peraturan:0tkbpera:460b491b917d4185ed1f5be97229721a
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 20 Mei 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 279/PJ.42/2003 TENTANG PENGHITUNGAN LABA KOTOR PENGUSAHA KENA PAJAK PEDAGANG ECERAN YANG MEMILIH MENGGUNAKAN NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 09 Januari 2002 perihal tersebut di atas dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat Saudara mengemukakan permasalahan berkaitan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, bahwa: a. Wajib Pajak yang diperiksa adalah Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran (PKP-PE) yang memilih menggunakan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak; b. Pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dilakukan sebagai berikut: 1) Memungut PPN yang terutang sebesar 10% dari harga jual BKP; 2) Menyetor PPN yang harus dibayar sebesar 10% x 20% x seluruh penyerahan; c. dalam SPT Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak melaporkan peredaran usahanya secara neto yaitu dengan cara mengurangi Nilai Penjualan dengan unsur PPN sebesar 10% yang melekat pada harga jual, karena mekanisme PKP-PE tidak menggunakan Faktur Pajak Standar; d. Mengacu pada surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-273/PJ.311/1998 tanggal 11 Desember 1998, Tim Inspektorat Jenderal berpendapat seharusnya PPN sebesar 10% yang dipungut dari pembeli diakui sebagai peredaran usaha; e. Saudara mohon penegasan mengenai masalah tersebut. 2. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, diatur bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kecuali: a. Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f dan huruf g Undang- undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa Pajak Masukan tersebut benar-benar telah dibayar; b. Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan. 3. Berdasarkan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, antara lain diatur bahwa: a. Ayat (1), dalam menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran dapat menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan cara sebagai berikut: 1) Huruf a, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah sebesar 10% x Harga Jual Barang Kena Pajak. 2) Huruf b, Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah sebesar 10% x 20% x jumlah seluruh penyerahan barang dagangan. b. Ayat (2), Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dikreditkan lagi karena dalam perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b telah diperhitungkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dalam rangka kegiatan usaha tersebut. 4. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat kami tegaskan bahwa: a. Dalam keterkaitan antara PPh dan PPN, Pajak Keluaran yang dipungut bersama harga jual oleh PKP Penjual dari pembeli bukan merupakan bagian dari omset penjualan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak; b. Berbeda dengan perlakuan terhadap Pajak Keluaran, Pajak Masukan yang dibayar oleh PKP pembeli yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut olehnya tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau menambah harga beli dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Namun apabila Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan atau dibayar oleh konsumen akhir (PKP atau bukan PKP), maka Pajak Masukan tersebut (kecuali dalam hal tertentu) dapat dibebankan sebagai biaya atau menambah harga beli; c. Perlakuan PPh terhadap PKP-PE pada dasarnya sama saja dengan PKP Biasa, karena perbedaannya hanya terletak pada mekanisme pengkreditan PK-PM pada umumnya tidak wajib menyelenggarakan pembukuan melainkan hanya pencatatan peredaran/omset. Demikian harap maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL, DIREKTUR, ttd SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
peraturan/0tkbpera/460b491b917d4185ed1f5be97229721a.txt · Last modified: (external edit)