peraturan:0tkbpera:47d1e990583c9c67424d369f3414728e
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1998
TENTANG
TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Bahwa sebagai pelaksana ketentuan Pasal 24 Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa, dipandang perlu untuk mengatur tata cara penyitaan dalam rangka penagihan pajak
dengan surat paksa dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang No. 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN
SURAT PAKSA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak,
termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan;
2. Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak,
menerbitkan Surat Perintah Penagihan seketika dan sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Surat
Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan
Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
3. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan
sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan;
4. Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita;
5. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga,
denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan;
6. Biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan
pajak;
7. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak;
8. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Pejabat untuk
melaksanakan penyitaan;
9. Objek sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak;
10. Barang adalah tiap benda atau yang dapat dijadikan obyek sita;
11. Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan
pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun,
selain penambahan jumlah atau nilai;
12. Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan
jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB II
PELAKSANAAN PENYITAAN
Pasal 2
(1) Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh Pejabat.
(2) Penyitaan dilaksanakan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua
puluh empat) jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak.
Pasal 3
(1) Barang milik Penanggung Pajak yang dapat disita adalah barang yang berada di tempat tinggal,
tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya berada
ditangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang
tertentu, berupa :
a. barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan,
saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi,
saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain;
dan atau
b. barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.
(2) Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak kecuali dalam keadaan tertentu dapat
dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak.
(3) Urutan barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita ditentukan oleh Jurusita Pajak
dengan memperhatikan jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajak, kemudahan penjualan atau
pencairannya.
Pasal 4
(1) Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya.
(2) Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus :
a. memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak;
b. memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
c. memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.
(3) Setiap melaksanakan penyitaan Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang
ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi.
(4) Dalam hal Penanggung Pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita, Jurusita
Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan Berita
Acara Pelaksanaan Sita tersebut ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi dan Berita Acara
Pelaksanaan Sita tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat.
(5) Penyitaan tetap dapat dilaksanakan sekalipun Penanggung Pajak tidak hadir , sepanjang salah seorang
saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Pemerintah Daerah setempat, sekurang-
kurangnya setingkat Kepala Kelurahan atau Kepala Desa.
(6) Dalam hal pelaksanaan penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, Berita acara Pelaksanaan
ditandatangani oleh Juru Sita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara pelaksanaan Sita tersebut tetap
sah dan mempunyai kekuatan mengikat.
(7) Salinan Berita acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak dan atau barang tidak
bergerak yang disita, atau ditempat barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita
berada, atau di tempat-tempat umum.
(8) Salinan Berita Acara Pelaksanaan sita disampaikan kepada :
a. Penanggung Pajak;
b. Polisi untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar;
c. Badan Pertanahan Nasional, untuk tanah yang kepemilikannya sudah terdaftar;
d. Pemerintah Daerah dan Pengadilan Negeri setempat, untuk tanah yang kepemilikannya belum
terdaftar;
e. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, untuk kapal.
Pasal 5
(1) Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya dilaksanakan sebagai berikut:
a. membuat rincian tentang jenis, jumlah dan harga perhiasan yang disita dalam suatu daftar
yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.
b. membuat Berita Acara pelaksanaan Sita;
(2) Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing dilaksanakan sebagai berikut :
a. menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat rinciannya dalam suatu
daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang selanjutnya
ditempeli dengan segel sita dan kemudian menitipkannya pada Penanggung Pajak atau
menitipkannya pada Bank.
(3) Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank berupa deposito berjangka,
tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan
sebagai berikut :
a. Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai dengan salinan Surat
Paksa dan Surat perintah Melaksanakan Penyitaan;
b. Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari Pejabat dan
membuat berita acara pemblokiran serta menyampaikan salinannya kepada Pejabat dan
Penanggung Pajak;
c. Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank memerintahkan
Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaan
Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak;
d. dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank sebagaimana dimaksud
dalam huruf c, Pejabat meminta Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank untuk
memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank yang
dimaksud;
e. setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan
penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan menyampaikan salinan Berita
Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan;
f. pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah Penanggung
Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak;
g. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan Penanggung
Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan biaya penagihan
pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran.
(4) Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di
bursa efek dilaksanakan sebagai berikut :
a. Pemblokiran Rekening Efek pada Kustodian dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari
Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuknya kepada Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal dengan menyebutkan nama Pemegang rekening atau nomor Pemegang Rekening
sebagai Penanggung Pajak, sebab dan alasan perlunya pemblokiran tersebut dilakukan;
b. Berdasarkan permintaan Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuknya sebagaimana
dimaksud pada huruf a, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dapat menyampaikan perintah
tertulis kepada Kustodian untuk melakukan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung
Pajak;
c. Berdasarkan perintah tertulis dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal sebagaimana dimaksud
pada huruf b, Kustodian melakukan pemblokiran;
d. Dalam hal permintaan pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan keterangan tentang
Rekening Efek pada Kustodian, maka permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak harus
memuat nama Pejabat yang berwenang mendapat keterangan tersebut;
e. Kustodian yang melakukan pemblokiran dan memberikan keterangan tentang Rekening Efek
Pemegang Rekening membuat Berita Acara pemblokiran dan Berita Acara Pemberian
keterangan;
f. Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian Keterangan tersebut disampaikan
kepada Direktur Jenderal Pajak dan salinannya disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal dan Pemegang rekening sebagai Penanggung Pajak, selambat-lambatnya 2 (dua)
hari kerja setelah pemblokiran dan pemberian tersebut dilakukan;
g. Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan atas efek dan atau dana dalam Rekening Efek pada
Kustodian segera setelah menerima Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian
Keterangan;
h. Jurusita Pajak yang melakukan penyitaan harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang
ditanda tangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi;
i. Dalam hal Penanggung Pajak tidak hadir , Berita Acara Pelaksanaan Sita ditanda tangani oleh
Jurusita Pajak dan saksi-saksi.
j. Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada Penanggung Pajak, dan salinannya
disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal; dan Kustodian;
k. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap rekening Efek Penanggung
Pajak kepada Kustodian, setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak;
l. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap Rekening Efek
Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan biaya
penagihan pajak tidak dilunasi oleh Penanggung pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran;
m. Efek yang diperdagangkan di bursa yang telah disita, dijual di bursa melalui Perantara
Pedagang efek Anggota Bursa atas permintaan Pejabat.
(5) Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan
di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut :
a. melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai nominal atau
perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan
lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. membuat berita acara pengalihan hak surat berharga atas nama dari Penanggung Pajak
kepada Pejabat.
(6) Penyitaan terhadap piutang dilaksanakan sebagai berikut :
a. melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis dan jumlah piutang yang disita
dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. membuat berita acara persetujuan pengalihan hak menagih piutang dari Penanggung Pajak
kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan pihak yang
berkewajiban membayar utang.
(7) Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya
dilaksanakan sebagai berikut :
a. melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan modal pada
perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. membuat akte persetujuan pengalihan hak penyertaan modal pada perusahaan lain dari
Penanggung Pajak kepada pejabat, dan salinannya disampaikan kepada perusahaan tempat
penyertaan modal.
Pasal 6
Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan sampai dengan jumlah nilai barang yang
disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Pasal 7
(1) Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak, kecuali apabila menurut pertimbangan
Jurusita Pajak barang sitaan tersebut perlu disimpan di kantor Pejabat atau di tempat lain.
(2) Tempat lain yang digunakan sebagai tempat penitipan barang yang telah disita sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) antara lain Kantor Pegadaian , bank atau Kantor Pos dan Giro.
Pasal 8
Penyitaan tambahan terhadap barang milik Penanggung Pajak dapat dilaksanakan apabila hasil penjualan
barang yang disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan menerbitkan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang baru.
Pasal 9
(1) Atas barang yang disita dapat ditempeli atau diberi segel sita.
(2) Penempelan segel sita dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, sifat dan bentuk barang sitaan.
(3) Segel sita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :
a. Kata "DISITA";
b. nomor dan tanggal Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. Larangan untuk memindahtangankan, memindahkan hak, meminjamkan, merusak barang
yang disita.
Pasal 10
(1) Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan
utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau berdasarkan putusan Badan penyelesaian
Sengketa Pajak atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
(2) Pencabutan sita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Surat Pencabutan
Sita yang diterbitkan oleh Pejabat.
(3) Surat Pencabutan Sita sekaligus berfungsi sebagai Pencabutan Berita Acara Pelaksanaan Sita
disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak dan instansi yang terkait, diikuti dengan
pengembalian penguasaan barang yang sita kepada Penanggung Pajak.
(4) Pencabutan Sita terhadap :
a. deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau yang dipersamakan dengan itu
dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan
tembusannya disampaikan kepada bank yang bersangkutan;
b. Surat berharga obligasi, saham atau sejenisnya baik yang diperdagangkan maupun yang tidak
diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pencabutan Sita
kepada penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan kepada pihak terkait yang sekaligus
berfungsi sebagai pembatalan berita acara pengalihan hak atas surat berharga tersebut;
c. piutang dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pencabutan Sita kepada Penanggung
Pajak dan tembusannya disampaikan kepada pihak yang berutang yang sekaligus berfungsi
sebagai pembatalan berita acara persetujuan pengalihan hak penagih piutang;
d. penyertaan modal pada perusahaan lain dilaksanakan dengan menyampaikan Surat
Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan kepada pihak
terkait serta membuat akte pembatalan pengalihan hak.
Pasal 11
Penanggung Pajak wajib :
a. membantu kelancaran pelaksanaan penyitaan;
b. menjaga keamanan dan memelihara barang yang telah disita yang dititipkan kepadanya.
Pasal 12
(1) Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan
secara lelang atau tidak secara lelang, maupun menggunakan atau memindahbukukan barang yang
disita untuk pelunasan utang pajak dan atau biaya penagihan pajak dimaksud.
(2) Penjualan secara lelang dilakukan melalui Kantor Lelang dan dilaksanakan paling cepat setelah jangka
waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak pengumuman lelang;
(3) Pengumuman lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan paling cepat setelah lewat
jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak penyitaan.
(4) Apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan
utang pajak, maka pelaksanaan lelang dihentikan dan sisa barang serta kelebihan uang hasil lelang
dikembalikan oleh pejabat kepada Penanggung Pajak paling lambat 3 hari setelah pelaksanaan lelang.
Pasal 13
Penanggung Pajak dapat melunasi utang pajak dan biaya yang timbul dalam rangka penagihan pajak selama
barang yang telah disita belum dijual, digunakan atau dipindahbukukan.
Pasal 14
Besarnya biaya penagihan pajak adalah Rp 25.000,00 (dua puluh ribu rupiah) untuk setiap pemberitahuan
Surat Paksa dan Rp 75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah) untuk setiap Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan yang dilaksanakan.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan mengenai tata cara pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan tentang tata cara penyitaan di bidang
penagihan pajak tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini atau belum
diganti dengan ketentuan tentang tata cara penyitaan yang baru.
Pasal 17
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada saat diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Januari 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Januari 1998
MENTERI NEGARA/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 5
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1998
TENTANG
TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
UMUM
Berdasarkan Pasal 24 Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa,
dengan Peraturan Pemerintah ini diatur tentang tata cara penyitaan barang milik Penanggung Pajak.
Dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak
sebagaimana mestinya. Dalam rangka pencairan tunggakan pajak maka terhadap Penanggung Pajak yang
belum melunasi utang pajaknya dilakukan penagihan pajak dengan Surat Paksa dalam bentuk tindakan
penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak untuk dijadikan jaminan pelunasan utang pajak dan biaya
penagihan pajak.
Untuk melaksanakan penyitaan barang milik Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu prosedur yang
mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang meliputi status, nilai, serta tempat penyimpanan atau penitipan
barang sitaan milik Penanggung Pajak dengan tetap memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga
maupun masyarakat Wajib Pajak.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal ini memuat rumusan mengenai pengertian istilah yang bersifat teknis dan baku yang
dipergunakan dalam Peraturan Pemerintah ini. Rumusan pengertian istilah ini diperlakukan untuk
mencegah adanya salah penafsiran dalam melaksanakan pasal-pasal yang bersangkutan sehingga
dapat memberi kemudahan dan kelancaran, baik bagi Wajib Pajak ataupun Penanggung Pajak
maupun aparat dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.
Pasal 2
Ayat (1) dan Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari Penanggung Pajak.
Oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang Penanggung Pajak,
baik yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan Penanggung Pajak atau
di tempat lain sekalipun penguasaannya berada di tangan pihak lain.Yang dimaksud dengan
penguasaan berada di tangan pihak lain, misalnya disewakan atau dipinjamkan, sedangkan
yang dimaksud dengan dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang
tertentu, misalnya barang yang dihipotikkan, digadaikan atau diagunkan.
Yang dimaksud dengan kapal dengan isi kotor tertentu adalah kapal dengan isi kotor paling
sedikit 20 (dua puluh) meter kubik.
Ayat (2)
Pada dasarnya penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak namun dalam
keadaan tertentu penyitaan dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak
tanpa melaksanakan penyitaan terhadap barang bergerak. Keadaan tertentu misalnya Jurusita
Pajak tidak menjumpai barang bergerak yang dapat dijadikan objek sita atau barang bergerak
yang dijumpai tidak mempunyai nilai atau harganya tidak memadai jika dibandingkan dengan
utang pajaknya.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Kehadiran para saksi dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa pelaksanaan penyitaan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ayat (2)
Ketentuan ini mengatur keharusan bagi Jurusita Pajak dalam melaksanakan kewajibannya
dilengkapi dengan kartu tanda pengenal yang diterbitkan oleh pejabat. Hal ini dimaksudkan
sebagai bukti diri bagi Jurusita Pajak bahwa yang bersangkutan adalah Jurusita Pajak yang
sah dan betul-betul bertugas untuk melaksanakan tindakan penagihan pajak.
Ayat (3)
Berita Acara Pelaksanaan Sita merupakan pemberitahuan kepada Penanggung Pajak dan
masyarakat bahwa penguasaan barang Penanggung Pajak telah berpindah dari Penanggung
Pajak kepada Pejabat. Oleh karena itu, dalam setiap penyitaan Jurusita Pajak harus membuat
Berita Acara Pelaksanaan Sita secara jelas dan lengkap yang sekurang-kurangnya memuat
hari dan tanggal, nomor, nama Jurusita Pajak, nama Penanggung Pajak, nama saksi, nama
dan jenis barang yang disita dan tempat penyitaan.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan seorang saksi dari Pemerintah Daerah setempat setingkat Kepala
Kelurahan atau Kepala Desa adalah pegawai Pemerintah Daerah setempat sekurang-
kurangnya golongan II/a.
Ayat (6)
Dalam Pelaksanaan sita yang tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, Berita Acara Pelaksanaan
Sita harus membuat alasan ketidakhadiran Penanggung Pajak. Saksi dari Pemerintah Daerah
diperlukan sebagai saksi legalisator.
Ayat (7)
Pada dasarnya terhadap barang yang disita harus ditempeli salinan Berita Acara Pelaksanaan
Sita kecuali jika sesuai dengan sifatnya barang yang disita tidak dapat ditempeli salinan Berita
Acara Pelaksanaan Sita, misalnya uang tunai atau sebidang tanah.
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Untuk mengetahui nilai perhiasan yang disita Jurusita Pajak dapat meminta bantuan jasa
melalui penilai untuk mendapatkan taksiran harga perhiasan yang tidak diketahui harganya.
Ayat (2) s/d Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 6
Dalam memperkirakan nilai barang yang disita, harus memperhatikan jumlah dan jenis barang
berdasarkan harga wajar sehingga Jurusita Pajak tidak dapat melakukan penyitaan secara berlebihan.
Dalam hal tertentu Jurusita pajak di mungkinkan untuk meminta bantuan jasa penilai.
Pasal 7
Ayat (1)
Meskipun barang yang telah di sita penguasaannya beralih dari Penanggung Pajak kepada
Pejabat, penyimpanannya dititipkan kepada Penanggung Pajak, misalnya tanah dan bangunan.
Namun ada barang karena sifatnya atau karena pertimbangan tertentu dari Jurusita Pajak
penyimpanannya dapat dititipkan kepada bank atau kantor pegadaian atau disimpan di kantor
Pejabat seperti perhiasan atau peralatan elektronik.
Dasar pertimbangan Jurusita Pajak untuk menentukan apakah barang Penanggung Pajak yang
telah disita perlu dititipkan di kantor Pejabat atau tempat lain antara lain :
a. resiko kehilangan, kecurian, atau kerusakan;
b. jenis, sifat, ukuran, atau jumlah barang yang disita.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Apabila hasil lelang barang yang tidak disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan
utang pajak, Jurusita Pajak dapat melaksanakan penyitaan tambahan terhadap barang milik
Penanggung Pajak yang belum disita. Dengan demikian penyitaan dapat dilaksanakan lebih dari satu
kali sampai dengan jumlah yang cukup untuk melunasi utang pajak.
Pasal 9
Ayat (1)
Penempelan atau pemberian segel sita pada barang yang disita dimaksudkan sebagai
pengumuman bahwa penyitaan telah dilaksanakan, baik dihadiri ataupun tidak dihadiri oleh
Penanggung Pajak.
Ayat (2) dan Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan putusan pengadilan adalah putusan hakim dari peradilan umum
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Terhadap barang sitaan yang tidak dititipkan kepada Penanggung Pajak dikembalikan oleh
Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak pada saat pencabutan sita dilakukan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Barang yang disita yang penjualannya dilakukan tidak secara lelang adalah tunai, kekayaan
Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank seperti deposito berjangka, tabungan, saldo
rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; obligasi, saham,
atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lainnya.
Ayat (2) dan Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Termasuk sebagai biaya penagihan pajak adalah biaya lelang.
Pasal 13 s/d Pasal 17
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3725
peraturan/0tkbpera/47d1e990583c9c67424d369f3414728e.txt · Last modified: (external edit)