peraturan:0tkbpera:3472ab80b6dff70c54758fd6dfc800c2
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 4 Maret 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 220/PJ.52/2003 TENTANG PERMOHONAN PENEGASAN PENGENAAN PPN ATAS PENGADAAN/IMPOR UNTUK PENYERAHAN DI PULAU BATAM DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 21 Oktober 2002 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa: a. PT ABC adalah BUMN yang berkantor pusat di Jakarta dan mempunyai beberapa perwakilan atau cabang di luar Jakarta, antara lain di Pulau Batam. b. PT ABC mempunyai kebijakan tertentu yang berkaitan dengan pengadaan, khususnya dalam hal pengeluaran dana dan pembebanan biaya yang diatur sebagai berikut: - Untuk pengadaan dengan nilai sampai dengan jumlah tertentu, kewenangan pengikatan kontrak dan pembayarannya serta beban biaya, penerimaan barang, pemotongan PPh dan pemungutan PPN dapat dilakukan oleh cabang PT ABC. - Untuk pengadaan dengan nilai di atas jumlah tertentu tersebut, kewenangan pengikatan kontrak dan pembayarannya berada di kantor pusat, sedangkan beban biaya, penerimaan barang, pemotongan PPh dan pemungutan PPN berada pada cabang PT ABC. c. Atas penyerahan BKP atau pemanfaatan JKP yang diadakan di Pulau Batam, kewenangan pengikatan kontrak dan pembayaran berada di kantor pusat dengan klausul bahwa barang atau jasa diserahkan di Pulau Batam, sedangkan administrasi atas pengadaan/impor BKP ataupun penyerahan JKP, seperti Berita Acara Serah Terima, Invoice, PPn BM, PPh Pasal 22, PPN, dan dokumen penagihan lainnya atas nama PT ABC Batam. d. Sehubungan dengan hal tersebut, Saudara memohon penegasan apakah atas transaksi yang dilakukan PT ABC tersebut terutang PPN, mengingat sampai saat ini Pulau Batam masih merupakan Kawasan Berikat. 2. Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, diatur bahwa terutangnya pajak terjadi saat penyerahan BKP, impor BKP, penyerahan JKP; b. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 TAHUN 2002 tentang Penundaan Keempat Berlakunya Peraturan Pemerintah No. 39 TAHUN 1998 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam, diatur bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 39 TAHUN 1998 ditunda kembali sejak tanggal 1 Juli 2002 sampai dengan berlakunya Undang-undang tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, paling lambat 31 Maret 2003. c. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Badan-badan tertentu sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, diatur bahwa PPN dan PPn BM atas penyerahan BKP dan atau JKP yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Badan-badan tertentu dipungut dan disetor oleh Badan-badan tertentu baik Kantor Pusat, Cabang-cabang maupun Unit-unitnya yang melakukan pembayaran atas tagihan rekanan atas nama rekanan yang bersangkutan; d. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47/KMK.01/1987 tanggal 26 Januari 1987 tentang Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pengeluaran/Pemasukan/Penyerahan Barang Kena Pajak Atau Jasa Kena Pajak Dari/Ke/Di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam dan Pulau-Pulau di sekitarnya yang dinyatakan sebagai Kawasan Berikat (Bonded Zone) jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/1994, antara lain diatur sebagai berikut: 1) Pasal 2 ayat (1), bahwa Pemasukan Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Indonesia ke dalam Kawasan Berikat belum dianggap sebagai impor; 2) Pasal 2 ayat (2), bahwa Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terutang pajak; 3) Pasal 4, bahwa Atas pemasukan atau penyerahan Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia lainnya ke dalam Kawasan Berikat, pajak yang terutang tidak dipungut; 4) Pasal 5 ayat (1), bahwa Pengeluaran Barang Kena Pajak yang berasal dari luar negeri dari Kawasan Berikat ke dalam Daerah Pabean Indonesia dianggap sebagai impor; 5) Pasal 5 ayat (2), bahwa Atas Pengeluaran Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas impor; 6) Pasal 6 ayat (1), bahwa Atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak di Kawasan Berikat tidak terutang pajak. 3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut: a. Apabila BKP dimasukkan dari luar Daerah Pabean Indonesia ke Kawasan Berikat Pulau Batam, maka atas pemasukan BKP tersebut tidak terutang pajak; b. Apabila BKP diserahkan atau dimasukkan dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya ke Kawasan Berikat Pulau Batam, maka atas penyerahan atau pemasukan tersebut pajak terutang tidak dipungut; c. Apabila BKP dan atau JKP diserahkan di Kawasan Berikat Pulau Batam, maka atas penyerahan tersebut tidak terutang pajak; d. Atas penyerahan BKP dari Kawasan Berikat ke dalam Daerah Pabean Indonesia, dianggap sebagai impor dan dipungut PPN. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL, DIREKTUR PPN & PTLL ttd I MADE GDE ERATA
peraturan/0tkbpera/3472ab80b6dff70c54758fd6dfc800c2.txt · Last modified: 2023/02/05 06:28 (external edit)