peraturan:0tkbpera:42a3964579017f3cb42b26605b9ae8ef
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
20 Juni 2000
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 17/PJ.43/2000
TENTANG
KEWAJIBAN MENGHITUNG, MEMOTONG, MENYETOR DAN MELAPORKAN PPh PASAL 21 DAN PASAL 26
YANG TERUTANG UNTUK SETIAP BULAN TAKWIM
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Berdasarkan pemantauan atas pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 dan Pasal 26 dibandingkan dengan SPT
Tahunannya ternyata terdapat perbedaan yang cukup signifikan, yakni jumlah pembayaran PPh Pasal 29
dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21 jauh lebih besar dari jumlah pembayaran masa dalam satu tahun. Hal ini
terutama terjadi pada Perusahaan Kontraktor Minyak Asing. Berkaitan dengan hal tersebut dan dalam rangka
peningkatan kepatuhan kewajiban perpajakan Pemotong Pajak PPh Pasal 21 dan Pasal 26, dengan ini
diberikan penegasan sebagai berikut :
1. Dalam Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 dinyatakan bahwa Surat
Pemberitahuan Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau suatu saat.
2. Pengertian pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas
adalah pajak yang harus dibayar dalam Masa Pajak yang bersangkutan atas penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan orang pribadi menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian setiap Pemotong Pajak tersebut berkewajiban
untuk menghitung, memotong dan menyetorkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap
bulan takwim sesuai dengan keadaan yang sebenarnya ke Bank Persepsi atau Bank Pos selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya serta melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar selambat-lambatnya tanggal 20 bulan
penyetoran tersebut.
3. Para Kepala KPP agar melakukan pengawasan atas kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan
Pemotong PPh Pasal 21 dan Pasal 26 terutama kewajiban menghitung, memotong, menyetor dan
melaporkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan takwimnya. Dalam kaitan
tersebut antara lain dapat dilakukan melalui penelitian pada SPT yang telah dilaporkan Wajib Pajak,
misalnya dengan membandingkan jumlah pembayaran sesuai dengan SPT masa PPh Pasal 21 selama
Tahun 1999. Apabila terdapat perbedaan yang cukup signifikan, kepada Pemotong Pajak tersebut
selanjutnya diberikan pembinaan dan pengarahan melalui surat himbauan agar melaksanakan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku tanpa ada
maksud untuk menundanya.
4. Para Kepala Kantor Wilayah agar mengawasi pelaksanaan hal-hal tersebut di atas di lingkungan
wilayah masing-masing.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
MACHFUD SIDIK
peraturan/0tkbpera/42a3964579017f3cb42b26605b9ae8ef.txt · Last modified: by 127.0.0.1