User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:3f8dcd6ba8c3eafe3d3d0dce39c0460b

tkb_admin_user_images_images_logo_20djp.jpg

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO 40-42 JAKARTA 12190, KOTAK POS 124

TELEPON (021) 525-0208; 525-1609; FAKSIMILE (021) 573-2062; SITUS: http://www.pajak.go.id

LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN KRING PAJAK (021) 1500200;

EMAIL [email protected]; [email protected]


Nomor
Sifat
Hal :
:
: S-193/PJ/2018
Sangat Segera

Penegasan mengenai Permintaan lnformasi dan/atau Bukti
atau Keterangan terkait Akses lnformasi Keuangan untuk

Kepentingan Perpajakan dalam Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

26 Juli 2018               Yth.   1. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan 2. Para Kepala Kantor Wilayah DJP 3. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak selaku Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2)               Sehubungan dengan telah diterbitkannya ketentuan mengenai Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor **9 TAHUN 2017** (selanjutnya disebut Perppu Nomor 1 Tahun 2017) serta dalam rangka optimalisasi kegiatan pemeriksaan dengan memanfaatkan Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

A. Permasalahan   1. Sebelum berlakunya Perppu Nomor 1 Tahun 2017, permintaan keterangan atau bukti dari pihak-pihak yang terikat oleh kewajiban merahasiakan dilakukan sesuai dengan Pasal 35 dan Pasal 35A Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **16 TAHUN 2009** (Undang-Undang KUP) serta aturan pelaksanaannya. Dalam hal permintaan keterangan atau bukti ditujukan kepada bank, permintaan tersebut disampaikan melalui Menteri Keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

  2. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, selain melakukan permintaan buka rekening sesuai ketentuan tersebut di atas, Pemeriksa Pajak juga dapat melakukan permintaan informasi berupa transaksi keuangan atas Wajib Pajak yang diperiksa kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

  3. Permintaan informasi kepada PPATK merupakan langkah alternatif untuk mempercepat perolehan informasi keuangan dari Wajib Pajak yang diperiksa yang dilaksanakan berdasarkan kerjasama antara Direktur Jenderal Pajak (DJP) dan PPATK Nomor KEP-268/PJ/2011 dan ND-51/1.02/PPATK/10/11 .

  4. Dengan berlakunya Perppu Nomor 1 Tahun 2017 beserta peraturan pelaksanaannya maka pada saat melakukan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak melalui Kepala Kantor dapat secara langsung melakukan permintaan informasi keuangan kepada Lembaga Jasa Keuangan (LJK), LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sehingga untuk mencegah duplikasi pekerjaan perlu dibuat penegasan mengenai permintaan informasi keuangan melalui PPATK.

B. Dasar Hukum   Ketentuan yang mengatur mengenai permasalahan sebagaimana dimaksud pada huruf A adalah sebagai berikut:

  1. Pasal 35 dan Pasal 35A Undang-Undang KUP, antara lain:     a. Pasal 35 ayat (1), bahwa apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta.

    b. Pasal 35 ayat (2), bahwa dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.

    c. Pasal 35A ayat (1 ), bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

    d. Pasal 35A ayat (2), bahwa dalam hal data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, Direktur Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

  2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor **9 TAHUN 2017**, antara lain:

    a. Pasal 2 ayat (1), bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dari lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.

    b. Pasal 2 ayat (2), bahwa lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak:

      a. laporan yang berisi informasi keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan untuk setiap rekening keuangan yang diidentifikasikan sebagai rekening keuangan yang wajib dilaporkan; dan

      b. laporan yang berisi informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan,       yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain dimaksud selama satu tahun kalender.

      c. Pasal 2 ayat (8), bahwa dalam hal lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, kewajiban merahasiakan tersebut tidak berlaku dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.

  3. Peraturan Pemerintah Nomor **74 TAHUN 2011** tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban, antara lain:

    a. Pasal 54 ayat (1), bahwa dalam pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, penagihan pajak, atau proses keberatan, Direktur Jenderal Pajak dapat meminta keterangan atau bukti kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang.

    b. Pasal 54 ayat (2), bahwa dalam hal pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, penagihan pajak, dan proses keberatan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan berdasarkan permintaan secara tertulis dari:

      a) Direktur Jenderal Pajak; atau       b) Menteri Keuangan kepada Gubernur Bank Indonesia dalam hal keterangan atau bukti yang diminta terikat kerahasiaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang perbankan.

  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor **70/PMK.03/2017** tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **19/PMK.03/2018** (selanjutnya disebut PMK Nomor **70/PMK.03/2017** stdtd PMK Nomor **19/PMK.03/2018**), antara lain:

    a. Pasal 25 ayat (1), bahwa selain menerima laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan berwenang untuk meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan dari LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, baik kantor pusat, kantor cabang, maupun unit yang mengelola informasi dan/atau bukti atau keterangan dimaksud, melalui surat permintaan.

    b. Pasal 25 ayat (2), bahwa LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain wajib memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak.

    c. Pasal 25 ayat (3), bahwa pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), antara lain untuk pelaksanaan kegiatan:

      a) pengawasan terhadap Wajib Pajak, termasuk untuk kegiatan ekstensifikasi, intelijen, atau penilaian;

      b) pemeriksaan;       c) penagihan pajak;       d) pemeriksaan bukti permulaan;       e) penyidikan pajak; atau       f) penyelesaian upaya hukum perpajakan, misalnya keberatan, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.

    d. Pasal 31 ayat (1 ), bahwa Direktur Jenderal Pajak meminta klarifikasi kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dalam hal terdapat indikasi pelanggaran atas pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan/atau Pasal 10.

    e. Pasal 31 ayat (1a), bahwa Direktur Jenderal Pajak meminta klarifikasi kepada setiap orang, termasuk LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, dalam hal terdapat indikasi pelanggaran atas larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat ( 1) huruf b dan Pasal 24A ayat (1) huruf b.

    f. Pasal 31 ayat (2), bahwa permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran I huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-10/PJ/2017** tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (selanjutnya disebut **SE-10/PJ/2017**), mengatur bahwa permintaan tertulis kepada pihak ketiga sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

    a. Pada prinsipnya terkait dengan permasalahan kerahasiaan terdapat dua kelompok pihak ketiga yaitu:

      1) Bank yang kerahasiaannya ditiadakan dalam hal terdapat ijin dari Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan permintaan tertulis dari Menteri Keuangan; dan

      2) Pihak ketiga lainnya seperti pemasok (supplier), pelanggan, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, yang kerahasiaannya ditiadakan berdasarkan permintaan Direktur Jenderal Pajak yang telah dilimpahkan kepada Kepala UP2.

    b. Dalam hal persyaratan untuk melakukan permintaan keterangan secara tertulis telah berhasil dikumpulkan dan diperoleh, maka Pemeriksa Pajak harus segera melakukan prosedur permintaan keterangan secara tertulis kepada pihak ketiga yang terkait dengan Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan.

    c. Termasuk ke dalam permintaan keterangan secara tertulis adalah pembukaan rahasia nasabah penyimpan yang dilakukan secara elektronik melalui Aplikasi Buka Rahasia (AKASIA) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **235/PMK.03/2016** tentang Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak Terkait oleh Kewajiban Merahasiakan.

    d. Permintaan keterangan secara tertulis kepada Bank melalui pembukaan rahasia nasabah penyimpan pada saat pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam hal Wajib Pajak tidak memberikan surat kuasa dari Wajib Pajak kepada Pemeriksa Pajak untuk meminta keterangan atau bukti dari bank tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan atau berdasarkan pertimbangan Pemeriksa Pajak diperlukan permintaan pembukaan rahasia nasabah penyimpan.

  6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-16/PJ/2017** tentang Permintaan lnformasi dan/atau Bukti atau Keterangan (IBK) Terkait Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (selanjutnya disebut **SE-16/PJ/2017**), pada huruf E Ketentuan Umum mengatur bahwa permintaan IBK untuk pemeriksaan yang dilakukan di KPP dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 

    a. Kewenangan permintaan IBK diatur sebagai berikut:       1) Angka 4 butir d, Kepala Kanwil DJP berwenang melakukan permintaan IBK dalam rangka pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan pajak yang dilakukan di Kanwil DJP.

      2) Angka 4 butir e, Kepala KPP yang dilakukan melalui Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP tersebut, berwenang melakukan permintaan IBK dalam rangka pemeriksaan yang dilakukan di KPP.

    b. Permintaan IBK untuk pemeriksaan yang dilakukan di KPP dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

      1) Angka 7 butir a, permintaan disampaikan Kepala KPP kepada LJK, LJK Lainnya, atau Entitas Lain melalui Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP tersebut.

      2) Angka 7 butir b, Kepala Kanwil DJP menindaklanjuti permintaan Kepala KPP dengan menyampaikan permintaan IBK tersebut menggunakan surat pengantar permintaan IBK secara periodik paling lama setiap dua minggu kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain.

  7. Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan nomor S-908/PJ.04/2017 tanggal 19 September 2017 hal Penegasan atas Kewajiban Melakukan Permintaan lnformasi, Bukti, dan Keterangan pada Saat Melakukan Pemeriksaan Pajak Bagi Seluruh Pemeriksa Pajak, menegaskan kewajiban bagi Pemeriksa Pajak untuk melakukan permintaan IBK sebelum Pemeriksa Pajak turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Surat Tugas Pemeriksaan Lapangan tidak dapat disetujui apabila belum ada bukti permintaan IBK kepada LJK, LJK Lainnya dan Entitas Lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan.

  8. Surat Direktur Peraturan Perpajakan I atas nama Direktur Jenderal Pajak nomor S-633/PJ.02/2017 tanggal 29 Desember 2017 hal Penegasan tentang Permintaan lnformasi dan/atau Bukti atau Keterangan terkait Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan dengan Menggunakan Aplikasi Akses lnformasi Keuangan, menegaskan agar seluruh permintaan IBK untuk kepentingan perpajakan dilakukan melalui Aplikasi Akses lnformasi Keuangan.

        C. Penegasan   Sesuai dengan permasalahan sebagaimana dimaksud pada huruf A dan memperhatikan dasar hukum sebagaimana dimaksud pada huruf B, bersama ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut:

  1. Sejak berlakunya Perppu Nomor 1 Tahun 2017, ketentuan mengenai permintaan IBK kepada Bank yang semula disampaikan melalui Menteri Keuangan kepada OJK sebagaimana mengacu pada Pasal 35 dan Pasal 35A Undang-Undang KUP menjadi tidak berlaku, sehingga permintaan IBK untuk pemeriksaan dilakukan secara langsung oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Kepala Kanwil DJP atau Kepala KPP kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam **SE-16/PJ/2017**.

    2. Permintaan IBK terkait Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2017 dan aturan pelaksanaannya merupakan prosedur wajib yang harus dilakukan dalam setiap pemeriksaan dengan ketentuan sebagai berikut:

    a. Permintaan IBK dilaksanakan dalam rangka menguji kebenaran data yang diberikan atau tidak diberikan oleh Wajib Pajak dan/atau menguji adanya rekening/simpanan/investasi yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.

    b. Permintaan IBK dilakukan dengan menggunakan contoh format sebagaimana terdapat dalam Lampiran I huruf E PMK Nomor PMK Nomor **70/PMK.03/2017** stdtd PMK Nomor **19/PMK.03/2018**.

    c. Untuk pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan, permintaan IBK sebagaimana dimaksud pada huruf a harus dilakukan sebelum Pemeriksa Pajak turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Surat Tugas untuk melakukan pemeriksaan lapangan tidak dapat diterbitkan apabila belum dilakukan permintaan IBK.

    d. Kepala UP2 melalui Kepala Seksi yang mengadministrasikan pemeriksaan dan berkoordinasi dengan Kepala Seksi yang bertanggung jawab atas kepatuhan internal melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa setiap penerbitan Surat Tugas untuk melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada huruf c telah didahului dengan permintaan IBK.

    e. Dalam melaksanakan **SE-10/PJ/2017** khususnya yang terkait dengan permintaan IBK agar mengacu kepada penegasan ini.

  3. Dalam hal LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain memberikan jawaban atas permintaan IBK, dan jawaban tersebut menyatakan terdapat maupun tidak terdapat data dan/atau informasi terkait rekening Wajib Pajak, sepanjang Pemeriksa Pajak memiliki data dan/atau informasi lainnya terkait Wajib Pajak tersebut, maka:

    a. Apabila Pemeriksa Pajak dapat meyakini bahwa data dan/atau informasi yang diberikan oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain tersebut benar dan sesuai dengan data dan/atau informasi yang dimiliki oleh Pemeriksa Pajak, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan memanfaatkan hasil permintaan IBK.

    b. Apabila Pemeriksa Pajak tidak dapat meyakini bahwa data dan/atau informasi yang diberikan oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain tersebut benar dan sesuai dengan data dan/atau informasi yang dimiliki oleh Pemeriksa Pajak, maka Pemeriksa Pajak menyampaikan laporan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan format sebagaimana terlampir dan softcopy laporan tersebut agar dikirimkan melalui surat elektronik ke alamat [email protected]. Laporan tersebut akan ditindaklanjuti oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan melakukan permintaan klarifikasi kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagaimana diatur dalam Pasal 31 PMK Nomor **70/PMK.03/2017** stdd PMK Nomor **19/PMK.03/2018**.

  4. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pemanfaatan permintaan IBK dari LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud pada angka 3, Pemeriksa Pajak melalui Kepala Kantor membuat dan menyampaikan Laporan Pengawasan atas Permintaan IBK kepada Direktur Jenderal Pajak dengan tembusan kepada Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur dan Direktur Teknologi lnformasi Perpajakan sebagaimana diatur dalam huruf M **SE-16/PJ/2017** dengan menggunakan format sebagaimana diatur dalam Lampiran IX **SE-16/PJ/2017**. Laporan Pengawasan tersebut agar ditembuskan pula kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan sebagai mekanisme pengawasan terhadap pemanfaatan permintaan IBK dalam rangka pemeriksaan. Adapun softcopy tembusan laporan pengawasan tersebut agar dikirimkan melalui surat elektronik ke alamat [email protected].

  5. Permintaan IBK dilakukan menggunakan aplikasi Akses lnformasi Keuangan sesuai dengan surat Direktur Peraturan Perpajakan I atas nama Direktur Jenderal Pajak nomor S-633/PJ.02/2017 tanggal 29 Desember 2017 hal Penegasan tentang Permintaan lnformasi dan/atau Bukti atau Keterangan terkait Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan dengan Menggunakan Aplikasi Akses lnformasi Keuangan.

  6. Mengingat ketentuan mengenai permintaan IBK dalam rangka pemeriksaan telah diatur sesuai dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 beserta peraturan pelaksanaannya, maka untuk mencegah adanya duplikasi pekerjaan perlu ditegaskan bahwa permintaan informasi keuangan oleh Kepala KPP kepada PPATK tidak perlu dilakukan lagi. Dalam hal diperlukan, permintaan informasi keuangan kepada PPATK dilakukan melalui Kepala Kanwil DJP atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.

   
Demikian disampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.

             
  Direktur Jenderal,


ttd.


Robert Pakpahan
NIP 19591020 198012 1 001                             Tembusan:   1. Para Staf Ahli Bidang Perpajakan, Kementerian Keuangan   2. Direktur Peraturan Perpajakan I 3. Direktur lntelijen Perpajakan 4. Direktur Penegakan Hukum 5. Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur             KP.: PJ.041/0413/2018     in~in/tim.tkb2018

peraturan/0tkbpera/3f8dcd6ba8c3eafe3d3d0dce39c0460b.txt · Last modified: (external edit)