User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:4491777b1aa8b5b32c2e8666dbe1a495
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               14 Februari 1996

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 02/PJ.7/1996

                        TENTANG

          PENEGASAN DAN PENYEMPURNAAN KETENTUAN PEMERIKSAAN RUTIN (SERI PEMERIKSAAN 01-96)

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Dari hasil pemantauan pemeriksaan rutin selama ini, khususnya SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi
Tidak Lebih Bayar sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ.71/1990
tanggal 14 April 1990 perihal Pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh 1989 (Seri Pemeriksaan - 68) dan Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ.71/1991 tanggal 28 Agustus 1991 perihal Pemeriksaan
terhadap SPT PPh 1990 dan Tahun-tahun selanjutnya (Seri Pemeriksaan - 73), diperoleh data/informasi bahwa
pelaksanaan-nya tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Mengingat hal tersebut di atas, maka
dipandang perlu untuk memberikan penegasan dan penyempurnaan atas ketentuan yang diatur dalam Seri
Pemeriksaan - 68 dan Seri Pemeriksaan -73 sebagai berikut :

1.  Cakupan Pemeriksaan Rutin (SPT Lebih Bayar, SPT Rugi Tidak Lebih Bayar, dan SPT yang menyalahi 
    ketentuan penggunaan Norma Penghitungan) diperluas dengan pemeriksaan Data Prioritas.

2.  Wewenang pengelompokan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang 
    menyatakan Lebih Bayar, yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar dan yang menyalahi ketentuan 
    penggunaan Norma Penghitungan, yang akan diperiksa sederhana oleh KPP (kelompok A) atau yang 
    akan diperiksa lengkap oleh Karikpa atau unit pemeriksa lainnya (kelompok B) didelegasikan kepada 
    Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak.

3.  Kriteria yang harus digunakan untuk pengelompokan SPT Tahunan PPh tersebut adalah :
    3.1.    Untuk SPT Tahunan PPh yang menyatakan Lebih Bayar adalah besarnya jumlah lebih bayar 
        dan besarnya peredaran.
    3.2.    Untuk SPT PPh Tahunan yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar adalah besarnya jumlah
        kerugian dan besarnya peredaran.
    3.3.    Untuk SPT Tahunan yang menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan, adalah
        besarnya jumlah peredaran.

4.  Keputusan Kepala Kanwil DJP tentang kriteria sebagaimana tersebut pada butir 2 di atas:
    4.1.    Diterbitkan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun pajak yang bersangkutan,
        kecuali untuk SPT tahun pajak 1995.
    4.2.    Untuk tahun pajak 1995 agar diterbitkan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 1996.
    4.3.    Dikirimkan kepada seluruh KPP dan Karikpa yang ada dibawahnya dengan tembusan kepada 
        Direktur Pemeriksaan Pajak. Bentuk keputusan kriteria pengelompokan SPT Tahunan PPh 
        dapat dilihat lampiran 1.

5.  Untuk menghindarkan pemeriksaan lengkap yang berturut-turut terhadap Wajib Pajak yang SPT
    Tahunannya termasuk kelompok B, dan apabila SPT Tahunan tersebut dua tahun berturut-turut
    sebelumnya telah selesai diperiksa lengkap, maka selanjutnya untuk tahun ketiga pemeriksaannya
    dilakukan melalui pemeriksaan sederhana oleh KPP. Untuk selanjutnya kelompok WP tersebut
    disebut kelompok BA. Bentuk formulir pengalihan dari kelompok B ke kelompok BA dapat dilihat
    pada lampiran 2.

    Contoh :
    PT. ABC terdaftar (berdomisili) di KPP PMA. Pada tahun pajak 1993 dan 1994 Karikpa Jakarta Khusus 
    Satu atau unit pemeriksa lengkap lainnya telah memeriksa PT. ABC karena SPT Tahunan PPh 
    termasuk SPT Lebih Bayar atau SPT Rugi Tidak Lebih Bayar atau SPT yang menyalahi ketentuan 
    penggunaan Norma Penghitungan dan termasuk dalam kelompok B. Oleh karena itu,apabila SPT PPh 
    Tahun Pajak 1995 dari Wajib Pajak tersebut juga termasuk dalam kelompok B,maka pemeriksaannya 
    diselesaikan oleh KPP PMA.

6.  Apabila dalam melaksanakan pemeriksaan SPT Lebih Bayar tahun pajak 1995 ternyata Wajib Pajak
    telah melakukan kompensasi kerugian yang berasal dari tahun-tahun pajak sebelumnya yang belum
    diperiksa, maka KPP, Karikpa atau unit pemeriksa lainnya harus sekaligus memeriksa SPT Rugi Tidak 
    Lebih Bayar yang digunakan untuk kompensasi kerugian tersebut dan SPT Rugi Tidak Lebih Bayar 
    lainnya yang belum diperiksa.

    Contoh :
    Pada tahun 1996 KPP Bandung Karees melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak PT. DEF yang 
    SPT-nya menyatakan Lebih Bayar kelompok A tahun pajak 1995, yang menggunakan kompensasi 
    kerugian tahun pajak 1991. Setelah diteliti ternyata SPT Rugi Tidak Lebih Bayar tahun pajak 1991 
    tersebut ternyata belum diperiksa. Dengan demikian KPP tersebut harus sekaligus melakukan 
    pemeriksaan terhadap SPT Rugi Tidak Lebih Bayar Wajib Pajak tahun 1991 tersebut. Apabila dari 
    penelitian ditemukan SPT Rugi Tidak Lebih Bayar lainnya yang belum diperiksa, maka SPT tersebut 
    juga sekaligus harus diperiksa.

7.  Untuk mempercepat penyelesaian pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi
    Tidak Lebih Bayar untuk tahun pajak 1995 dan tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih belum
    diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP), maka perlu dilakukan pengaturan tambahan
    sebagai berikut :
    7.1.    Untuk SPT Rugi Tidak Lebih Bayar kelompok A, BA, atau B tahun pajak 1995 yang
        pengelompokannya berdasarkan kriteria sebagaimana tersebut pada butir 4 dan untuk
        menghindarkan pemeriksaan berturut-turut sebagaimana tersebut pada butir 5, maka KPP,
        Karikpa maupun unit pemeriksa lainnya, di samping menyelesaikan pemeriksaan SPT Rugi
        Tidak Lebih Bayar tahun pajak 1995, juga harus menyelesaikan sekaligus SPT Rugi Tidak
        Lebih Bayar tahun-tahun pajak sebelumnya.

        Contoh :
        Pada tahun 1996 Karikpa Bandung Dua melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak
        PT. GHI yang SPT-nya menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar kelompok B tahun pajak 1995.
        Setelah diteliti ternyata SPT Rugi Tidak Lebih Bayar tahun pajak 1994 dan tahun-tahun
        sebelumnya ternyata belum diperiksa. Dengan demikian Karikpa Bandung Dua tersebut
        harus sekaligus melakukan pemeriksaan terhadap SPT Rugi Tidak Lebih Bayar tahun-tahun
        pajak sebelumnya tanpa memandang Wajib Pajak tersebut termasuk pada kelompok A,
        BA ataupun B.

    7.2.    Untuk SPT Rugi Tidak Lebih Bayar lainnya yang belum tercakup pada butir 7.1, maka untuk
        tahun pajak 1994 dan tahun-tahun sebelumnya agar dilakukan pengelompokan baru
        berdasarkan kriteria sebagaimana tersebut pada butir 4. Kemudian KPP, Karikpa, maupun
        unit pemeriksa lainnya diminta untuk menyelesaikan pemeriksaan SPT Rugi Tidak Lebih
        Bayar tahun pajak 1994 dan sekaligus dengan tahun-tahun pajak sebelumnya.

        Contoh :
        Pada tahun 1996 Karikpa Surabaya Dua melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak
        PT. JKL yang SPT-nya menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar tahun pajak 1994 kelompok B
        (pengelompokan baru berdasarkan kriteria tahun pajak 1995). Setelah diteliti ternyata
        SPT Rugi Tidak Lebih Bayar tahun pajak 1993 dan tahun-tahun pajak sebelumnya ternyata
        belum diperiksa. Dengan demikian Karikpa tersebut harus sekaligus melakukan
        pemeriksaan terhadap SPT Rugi Tidak Lebih Bayar tahun-tahun pajak sebelumnya tersebut
        tanpa memandang Wajib Pajak tersebut termasuk pada kelompok A, BA, ataupun B.

8.  Apabila dipandang perlu, keputusan tentang kriteria Wajib Pajak SPT Lebih Bayar, SPT Rugi Tidak
    Lebih Bayar dan SPT yang menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan sebagaimana
    tersebut pada butir 4 untuk setiap tahun pajak dapat direvisi sesuai dengan kebutuhan.

9.  Berdasarkan kriteria sebagaimana tersebut pada butir 4 dan memperhatikan ketentuan tambahan
    sebagaimana diatur pada butir 5 dan butir 7, maka KPP harus menyusun Daftar Nominatif Wajib
    Pajak untuk masing-masing kelompok untuk Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi.
    Bentuk Daftar Nominatif Wajib Pajak tersebut dapat dilihat pada lampiran 3.

10. Daftar nominatif tersebut harus dikirimkan kepada Kepala Kanwil dengan tembusan kepada Direktur
    Pemeriksaan Pajak dan Kepala Karikpa terkait selambat-lambatnya tanggal 31 Mei tahun berikutnya.

11. Kelompok fungsional pemeriksa pajak di Kantor Wilayah harus diikutsertakan dalam rangka
    menyelesaikan pemeriksaan SPT Lebih Bayar atau SPT Rugi Tidak Lebih Bayar kelompok B,
    dengan ketentuan sebagai berikut :
    11.1.   Wajib Pajak yang diperiksa tersebut sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) cabang/lokasi
        yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak yang berbeda dengan domisili Wajib Pajak.
    11.2.   Jumlah Wajib Pajak yang akan diperiksa, disesuaikan dengan jumlah pemeriksa dan
        standar prestasi per pemeriksa.
    11.3.   Jumlah Wajib Pajak yang akan diperiksa tersebut harus berbanding proporsional untuk
        setiap Karikpa.

12. Unit Pelaksana Pemeriksaan.
    12.1.   Kantor Pelayanan Pajak
        12.1.1. SPT Tahunan PPh Badan atau Orang Pribadi yang menyatakan Lebih Bayar atau 
            Rugi Tidak Lebih Bayar atau menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan 
            kelompok A.
        12.1.2. SPT PPh Badan atau Orang Pribadi yang menyatakan Lebih Bayar atau Rugi Tidak 
            Lebih Bayar kelompok BA.

    12.2.   Karikpa atau Unit Pemeriksa Lengkap Lainnya
        12.2.1. Karikpa.
            SPT Tahunan PPh Badan atau Orang Pribadi yang menyatakan Lebih Bayar atau Rugi 
            Tidak Lebih Bayar atau menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan 
            kelompok B.
        12.2.2. Fungsional Pemeriksa Pajak Kantor Wilayah.
            SPT PPh Badan yang menyatakan Lebih Bayar atau Rugi Tidak Lebih Bayar kelompok 
            B, sebagaimana diatur pada butir 11.
        12.2.3. Lainnya.
            Dengan memperhatikan beban kerja dan jumlah tenaga pemeriksa yang ada pada
            Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak di Kantor Wilayah, maka Tim Gabungan 
            DJP-BPKP dapat diikutsertakan untuk menyelesaikan pemeriksaan tersebut.

13. Berdasarkan Daftar Nominatif Wajib Pajak yang akan diperiksa (SPT Lebih Bayar dan SPT Tahunan
    yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar) yang diterima dari KPP, Karikpa atau Unit Pemeriksa
    Lengkap lainnya segera meminjam berkas Wajib Pajak (untuk seluruh jenis pajak) dan berkas data
    dari KPP yang bersangkutan.

14. Pada prinsipnya baik Pemeriksaan Lengkap (PL) maupun Pemeriksaan Sederhana dilaksanakan
    apabila Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) telah diterima oleh KPP, Karikpa, atau Unit Pemeriksa 
    Lengkap lainnya. Namun demikian, demi pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak dan sambil 
    menunggu diterbitkannya LP2/DKHP oleh Pusat PDIP atas permintaan Direktorat Pemeriksaan Pajak, 
    KPP, Karikpa dan Unit Pemeriksaan lainnya dapat melakukan pemeriksaan rutin terlebih dahulu.

15. Berdasarkan Daftar Nominatif Wajib Pajak yang telah dibuat oleh KPP atau diterima dari KPP
    sebagaimana dimaksud pada butir 9 dan 10, KPP, Karikpa, atau Unit Pemeriksa Lengkap lainnya
    menyampaikan Daftar Permintaan Penerbitan LP-2 Pemeriksaan Rutin kepada Direktur Pemeriksaan
    Pajak selambat-lambatnya 2 minggu setelah dibuat atau diterimanya daftar nominatif tersebut di atas.
    Bentuk surat dan Permintaan Daftar Penerbitan LP2 dapat dilihat pada lampiran 4.

16. Jangka Waktu Penyelesaian
    16.1.   Kelompok SPT Lebih Bayar, harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    16.2.   Kelompok SPT Rugi Tidak Lebih Bayar, harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan 
        belas) bulan setelah tahun pajak yang bersangkutan, kecuali untuk tahun pajak 
        1992 s.d. 1994.
    16.3.   Kelompok SPT Rugi Tidak Lebih Bayar tahun pajak 1991, harus diselesaikan selambat-
        lambatnya tanggal 15 Oktober 1996.
    16.4.   Kelompok SPT Rugi Tidak Lebih Bayar tahun pajak 1992. s.d. 1994, harus diselesaikan
        selambat-lambatnya tanggal 30 Juni 1997.

17. Pembinaan kualitas pemeriksaan (peer review) terhadap pemeriksaan rutin ini, dilakukan secara uji
    petik oleh :
    17.1.   Kantor Pusat atau Kantor Wilayah, apabila pelaksana pemeriksaan adalah Kantor 
        Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak.
    17.2.   Kantor Pusat apabila pelaksana pemeriksaan adalah Kelompok Fungsional Kantor Wilayah.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/0tkbpera/4491777b1aa8b5b32c2e8666dbe1a495.txt · Last modified: (external edit)