Pemeriksaan Rutin dilakukan sesuai dengan petunjuk dan tata 
            cara sebagaimana tercantum pada Lampiran 17.

        d.  Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) atas Pemeriksaan Rutin terhadap kerjasama 
            operasi (KSO) dan konsorsium (butir 2.1 huruf b angka 1) agar disampaikan juga
            kepada semua Kepala KPP tempat para anggota kerjasama operasi terdaftar sebagai 
            Wajib Pajak (KPP Domisili).

        e.  Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang menyatakan rugi 
            (apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak tersebut tidak termasuk dalam Pemeriksaan 
            Rutin berdasarkan kriteria seleksi) yang pelaksanaan pemeriksaannya dikaitkan 
            dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya (butir 2.1 huruf b 
            angka 10) baru dapat dilaksanakan setelah Direktur Pemeriksaan Pajak menerbitkan 
            LP2 berdasarkan pemberitahuan tentang adanya SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang 
            menyatakan rugi dan belum pernah diperiksa. Pemberitahuan dilakukan oleh Unit 
            Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang melakukan pemeriksaan untuk tahun pajak 
            lainnya dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Rutin atas 
            SPT Tahunan PPh - Rugi seperti pada Lampiran 18.

III.    Pemeriksaan Khusus

    3.1.    Kriteria Pemeriksaan Khusus
        Pemeriksaan Khusus harus dilakukan untuk seluruh jenis pajak (all taxes) dan dilaksanakan 
        terhadap :
        a.  Wajib Pajak yang patut diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
        b.  Wajib Pajak berdasarkan adanya pengaduan masyarakat;
        c.  Wajib Pajak berdasarkan persetujuan atau instruksi Direktur Pemeriksaan Pajak 
            dalam rangka pemeriksaan untuk tujuan lain, misalnya :
            (1) Wajib Pajak (domisili) menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang 
                Pribadi/Badan dan atau SPT Tahunan PPh Pasal 21 setelah berakhirnya 
                jangka waktu penyampaian SPT yang ditetapkan dalam Surat Teguran 
                sehingga SPT Tahunan tersebut dianggap sebagai data;
            (2) Wajib Pajak (lokasi) menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 setelah 
                berakhirnya jangka waktu penyampaian SPT yang ditetapkan dalam Surat 
                Teguran sehingga SPT Tahunan PPh Pasal 21 tersebut dianggap sebagai data;
            (3) terdapat data prioritas;
            (4) berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap SPT Masa PPN untuk suatu tahun 
                pajak diketahui bahwa terdapat perbedaan jumlah peredaran usaha antara 
                SPT Tahunan PPh dan seluruh SPT Masa PPN tahun pajak yang bersangkutan 
                (equalisasi PPh dan PPN);
            (5) berdasarkan analisis terhadap surat pemberitahuan dan atau data/keterangan 
                lainnya;
        d.  Wajib Pajak tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

    3.2.    Usul Permintaan Pemeriksaan Khusus

        a.  Kepala KPP atau Karikpa dapat mengajukan usul untuk melakukan Pemeriksaan 
            Khusus yang memenuhi kriteria Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada 
            butir 3.1 huruf a, b dan huruf c kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

        b.  Apabila sependapat dengan usul yang diajukan oleh KPP atau Karikpa, dan apabila 
            ada usul dari Kantor Wilayah DJP sendiri, kepala Kantor Wilayah DJP mengajukan 
            usul untuk melakukan Pemeriksaan Khusus kepada Direktur Pemeriksaan Pajak.

        c.  usul untuk melakukan Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 
            huruf c angka (5) hanya dapat diajukan apabila terhadap SPT Tahunan PPh Wajib   
            Pajak Orang Pribadi atau Badan tahun pajak sebelumnya belum pernah diperiksa.

        d.  Setiap pengajuan usul untuk melakukan Pemeriksaan Khusus harus disertai dengan 
            alasan yang jelas dan dilengkapi dengan bukti pendukungnya (seperti surat 
            pengaduan masyarakat atau data prioritas) dengan menggunakan formulir seperti 
            pada Lampiran 19.

        e.  Kepala Kantor Wilayah DJP dapat pula mengajukan usul kepada Direktur Pemeriksaan 
            Pajak agar terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangan Kantor 
            Wilayah DJP yang bersangkutan dilakukan Pemeriksaan Khusus dengan menggunakan 
            formulir seperti pada Lampiran 20.

    3.3.    Persetujuan Pemeriksaan Khusus
        Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Khusus diberikan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak 
        kepada unit pengusul atau unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak lain dengan mempertimbangkan 
        bobot masalah penyebab diajukannya usul Pemeriksaan Khusus tersebut, kecuali 
        Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf c angka (2) dan angka (5). 
        Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Khusus dimaksud harus diberikan kepada unit 
        pengusul. Persetujuan Direktur Pemeriksaan Pajak kepada Kepala KPP untuk melakukan 
        Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf c angka (5) hanya dapat 
        diberikan setelah bulan September. Surat Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Khusus 
        diberikan dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 21.

    3.4.    Instruksi Pemeriksaan Khusus

        a.  Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan 
            Pajak apabila :
            1)  Wajib Pajak patut diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
            2)  terdapat pengaduan masyarakat kepada Direktur Jenderal Pajak, termasuk 
                pengaduan masyarakat melalui Kotak Pos 5000;
            3)  Direktur Pemeriksaan Pajak menganggap perlu melakukan pemeriksaan 
                untuk tujuan lain;
            4)  berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

        b.  Direktur Pemeriksaan Pajak dapat pula memberikan instruksi Pemeriksaan Khusus 
            kepada Kepala KPP, Karikpa atau Kantor Wilayah DJP terkait sehubungan dengan 
            usul Kepala Kantor Wilayah DJP lain agar melakukan Pemeriksaan Khusus terhadap 
            Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangan Kantor Wilayah DJP yang 
            bersangkutan (lihat butir 3.2 huruf e diatas).

        c.  Instruksi Pemeriksaan Khusus harus memuat antara lain saat pemeriksaan harus 
            diselesaikan atau perlu tidaknya hasil pemeriksaan dibahas (review) terlebih dahulu 
            oleh pemberi instruksi. Instruksi Pemeriksaan Khusus diberikan dengan menggunakan 
            formulir seperti pada Lampiran 22.

    3.5.    Ruang Lingkup Pemeriksaan dan Tahun Pajak

        a.  Pada prinsipnya Pemeriksaan Khusus harus meliputi seluruh jenis pajak (all taxes) 
            sehingga pemeriksaan harus dilaksanakan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan 
            (PSL) atau Pemeriksaan Lengkap (PL). Namun Pemeriksaan Khusus sebagaimana 
            dimaksud pada butir 3.1 huruf c angka (2) hanya meliputi seluruh jenis pajak yang 
            menjadi kewajiban Wajib Pajak Lokasi yang bersangkutan.

        b.  Pada umumnya tahun pajak yang diperiksa dibatasi hanya 1 (satu) tahun pajak. 
            Namun apabila Pemeriksaan Khusus sehubungan dengan pengaduan masyarakat
            melalui Kotak Pos 5000 yang informasinya secara kuantitatif meliputi lebih dari 1 
            (satu) tahun pajak, maka pemeriksaan dapat dilakukan terhadap seluruh tahun-tahun 
            pajak tersebut.

        c.  Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak dapat melakukan perluasan tahun pajak yang 
            diperiksa dengan tahun-tahun pajak sebelum dan atau sesudah tahun pajak yang 
            sedang diperiksa, dalam hal :
            1)  terdapat dugaan bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang 
                perpajakan;
            2)  hasil pemeriksaan untuk tahun pajak yang diperluas diperkirakan dapat 
                menambah jumlah pajak yang terutang dengan jumlah yang signifikan; atau
            3)  terdapat sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak.

            Pengajuan usul dan persetujuan serta instruksi perluasan Pemeriksaan Khusus 
            dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 3.2, 3.3 
            dan butir 3.4 tersebut di atas.

        d.  Perluasan tahun pajak yang diperiksa dapat pula dilakukan terhadap tahun-tahun 
            pajak sebelumnya yang SPT Tahunan PPh-nya menyatakan rugi dan atas kerugian 
            tersebut belum dilakukan pemeriksaan. Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak 
            memberitahukan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak tentang adanya SPT Tahunan 
            PPh yang menyatakan rugi dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan 
            Pemeriksaan Khusus atas SPT Tahunan PPh - Rugi seperti pada Lampiran 23.

    3.6.    Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir

        a.  Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan pembahasan akhir 
            (clossing conference) baru dapat dilakukan setelah hasil pemeriksaan tersebut 
            dibahas (review) dan disetujui oleh Direktur Pemeriksaan Pajak yang bersangkutan, 
            dalam hal :
            1)  Pemeriksaan Khusus yang instruksinya diberikan sehubungan dengan dugaan 
                bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; atau
            2)  Pemeriksaan Khusus yang instruksinya diberikan berdasarkan adanya 
                pengaduan masyarakat, baik melalui Kotak Pos 5000 maupun tidak; atau
            3)  Pemeriksaan Khusus berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak 
                karena alasan lainnya, kecuali Pemeriksaan Khusus berdasarkan instruksi 
                dari Direktur Pemeriksaan Pajak sehubungan dengan usul dari Kepala Kantor
                Wilayah DJP terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah 
                kewenangannya (lihat butir 3.2 huruf e dan butir 3.4 huruf b diatas).

        b.  Untuk tujuan pembahasan, konsep Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) yang dikirimkan 
            kepada Direktur Pemeriksaan Pajak tidak perlu diberi nomor dan tanggal laporan. 
            Namun dalam Surat Pengantar harus dinyatakan secara jelas bahwa LPP dikirim untuk 
            dibahas (review) oleh Direktur Pemeriksaan Pajak.

        c.  Dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili meminta Pemeriksaan 
            Wajib Pajak Lokasi sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Khusus 
            sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1 dan angka 2, maka Permintaan 
            Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus mencantumkan tanggal saat konsep Laporan 
            Pemeriksaan Pajak atas Pemeriksaan Khusus terhadap Wajib Pajak Domisili akan 
            dikirim untuk dibahas (review) dan disetujui oleh Direktur Pemeriksaan Pajak.

        d.  Konsep Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) atas Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi 
            sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada 
            huruf a angka 1 dan angka 2 harus dikirimkan terlebih dahulu ke Unit Pelaksana 
            Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili untuk dipergunakan sebagai bahan pertimbangan 
            dalam menentukan tindak lanjut.

        e.  Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili harus memberitahu Unit Pelaksana 
            Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi tentang tindak lanjut yang diambil dalam 
            menyelesaikan Pemeriksaan Khusus dengan menggunakan formulir Surat 
            Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Khusus seperti pada Lampiran 24.

        f.  Dalam hal tindak lanjut Pemeriksaan Khusus adalah berupa penerbitan surat 
            ketetapan pajak (bukan berupa tindakan penyidikan), maka Unit Pelaksana 
            Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi menyelesaikan Laporan Pemeriksaan Pajak 
            (mengadakan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan - clossing conference) 
            berdasarkan konsep Laporan yang telah dikirimkan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan 
            Wajib Pajak Domisili, kemudian membuat Nota Penghitungan Pajak untuk diterbitkan 
            surat ketetapan pajak. Laporan Pemeriksaan Pajak dikirimkan pula ke Unit Pelaksana 
            Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili.

        g.  Dalam hal tindak lanjut Pemeriksaan Khusus adalah berupa tindakan penyidikan, 
            maka Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi menyelesaikan Laporan 
            Pemeriksaan Pajak berupa laporan sumier, dan kemudian mengirimkannya ke Unit 
            Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili disertai dengan kertas kerja 
            pemeriksaan (KKP).

    3.7.    Ketentuan Lainnya

        a.  Penerbitan LP2 untuk Pemeriksaan Khusus dilakukan sesuai dengan prosedur dan tata 
            cara sebagaimana tercantum pada Lampiran 25.

        b.  Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf c 
            angka 1 dan angka 2 harus diselesaikan pelaksanaannya paling lambat 8 (delapan) 
            bulan sejak tanggal diterimanya SPT yang dianggap sebagai data, dan untuk 
            pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf c angka 1 dapat 
            dilaksanakan terlebih dahulu tanpa menunggu diterbitkannya LP2, setelah usul 
            diajukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP ke Direktorat Pemeriksaan Pajak.
    
        c.  Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) harus memuat penjelasan mengenai terbukti atau 
            tidaknya alasan yang menjadi dasar diterbitkannya persetujuan atau instruksi 
            Pemeriksaan Khusus sehubungan dengan adanya pengaduan masyarakat.

        d.  Untuk memantau apakah alasan pemeriksaan atau perluasan pemeriksaan 
            sebagaimana dimaksud masing-masing pada butir 3.2 huruf d, 3.4 huruf a dan butir 
            3.5 huruf c dapat dipenuhi, maka hasil Pemeriksaan Khusus harus dilaporkan kepada 
            Direktur Pemeriksaan Pajak dan Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan cara 
            membuat Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Khusus dengan menggunakan formulir 
            seperti pada Lampiran 26.

        e.  Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada huruf b di 
            atas merupakan bahan pertimbangan bagi Direktur Pemeriksaan Pajak dan atau 
            Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dalam melakukan pembinaan terhadap Kepala 
            Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak dan para Pemeriksa Pajak yang bersangkutan.

        f.  Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Khusus dapat dipergunakan juga sebagai bahan 
            pertimbangan dalam memberikan persetujuan atau instruksi pemeriksaan Khusus 
            terhadap Wajib Pajak lainnya untuk Unit Pelaksana Pemeriksaan Khusus yang 
            bersangkutan.

        g.  Pemeriksaan Khusus sehubungan dengan adanya perluasan tahun pajak yang 
            diperiksa baru dapat dilaksanakan setelah Direktur Pemeriksaan Pajak menerbitkan 
            LP2 berdasarkan persetujuan, instruksi atau pemberitahuan tentang adanya 
            perluasan Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.5 huruf c dan 
            huruf d tersebut di atas. Untuk keperluan administrasi pemeriksaan, kriteria 
            Pemeriksaan Khusus tahun perluasan dianggap sama dengan kriteria Pemeriksaan 
            Khusus tahun yang diperluas.

            Contoh :

            Pemeriksaan Khusus tahun pajak 1999 dilaksanakan berdasarkan pengaduan 
            masyarakat. Pemeriksaan Khusus diperluas dengan tahun pajak 1997 dan 1998 
            masing-masing karena SPT Tahunan PPh Wajib Pajak menyatakan rugi dan terdapat 
            indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Kriteria 
            Pemeriksaan Khusus untuk tahun pajak 1997 dan 1998 dianggap sama dengan 
            kriteria Pemeriksaan Khusus untuk tahun pajak 1999, yaitu pengaduan masyarakat 
            (bukan dengan kriteria rugi atau tindak pidana di bidang perpajakan).

IV. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi

    4.1.    Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi dapat dilaksanakan sehubungan dengan :
        a.  SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar 
            sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 2 dan angka 9 (termasuk dalam 
            Pemeriksaan Rutin);
        b.  SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN tidak disampaikan masing-masing 
            selama 2 (dua) tahun berturut-turut atau 3 (tiga) bulan berturut-turut dari suatu tahun 
            pajak sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 8 (termasuk dalam 
            Pemeriksaan Rutin);
        c.  permohonan pemusatan tempat terutang PPh Pasal 21, pemusatan tempat     terutang 
            PPN, dan permohonan lainnya sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf c angka 2
            (termasuk dalam Pemeriksaan Rutin);
        d.  SPT Tahunan PPh Pasal 21 disampaikan setelah berakhirnya jangka waktu 
            penyampaian SPT yang ditetapkan dalam Surat Teguran sehingga SPT Tahunan PPh 
            Pasal 21 tersebut dianggap sebagai data sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf 
            c angka 2 (termasuk dalam Pemeriksaan Khusus);
        e.  permintaan dari Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili (disebut 
            Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi);
        f.  pemeriksaan tahun berjalan terhadap Wajib Pajak Lokasi yang bergerak di sektor  
            usaha tertentu yang ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP, khususnya terhadap 
            PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPn dan PPnBM (termasuk dalam Pemeriksaan Tahun 
            Berjalan).

    4.2.    Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili harus meminta Unit Pelaksana Pemeriksaan 
        Wajib Pajak Lokasi untuk melakukan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, kecuali terhadap Wajib 
        Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi, serta Wajib Pajak yang telah memperoleh 
        izin pemusatan tempat terutang PPh Pasal 21 dan PPN.

    4.3.    Dalam hal terhadap SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN yang menyatakan 
        lebih bayar dilakukan Pemeriksaan Rutin oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi 
        dan pada saat bersamaan diperiksa juga oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak 
        Domisili, maka pemeriksaan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi diteruskan 
        sepanjang Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili tidak meminta kepada Unit 
        Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi untuk menghentikan pemeriksaan tersebut karena 
        Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili berwenang untuk melakukan pemeriksaan 
        sampai dengan ke lokasi Wajib Pajak yang bersangkutan, seperti : unit Pelaksana 
        Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dilingkungan Kantor Wilayah VI DJP Jakarta Raya Khusus 
        terhadap KPP Wajib Pajak Lokasi di seluruh Indonesia, Kantor Wilayah DJP lainnya terhadap 
        KPP Wajib Pajak Lokasi di wilayah wewenangnya, dan Karikpa Wajib Pajak Domisili terhadap 
        KPP Wajib Pajak Lokasi di wilayah kerjanya.

    4.4.    Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi untuk Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi 
        harus dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili di Kantor Pusat Wajib 
        Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi yang bersangkutan, kecuali atas 
        pertimbangan Kepala Kantor Wilayah DJP atau Direktur Pemeriksaan Pajak pemeriksaan 
        terhadap Wajib Pajak Lokasi dimaksud harus dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan 
        Wajib Pajak Lokasi yang terkait.

    4.5.    Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari 
        setelah Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak Domisili, 
        dengan menggunakan Surat Permintaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sesuai dengan 
        contoh formulir pada Lampiran 27.

    4.6.    Dalam hal Surat Permintaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi diterbitkan melebihi jangka 
        waktu sebagaimana dimaksud pada butir 4.5 di atas, maka Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib 
        Pajak Domisili harus menjelaskan secara tertulis alasan atas keterlambatan tersebut kepada 
        unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dengan tembusan kepada kepala Kantor 
        Wilayah DJP terkait.

    4.7.    Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat diajukan oleh KPP, Karikpa atau Kantor 
        Wilayah DJP, dengan ketentuan sebagai berikut :
        a.  Apabila pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dilakukan oleh KPP, maka permintaan 
            pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi diajukan kepada KPP Lokasi;
        b.  Apabila pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dilakukan oleh Karikpa, maka permintaan 
            pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi diajukan kepada Karikpa Lokasi;
        c.  Apabila pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP dan 
            Wajib Pajak Lokasi berada di dalam wilayah Kantor Wilayah DJP yang sama, maka 
            pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa 
            Pajak yang bersangkutan. Dalam hal volume pekerjaan yang ada tidak 
            memungkinkan bagi Tim Pemeriksa Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan Wajib 
            Pajak Lokasi, maka permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat diajukan 
            kepada Karikpa Lokasi.
        d.  Apabila pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP dan 
            Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kantor Wilayah DJP yang berbeda, maka 
            permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat diajukan kepada kantor Wilayah 
            DJP lain yang terkait.

    4.8.    Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi oleh KPP Domisili kepada KPP Lokasi hanya 
        dapat dilakukan apabila pemeriksaan Wajib Pajak Domisili oleh KPP Domisili dilakukan melalui 
        Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL).

    4.9.    SPPP Wajib Pajak Lokasi harus diterbitkan paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal 
        diterimanya permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dan pemeriksaannya harus 
        dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal SPPP Wajib Pajak Lokasi.

    4.10.   Penyelesaian pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Domisili harus menunggu hasil pemeriksaan 
        terhadap Wajib Pajak Lokasi. Dalam hal LPP Wajib Pajak Lokasi belum dapat diselesaikan, 
        maka pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dapat diselesaikan tanpa menunggu LPP Wajib Pajak 
        Lokasi setelah kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili memberitahukan hal 
        tersebut kepada kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi.

    4.11    Apabila di kemudian hari unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili menerima LPP 
        Wajib Pajak Lokasi yang datanya belum tercakup dalam LPP Wajib Pajak Domisili, maka data 
        baru tersebut harus ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    4.12.   Tim Pemeriksa Pajak dapat meminjam semua buku, catatan dan dokumen sehubungan 
        dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak Lokasi. Dalam hal dokumen yang 
        diperlukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi telah dipinjamkan/diserahkan 
        kepada unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili, maka Unit Pelaksana Pemeriksaan 
        Wajib Pajak Lokasi agar melakukan peminjaman dokumen yan diperlukan secara langsung 
        kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili.

    4.13.   LPP atas pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dikirim langsung kepada Unit Pelaksana 
        Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud 
        pada butir 3.6 huruf c sampai dengan huruf g.

    4.14.   Tindak lanjut atas hasil pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan 
        Asuransi sebagaimana dimaksud pada butir 4.4 diatur sebagai berikut :
        a.  LPP harus mencakup hasil pemeriksaan terhadap seluruh cabang;
        b.  Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi yang seluruhnya dilakukan oleh Unit Pelaksana 
            Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili, LPP sebagaimana dimaksud pada butir a dikirim 
            kepada masing-masing Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi yang terkait 
            dengan menggunakan Surat Pengantar sesuai dengan contoh pada lampran 28;
        c.  Nota Penghitungan Pajak (NPP) untuk seluruh jenis pajak yang menjadi kewajiban 
            Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi dibuat oleh :
            -   Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili untuk seluruh jenis pajak 
                yang terutang di KPP Wajib Pajak Domisili;
            -   Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi untuk seluruh jenis pajak 
                yang terutang di KPP Wajib Pajak Lokasi.

    4.15.   Pengawasan terhadap pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dilakukan oleh kepala 
        Kantor Wilayah DJP dan dituangkan dalam Lembar Pengawasan Pemeriksaan Wajib Pajak 
        Lokasi dengan menggunakan formulir sesuai contoh pada Lampiran 29.

    4.16.   Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan diketahui terdapat Unit Pelaksana Pemeriksaan 
        Wajib Pajak Lokasi yang belum menyelesaikan pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak sesuai 
        dengan jangka waktu yang telah ditentukan, maka Kepala Kantor Wilayah DJP harus 
        memberikan peringatan dan pembinaan kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak 
        Lokasi.

V.  Pemeriksaan Tahun Berjalan

    5.1.    Pemeriksaan tahun berjalan dapat dilaksanakan terhadap Wajib Pajak Lokasi yang bergerak 
        di sektor usaha tertentu yang ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP, khususnya terhadap 
        PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPN dan PPnBM.

    5.2.    Pemeriksaan Tahun Berjalan dapat pula dilakukan berdasarkan instruksi Direktur Pemeriksaan 
        Pajak sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Khusus atau Pemeriksaan Bukti 
        Permulaan.

VI. Pemeriksaan Bukti Permulaan

    6.1.    Laporan Pengamatan atau Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) yang dapat memberi indikasi 
        bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan harus ditindaklanjuti 
        dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

    6.2.    Instruksi untuk melakukan Pemeriksaan Bukti permulaan diberikan oleh Direktur 
        Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP.

    6.3.    Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP) ditandatangani oleh Kepala Unit Pelaksana 
        Pemeriksaan Bukti Permulaan.

    6.4.    Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa Pajak yang anggotanya dapat 
        berasal dari Direktorat Pemeriksaan Pajak, Kantor Wilayah DJP terkait dan atau Karikpa, dan 
        sekurang-kurangnya satu orang anggota Tim Pemeriksa Pajak adalah Penyidik Pegawai 
        Negeri Sipil (PPNS).

VII.    Lain-lain

    7.1.    Mengingat volume pekerjaan pada masing-masing Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak, Kepala 
        Kantor Wilayah DJP dapat mengalihkan pelaksanaan pemeriksaan pajak dari Unit Pelaksana 
        Pemeriksaan Sederhana ke Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap atau sebaliknya, dan dari 
        Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak ke Kantor Wilayah DJP atasannya atau sebaliknya. 
        Dalam hal terdapat pengalihan pemeriksaan pajak, Kepala Kantor Wilayah DJP yang 
        bersangkutan memberitahukan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak, berikut alasannya 
        dengan menggunakan formulir sesuai contoh pada Lampiran 30.

    7.2.    Hasil temuan pemeriksaan terhadap pelaksanaan Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) harus 
        disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan 
        tersebut diselesaikan (kecuali PSK untuk restitusi PPN yang diajukan oleh Pengusaha Kena 
        Pajak (PKP) Eksportir Tertentu).

    7.3.    Kepala Kantor Wilayah DJP harus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemeriksaan 
        oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap atau Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana, baik 
        mengenai kualitas pemeriksaan, jangka waktu pemeriksaan maupun standar prestasi 
        pemeriksa per tahun.

    7.4.    Dalam rangka membantu upaya penertiban pemberian Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) 
        sehingga KLU dimaksud sesuai dengan lapangan usaha yang sebenarnya dijalankan Wajib 
        Pajak, maka Pemeriksa Pajak dalam setiap melakukan pemeriksaan baik yang dilakukan 
        melalui PL maupun PSL harus melakukan penelitian terhadap kebenaran pemberian KLU yang 
        tercantum pada SPT Tahunan PPh WP sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak 
        Nomor : KEP-1444/PJ.24/1993 tanggal 14 Desember 1993 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha 
        Wajib Pajak, dan hasil penelitian terhadap kebenaran KLU tersebut merupakan bagian yang 
        tidak terpisahkan dari LPP. Selanjutnya sebelum LPP dibuat, Pemeriksa Pajak harus 
        mengirimkan hasil penelitian KLU kepada Kepala KPP yang bersangkutan c.q. Kepala Seksi 
        TUP dengan menggunakan formulir Laporan Penelitian KLU sesuai dengan contoh pada 
        Lampiran 31.

    7.5.    Dalam rangka membantu pencairan tunggakan PBB, maka Pemeriksa Pajak setiap melakukan 
        pemeriksaan baik yang dilakukan melalui PL maupun PSL, disamping harus melakukan 
        pemeriksaan terhadap PBB untuk tahun pajak yang diperiksa, juga harus melakukan 
        penelitian terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk 5 (lima) tahun 
        terakhir (termasuk tahun pajak yang sedang diperiksa) sebelum tahun dilaksanakannya 
        pemeriksaan yang bersangkutan dengan tujuan untuk mengetahui apakah utang PBB sudah 
        dilunasi atau belum.

    7.6.    Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, maka pembuatan dan 
        pengiriman LPP dan Nota Penghitungan Pajak (NPP), perlu diatur sebagai berikut :
        a.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PL, LPP dan NPP harus dibuat oleh 
            Pemeriksa Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan dan disampaikan bersama-sama 
            dengan berkas Wajib Pajak yang bersangkutan kepada KPP terkait dalam batas waktu 
            paling lambat 3 (tiga) hari setelah Pembahasan Akhir.

        b.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PSL, LPP dan NPP harus dibuat oleh 
            Pemeriksa Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan dan disampaikan kepada seksi TUP 
            dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah Pembahasan Akhir.

        c.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PSK, LPP dan LPP harus dibuat oleh 
            Pemeriksa Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan dan disampaikan kepada Seksi TUP 
            dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah hasil pemeriksaan disetujui oleh 
            Kepala KPP terkait.

        d.  Tanggal LPP dibuat sama dengan tanggal NPP.

    Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat-surat Edaran yang telah diterbitkan sebelumnya 
    dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Edaran ini.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

MACHFUD SIDIK
peraturan/0tkbpera/4921f95baf824205e1b13f22d60357a1.txt · Last modified: (external edit)