peraturan:0tkbpera:3f5ee243547dee91fbd053c1c4a845aa
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
28 Desember 1998
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 41/PJ.43/1998
TENTANG
BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN DARI PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA
PEGAWAI TIDAK TETAP LAINNYA YANG TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan telah diterbitkannya keputusan Menteri Keuangan Nomor 361/KMK.04/1998 tanggal 27
Juli 1998 tentang "Faktor Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak" dan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 520/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 tentang "Bagian Penghasilan" Sehubungan
dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan
Pemotongan Pajak Penghasilan", dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 361/KMK.04/1998, faktor penyesuaian untuk
menyesuaikan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 10 TAHUN 1994 ditetapkan sebesar 1 2/3 (satu dua pertiga) kali.
2. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan faktor penyesuaian sebagaimana dimaksud
dalam butir 1 di atas adalah :
a. Rp. 2.880.000,00 (dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak;
b. Rp. 1.440.000,00 (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib
Pajak yang kawin;
c. Rp. 2.880.000,00 (dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang
istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan yang tidak ada hubungannya
dengan usaha suami atau anggota keluarga lain;
d. Rp. 1.440.000,00 (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap
orang keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang setiap keluarga.
3. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/1998, batas penghasilan bruto yang
diterima atau diperoleh pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang besarnya tidak lebih
dari Rp. 24.000,00 (dua puluh empat ribu rupiah) sehari tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 21.
4. Atas penghasilan bruto berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang
saku harian yang jumlahnya melebihi Rp. 24.000,00 (dua puluh empat ribu rupiah) sehari, tetapi tidak
melebihi Rp. 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) dalam satu bulan takwim dan atau tidak
dibayarkan secara bulanan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan menerapkan tarif sebesar
10% .
Contoh :
Amat pegawai harian menerima upah harian yang dibayarkan secara harian sebesar Rp. 25.000,00
sehari, dalam satu bulan takwim penghasilan Amat tersebut tidak melebihi Rp. 240.000,00, maka atas
penghasilan Amat tersebut dipotong PPH Pasal 21 sebesar 10% X (Rp.25.000,00 - Rp. 24.000,00) =
Rp. 100,00 (harian).
5. Apabila jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada butir 4 di atas dalam satu bulan takwim
melebihi Rp. 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah), maka besarnya Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya
dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.
6. Dalam hal penghasilan tersebut dibayarkan secara bulanan, maka PTKP yang dapat dikurangkan
adalah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dan tidak diterapkan
ketentuan butir 5 di atas, tetapi dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan menerapkan tarif pasal 17
Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 10 TAHUN 1994 atas Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi PTKP.
7. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas tidak berlaku untuk penghasilan berupa honorarium atau komisi
yang dibayarkan kepada penjaja barang atau petugas dinas luar asuransi.
8. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-18/PJ.43/1995 tanggal 20 April 1995 dan ketentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan surat
Edaran ini dinyatakan tidak berlaku.
9. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1999.
Demikianlah untuk disebarluaskan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
A. ANSHARI RITONGA
peraturan/0tkbpera/3f5ee243547dee91fbd053c1c4a845aa.txt · Last modified: by 127.0.0.1