peraturan:0tkbpera:39f741b5c68796daab4fea3ee7122a81
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
15 Januari 2001
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 49/PJ.532/2001
TENTANG
PENJELASAN PENGENAAN TARIF PPN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara nomor xxxxxxxx tanggal 4 Desember 2000 hal sebagaimana tersebut di
atas, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :
a. PT. BGR adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang Jasa Pergudangan, Jasa
Pengurusan Transportasi (SPT) dan jasa lainnya, dan berkantor pusat di Jakarta serta
memiliki beberapa kantor cabang di daerah.
b. Sehubungan dengan kegiatan Jasa Eskpedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) yang juga dijalankan
oleh PT. BGR, Saudara menguraikan :
b.1. Jasa EMKL terdiri dari clearance dokumen, OPT/PBM (Ongkos Pelabuhan Tujuan/
Perusahaan Bongkar Muat), dermaga, retribusi, angkutan, handling in, dan sewa
gudang transit;
b.2. Untuk beberapa kontrak, jasa-jasa tersebut tidak dapat dipisahkan/dirinci satu
persatu, sehingga tagihannya menjadi satu invoice. Sedangkan untuk beberapa
kontrak yang lain, Jasa EMKL tersebut dapat dipisahkan dan dirinci unsur-unsur
tagihannya (Jasa Sewa, Jasa Angkutan, Jasa Handling In, dan sebagainya);
b.3. Khusus untuk Jasa Angkutan, PT. BGR menggunakan angkutan umum berupa truk
yang menggunakan plat nomor polisi warna kuning;
c. PT. BGR pernah memperoleh penegasan dari Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Negara
dan Daerah (KPP PND) nomor S-112/WPJ.06/KP.0106/1999 tanggal 9 Juni 1999 dengan pokok
penegasan :
c.1. Atas Jasa EMKL yang menjadi satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan masing-
masing unsurnya, maka Dasar Pengenaan Pajak (DPP)-nya adalah sebesar nilai
keseluruhan tagihan;
c.2. Atas jasa Angkutan yang dapat dipisahkan unsur-unsurnya, maka Jasa Angkutan yang
menggunakan truk angkutan umum (plat kuning) dikecualikan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana penjelasan Pasal 4A Undang-undang PPN.
Penegasan ini dijadikan dasar oleh PT. BGR dalam pemungutan, penyetoran dan
pelaporan PPN atas jasa EMKL tersebut.
d. Di samping penegasan pada butir b.4. di atas, PT. BGR cabang Medan juga memperoleh
penegasan dari KPP Medan Utara bahwa atas penyerahan Jasa EMKL, baik yang dapat
diuraikan/dirinci unsur tagihan atas angkutan umum dan unsur-unsur lainnya maupun yang
tidak dapat diuraikan/dirinci unsur-unsur tagihannya, DPP-nya adalah sebesar nilai seluruh
tagihan, termasuk juga unsur tagihan atas jasa angkutan umum.
e. Berkenaan dengan adanya perbedaan penegasan dari kedua KPP tersebut, Saudara mohon
penegasan dari kami tentang perlakuan PPN atas jasa angkutan umum dalam rangkaian
kegiatan usaha EMKL.
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1994, antara lain mengatur :
a. Pasal 1 huruf n menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah Harga Jual
atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
b. Pasal 1 huruf p menyatakan bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena
Pajak (JKP), tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
c. Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan JKP yang dilakukan di
dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha.
d. Pasal 4A menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan jenis barang dan jenis
jasa yang tidak dikenakan PPN.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 59 TAHUN 1999, antara lain mengatur :
a. Pasal 9 butir 9 menyatakan bahwa jasa di bidang angkutan umum termasuk jenis jasa yang
tidak dikenakan PPN.
b. Pasal 18 menyatakan bahwa jasa di bidang angkutan umum antara lain meliputi jasa angkutan
umum di darat, di laut, di danau, maupun di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah maupun
oleh swasta.
4. Butir 6 huruf b Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ.51/1999 tanggal 2 November
1999 hal Pengenaan PPn BM Atas Kendaraan Bermotor menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
kendaraan angkutan umum adalah kendaraan bermotor yang dipergunakan untuk kegiatan
pengangkutan orang dan atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran, selain
dengan cara persewaan, baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, sepanjang menggunakan plat
dasar nomor polisi dengan warna kuning.
5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 4, dan memperhatikan isi surat Saudara pada
butir 1 di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :
a. Atas penggunaan jasa angkutan umum (truk), sepanjang memenuhi ketentuan pada butir 4 di
atas, tidak dikenakan PPN.
b. Dalam hal invoice yang Saudara terbitkan merupakan gabungan berbagai penyerahan jasa
yang sebagian tidak terutang PPN (misalnya jasa angkutan umum) dan sebagian lagi terutang
PPN, apabila jumlah tagihan atas jasa angkutan umum tidak dapat dipisahkan (tidak diketahui
jumlahnya), maka PPN terutang atas seluruh nilai invoice. Namun demikian, apabila jumlah
tagihan atas jasa angkutan umum dapat dipisahkan (diketahui jumlahnya), maka untuk
menghitung DPP, nilai seluruh tagihan yang tercantum dalam invoice dapat dikurangi dengan
penyerahan jasa yang tidak terutang PPN, yaitu sebesar pembayaran kepada perusahaan
angkutan umum atas jasa angkutan umum tersebut yang didukung dengan bukti
pembayarannya.
Demikian untuk dapat dimaklumi.
A.n. Direktur Jenderal
Direktur PPN dan PTLL
ttd.
A. Sjarifuddin Alsah
NIP. 060044664
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Pajak
2. Direktur Peraturan Perpajakan
3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Negara dan Daerah
4. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
peraturan/0tkbpera/39f741b5c68796daab4fea3ee7122a81.txt · Last modified: by 127.0.0.1