peraturan:0tkbpera:435d43e52666cd74203c69c2bfe2caa7
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
1 Maret 2005
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 143/PJ.331/2005
TENTANG
PERMINTAAN PENEGASAN ATAS RESTITUSI PPh PASAL 22 IMPOR DAN PPN IMPOR
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 25 November 2005 perihal dimaksud pada pokok di
atas, dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Surat tersebut dibuat sehubungan dengan diterbitkannya surat Kepala KPP PMA Tiga Nomor:
S-166A/WPJ.07/KP.0406/2005 tanggal 19 Oktober 2005 perihal hal tersebut di atas. Dalam surat
tersebut dikemukakan beberapa hal sebagai berikut :
a. PT DA NPWP 00.000.0-000.000 mengajukan keberatan atas Surat Pemberitahuan Kekurangan
Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga dan Pajak (SPKPBM) kepada
Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Wajib Pajak telah melakukan pembayaran atas SPKPBM
tersebut dengan menggunakan Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor
(SSPCP). Selanjutnya, Dirjen Bea dan Cukai menerima keberatan Wajib Pajak dengan Surat
Keputusan Nomor 1887/BC.8/2005 tanggal 1 September 2005, dalam diktum kedua
dinyatakan bahwa Wajib Pajak tidak dikenakan tagihan kekurangan Bea Masuk, Pajak Dalam
Rangka Impor dan Denda Administrasi.
b. Berdasarkan Keputusan Keberatan tersebut, Wajib Pajak mengajukan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran PPh Pasal 22 Impor dan PPN Impor.
c. Berdasarkan hal tersebut Saudara meminta penegasan atas hal-hal sebagai berikut:
(1) Apakah dengan diterimanya keberatan Wajib Pajak oleh Ditjen Bea dan Cukai, KPP
berwenang untuk memproses permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak?
(2) Apakah penyelesaian permohonan tersebut melalui mekanisme pemeriksaan atau
penelitian?
(3) Apakah PPh Pasal 22 dapat diproses tanpa menunggu SPT Tahunan PPh Badan 2005
disampaikan?
2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun
2000, antara lain diatur :
Pasal 17
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Dalam
Penjelasan Pasal 17 tersebut antara lain disebutkan bahwa:
Menurut ketentuan Pasal ini, surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan, apabila :
untuk Pajak Penghasilan, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah
dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
"Pasal 46
Dengan berlakunya Undang-undang ini semua peraturan pelaksanaan di bidang perpajakan yang lama
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur :
a. Pasal 7 ayat (3) : Dalam hal terjadi kesalahan pemungutan yang mengakibatkan Pajak
yang dipungut lebih besar dari yang seharusnya atau tidak
seharusnya dipungut dan Pajak yang salah dipungut tersebut telah
disetorkan, maka Pengusaha Kena Pajak yang memungut pajak
tersebut tidak dapat meminta kembali Pajak salah dipungut tersebut.
b. Pasal 7 ayat (4) : Pajak yang salah dipungut sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dapat diminta kembali oleh pihak yang terpungut, sepanjang belum
dikreditkan atau belum dibebankan sebagai biaya.
c. Pasal 7 ayat (5) : Pihak terpungut sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) adalah
importir, pembeli barang, penerima jasa atau pihak yang
memanfaatkan barang tidak berwujud atau jasa dari luar Daerah
Pabean.
4. Dengan memperhatikan isi surat Saudara dan mempertimbangkan ketentuan yang ada, disampaikan
penegasan sebagai berikut :
a. Penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang antara lain menetapkan
menerima keberatan PT DAS, tidak serta merta memberikan wewenang kepada Kepala KPP
untuk memproses pengembalian kelebihan pembayaran pajak PT DAS, karena sesuai dengan
Pasal 17 UU KUP, pengembalian kelebihan pembayaran pajak karena adanya pembayaran
pajak yang seharusnya tidak terutang harus melalui proses pemeriksaan.
b. Dalam hal pembayaran pajak dalam rangka impor tersebut telah dilaporkan sebagai kredit
pajak dalam SPT Masa PPN, maka pengembalian kelebihan pembayaran Wajib Pajak
dimaksud akan tercermin dalam SPT Masa PPN dan ditindaklanjuti melalui proses pemeriksaan
yang dilaksanakan setelah SPT Masa PPN dan atau SPT Tahunan PPh yang bersangkutan
disampaikan.
c. Apabila atas pembayaran PPN dan PPnBM atas impor tersebut belum dikreditkan dalam SPT
Masa PPN dan belum dibebankan sebagai biaya maka atas pembayaran tersebut dapat
diminta kembali dan dapat diberikan setelah melalui pemeriksaan untuk meyakinkan
memang terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Demikian untuk dimaklumi.
An. Direktur Jenderal
Direktur,
ttd.
Herry Sumardjito
NIP 060061993
peraturan/0tkbpera/435d43e52666cd74203c69c2bfe2caa7.txt · Last modified: by 127.0.0.1