User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:356dc40642abeb3a437e7e06f178701c
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   29 Maret 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 250/PJ.32/2005

                            TENTANG

         PERMOHONAN PENEGASAN ATAS KURS YANG BERLAKU PADA SAAT PELUNASAN PPN 
DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK (BKP) TIDAK BERWUJUD 
        DAN JASA KENA PAJAK (JKP) DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 7 Juli 2004 hal sebagaimana tersebut pada pokok 
surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
    a.  Perusahaan saudara (PT. ABC) memanfaatkan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar daerah 
        pabean di dalam daerah pabean yang transaksinya dilakukan dengan menggunakan mata 
        uang asing.
    b.  Saudara berpendapat bahwa kurs Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang digunakan pada 
        saat PT. ABC melakukan pelunasan PPN dan pemotongan Pajak Penghasilan adalah kurs 
        (KMK) pada saat tanggal tagihan.
    c.  Sebagai contoh, apabila faktur komersial (invoice) dikeluarkan pada bulan Maret 2004 untuk 
        penyerahan bulan Januari 2004 dan disetorkan pada bulan Mei 2004, maka kurs KMK yang 
        digunakan adalah kurs sesuai tanggal invoice, yaitu bulan Maret 2004.
    d.  Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, saudara memohon penegasan mengenai kurs 
        yang digunakan pada saat pelunasan PPN dan pemotongan Pajak Penghasilan atas 
        Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud Dan Jasa Kena Pajak (JKP) Dari Luar 
        Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean.

2.  Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai yang berkaitan dengan permasalahan dimaksud adalah sebagai 
    berikut :
    a.  Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-
        undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
        Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
        Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 mengatur bahwa apabila pembayaran atau Harga Jual 
        atau Penggantian dilakukan dengan mempergunakan mata uang asing, maka penghitungan 
        besarnya Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan 
        mempergunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat 
        pembuatan Faktur Pajak.

    b.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 568/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghitungan, 
        Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang 
        Kena Pajak Tidak Berwujud Dan Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean mengatur 
        sebagai berikut :
        1)  Pasal 2 : Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
            1 dipungut oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak 
            tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, pada saat 
            dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak 
            dari luar Daerah Pabean tersebut.
        2)  Pasal 3 : Saat dimulainya pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan atau 
            jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2  
            adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa di bawah ini :
            -   saat barang kena pajak tidak berwujud dan atau jasa kena pajak tersebut 
                secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;
            -   saat harga perolehan barang kena pajak tidak berwujud dan atau jasa kena 
                pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
            -   saat harga jual barang kena pajak tidak berwujud dan atau penggantian jasa 
                kena pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
            -   saat harga perolehan barang kena pajak tidak berwujud dan atau jasa kena 
                pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang 
                memanfaatkannya.
        3)  Pasal 4 ayat (1) : Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud 
            dalam Pasal 3 harus disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau 
            Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya 
            emungutan.
    c.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-522/PJ./2000 tentang Dokumen-Dokumen 
        tertentu Yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah dengan 
        Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-312/PJ./2001 mengatur sebagai berikut :
        1)  Pasal 1 : Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak 
            Standar paling sedikit harus memuat :
            -   Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen;
            -   Nama dan alamat penerima dokumen;
            -   Nomor Pokok Wajib Pajak dalam hal penerima dokumen adalah sebagai 
                Wajib Pajak dalam negeri;
            -   Jumlah satuan barang apabila ada;
            -   Dasar Pengenaan Pajak;
            -   Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.
        2)  Pasal 2 huruf g : Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai 
            atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar 
            Daerah Pabean diperlakukan sebagai Faktur Pajak sepanjang memenuhi persyaratan 
            sebagaimana tersebut dalam Pasal 1.

3.  Ketentuan Pajak Penghasilan yang berkaitan dengan permasalahan dimaksud adalah sebagai berikut :
    a.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana 
        telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain 
        diatur bahwa :
        1)  Pasal 4 ayat (1) huruf l, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap 
            tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik 
            yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk 
            konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan 
            nama dan dalam bentuk apapun, termasuk antara lain keuntungan karena selisih 
            kurs mata uang asing;
        2)  Pasal 6 ayat (1) huruf e dan penjelasannya, kerugian selisih kurs dapat dikurangkan 
            dari penghasilan bruto. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan 
            berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada 
            akhir tahun, pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs 
            tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.
    b.  Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 541/KMK.04/2000 tentang Penentuan 
        Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran Pajak, Tata 
        Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pemberian Angsuran 
        atau Penundaan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri 
        Keuangan Nomor 326/KMK.03/2003, antara lain diatur bahwa :
        1)  Pasal 1 ayat (2), Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 
            26 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana 
            telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000, harus disetor 
            paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat 
            terutangnya pajak;
        2)  Pasal 6 ayat (1), Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan 
            pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut 
            Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, 
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2), diwajibkan menyampaikan Surat 
            Pemberitahuan Masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

4.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 
    dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut :
    a.  Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak 
        dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dipungut oleh PT. ABC pada saat dimulainya 
        pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf b.
    b.  Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, harus 
        disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi dengan 
        menggunakan Surat Setoran Pajak paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan 
        terjadinya pemungutan. Selanjutnya SSP tersebut diperlakukan sebagai Faktur Pajak, maka 
        kurs yang digunakan adalah kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada 
        saat penyetoran dilakukan.
    c.  PPh Pasal 26 atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean di 
        dalam Daerah Pabean terutang dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada 
        saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean 
        sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
        568/KMK.04/2000. Dalam kasus Saudara, PPh Pasal 26 terutang dengan menggunakan kurs 
        yang sebenarnya berlaku pada bulan Januari 2004;
    d.  PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas harus disetor paling lambat tanggal 
        10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak (dalam kasus 
        Saudara tanggal 10 Februari 2004) dan dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 26 paling 
        lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir (dalam kasus Saudara tanggal 
        20 Februari 2004);
    e.  Selisih kurs yang terjadi antara kurs yang dibukukan sebagai biaya saat dimulainya 
        pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean tersebut dengan kurs 
        pembayaran merupakan keuntungan/kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) 
        huruf l dan Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh. Dalam kasus Saudara, selisih kurs Mei - Januari 
        merupakan keuntungan/kerugian yang harus dilaporkan pada SPT PPh Badan."

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd.

HERRY SUMARDJITO
peraturan/0tkbpera/356dc40642abeb3a437e7e06f178701c.txt · Last modified: (external edit)