peraturan:0tkbpera:373cb8cd58cad5f1309b31c56e2d5a83
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
20 Agustus 2004
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 733/PJ.53/2004
TENTANG
PPN ATAS JASA MAKLON DI KAWASAN BERIKAT
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor, tanggal 1 Juni 2004, Hal Permohonan Penjelasan Pengenaan
PPN, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
a. PT. ABC merupakan perusahaan elektro plating yang terletak di Kawasan Berikat. Dalam
kegiatan usahanya PT. ABC menyerahkan jasa maklon kepada perusahaan lain yang terletak
di Kawasan Berikat.
b. Komposisi penjualan jasa PT. ABC adalah : penjualan barang 90% dan penyerahan jasa 10%.
Atas penyerahan jasa tersebut PT. ABC mengenakan PPN sebesar 10% x penyerahan jasa =
10% x (10% x penjualan) = 1% x penjualan.
c. Berkaitan dengan hal tersebut, PT. ABC mengajukan pertanyaan :
1) Sejak kapan atas penyerahan jasa maklon ke Kawasan Berikat/EPTE terhutang PPN,
mengingat munculnya objek jasa maklon adalah sejak dikeluarkan KEP-176/PJ./2000,
tanggal 26 Juni 2000.
2) Jika terhutang PPN, bagaimana cara menghitungnya dan berapa besar PPN terhutang.
3) Apakah cara kami mengenakan PPN di atas sudah benar. Jika salah, berapa
prosentase pembagian penyerahan barang dan jasa yang seharusnya.
2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur :
a. Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan.
b. Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak (JKP) adalah jasa sebagaimana
dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
c. Pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah Harga
Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
d. Pasal 1 angka 19 menyatakan bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena
Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
e. Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh
persen).
f. Pasal 9 ayat (1) menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan
cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan DPP.
g. Pasal 4A ayat (3), menetapkan kelompok jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, namun jasa
maklon tidak termasuk ke dalam kelompok jenis jasa tersebut.
h. Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
i. Pasal 16 B ayat (1) huruf a menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat
ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk
sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak untuk kegiatan di
kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 TAHUN 1988 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas
Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Besar dan Penyerahan Jasa Kena
Pajak Disamping Jasa yang Dilakukan Oleh Pemborong yang ditetapkan pada tanggal 27 Desember
1988, antara lain mengatur :
a. Pasal 1 angka 2 menetapkan jenis penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di daerah
pabean Republik Indonesia dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya oleh Pengusaha
Kena Pajak yang tidak dikenakan PPN, namun jasa maklon tidak termasuk ke dalam jenis
jasa tersebut.
b. Pasal 5 menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
dengan ketentuan sepanjang mengenai pelaksanaan PPN atas penyerahan:
1) Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak kepada badan tertentu baik pemerintah
maupun swasta yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN dan PPnBM, mulai berlaku untuk
pembayaran yang dilakukan sejak tanggal 1 Januari 1989;
2) Barang Kena Pajak oleh Pedagang Besar dan Jasa Kena Pajak lainnya oleh
Pengusaha Kena Pajak, mulai berlaku untuk penyerahan yang terjadi sejak tanggal
1 April 1989.
4. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4, dan memperhatikan isi surat Saudara
pada butir 1 dengan ini ditegaskan bahwa:
a. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-176/PJ./2000 tentang Jenis Jasa Lain dan
Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-
undang Nomor 17 TAHUN 2000 mengatur tentang perkiraan penghasilan neto dalam Pajak
Penghasilan atas penyerahan jasa maklon, sedangkan ketentuan pengenaan PPN atas jasa
maklon sendiri telah diberlakukan sejak tanggal 1 April 1989 sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 TAHUN 1988.
b. Cara menghitung PPN atas jasa maklon adalah dengan mengalikan tarif PPN sebesar 10%
dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Yang dimaksud dengan DPP adalah nilai penggantian
(nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta oleh PT. ABC) sehubungan dengan
penyerahan jasa maklon tersebut.
c. Sepanjang cara penghitungan PPN yang Saudara lakukan sudah sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b di atas, maka pengenaan PPN atas penyerahan JKP
yang dilakukan oleh PT. ABC sudah benar.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL,
DIREKTUR PPN DAN PTLL
ttd
A. SJARIFUDDIN ALSAH
peraturan/0tkbpera/373cb8cd58cad5f1309b31c56e2d5a83.txt · Last modified: by 127.0.0.1