peraturan:0tkbpera:33dd6dba1d56e826aac1cbf23cdcca87
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
16 April 1992
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 77/PJ.3/1992
TENTANG
PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PROYEK PIPANISASI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan Surat Saudara Nomor : XXX tanggal 30 Agustus 1991 tentang permintaan konfirmasi dan
surat Nomor : XXX tentang Pengiriman fotocopy agreement, serta penjelasan-penjelasan lisan staff PT. XYZ,
dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
I. Pajak Penghasilan (PPh).
1. Dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1985, diatur bahwa untuk menghitung
penghasilan bruto WP yang bergerak di bidang pemborongan proyek adalah berdasarkan
metode prosentase tingkat penyelesaian pekerjaan ("percentage of completion method").
Berdasarkan ketentuan tersebut maka untuk menghitung penghasilan netto Project Company
(PC) dalam suatu tahun pajak pada tahap pembangunan proyek adalah berdasarkan
percentage of completion method yaitu prosentase pekerjaan yang diselesaikan dikalikan
US $ 420 juta dikurangi biaya-biaya yang diperkenankan berdasarkan ketentuan yang
berlaku.
2. a. Setelah Proyek selesai dan dioperasikan oleh PERTAMINA, PC akan menerima
pembayaran dari PERTAMINA berupa "throughput fee" dalam US $. Pada hakekatnya
pembayaran tersebut merupakan angsuran atas piutang PC kepada PERTAMINA yang
terdiri dari pokok dan bunga.
Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU PPh 1984, atas
pembayaran bunga tersebut PERTAMINA wajib memotong PPh yang terutang.
b. Oleh karena dalam waktu yang bersamaan PC juga melakukan pembayaran angsuran
pinjaman ke luar negeri yang terdiri atas pokok dan bunga, maka sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 UU PPh 1984, atas pembayaran
bunga kepada WP luar negeri wajib di potong PPh Pasal 26 sebesar 20% atau
berdasarkan ketentuan tax treaty yang berlaku.
c. PC tidak akan menderita kerugian selisih kurs karena selisih kurs atas pembayaran
hutang oleh PERTAMINA kepada PC adalah sama besar dengan selisih kurs atas
pembayaran hutang PC kepada pemberi pinjaman, keduanya dibayar dalam US $.
3. Dalam hal antara pengganti overhead cost yang dibayar oleh PERTAMINA kepada PC dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan oleh PC terdapat selisih lebih, maka selisih lebih tersebut
berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh 1984 merupakan penghasilan yang menjadi obyek PPh.
4. Bunga yang diterima oleh PC sebagaimana diuraikan dalam butir 2.a. di atas, berdasarkan
Pasal 4 ayat (1) UU PPh 1984 adalah penghasilan yang menjadi obyek PPh sedangkan bunga
yang dibayarkan oleh PC kepada lender di luar negeri sebagaimana diuraikan dalam butir
2.b., sesuai dengan Pasal 6 UU PPh 1984 merupakan biaya bagi PC.
5. Dalam kontrak dinyatakan bahwa harga Proyek adalah US $ 420 juta, sehingga apabila
pembayaran angsuran pokok dari PERTAMINA kepada PC sudah mencapai US $ 420 juta,
maka hutang PERTAMINA kepada PC sudah lunas. Dalam menghitung penghasilan Bruto PC
pada tahap konstruksi didasarkan pada jumlah harga kontrak sebesar US $ 420 juta. Oleh
karena itu pembayaran dari PERTAMINA yang melebihi US $ 420 juta merupakan penghasilan
yang merupakan obyek PPh pada tahun diterimanya pembayaran dimaksud.
II. Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
1. Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU PPN 1984, PPN terutang pada saat penyerahan BKP/
JKP dan apabila diterima lebih dulu dari pada penyerahan, PPN terutang pada saat
pembayaran.
Sesuai dengan Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 56 TAHUN 1988 jo Pasal 2 dan Pasal 5
Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1289/KMK.04/1988, PERTAMINA ditunjuk menjadi
pemungut PPN atas penyerahan BKP/JKP dari rekanan PERTAMINA. PPN yang terutang
dipungut pada saat pembayaran dan disetorkan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi untuk
dan atas nama rekanan.
2. Berdasarkan hal-hal tersebut, atas penyerahan proyek dari PC kepada PERTAMINA,
pengenaan PPN-nya adalah sebagai berikut :
a. Dalam hal PERTAMINA melakukan pembayaran pada saat penyerahan proyek, maka
PPN terutang pada saat penyerahan tersebut. PPN yang terutang dihitung 10% dari
nilai kontrak apabila PPN belum menjadi bagian dari harga kontrak. Apabila dalam
kontrak sudah termasuk PPN maka sesuai dengan Pasal 14 Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 1985 PPN dihitung 10/110 x nilai kontrak (US $ 420 juta).
Namun demikian karena yang diterima PC dari "throughput fee" tidak hanya sebesar
US $ 420 juta melainkan lebih, maka seluruh penerimaan tersebut pada hakekatnya
adalah merupakan pembayaran atas harga proyek (kecuali bunga). Oleh karena itu
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 1 huruf n UU PPN 1984, atas
jumlah pembayaran yang melebihi US $ 420 juta tersebut juga merupakan Dasar
Pengenaan Pajak untuk menghitung PPN yang terutang.
b. Dalam hal PERTAMINA melakukan pembayaran atas proyek tersebut dengan angsuran
melalui "throughput fee", maka sesuai dengan Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 56
Tahun 1988 jo Pasal 2 dan Pasal 5 keputusan Menteri Keuangan Nomor :
1289/KMK.04/1988 PERTAMINA wajib memungut PPN yang terutang atas setiap
pembayaran.
Oleh karena "throughput fee" yang diterima oleh PC, baik pada masa pelunasan
hutang maupun sesudah masa pelunasan hutang, pada hakekatnya adalah harga
proyek, maka PPN terutang harus dipungut oleh PERTAMINA selama pembayaran
tersebut berlangsung dengan Dasar Pengenaan Pajak seluruh jumlah pembayaran
apabila bunga tidak dipisahkan dari pokoknya, tetapi apabila dalam pembayaran
tersebut antara pokok dan bunga dapat dibuktikan dipisahkan maka Dasar
Pengenaan Pajaknya adalah atas pokoknya saja.
3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
1984 atas penyerahan jasa konstruksi terutang PPN. Oleh karena itu atas penyerahan jasa
tersebut dari para sub kontraktor kepada PC terutang PPN. PPN dimaksud akan merupakan
Pajak Masukan bagi PC yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran sehubungan dengan
pelaksanaan proyek tersebut.
4. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) huruf d UU PPN 1984 jis Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 28 TAHUN 1988 dan butir 3 Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Nomor
PENG-139/PJ.63/1989, atas penyerahan jasa perusahaan dan perdagangan terutang PPN.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka atas penyerahan jasa oleh "trustee" kepada PC
terutang PPN. Oleh karena "trustee" berkedudukan di luar negeri maka sesuai dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 302/KMK.04/1989
yang telah ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-25/PJ.3/1989,
PPN yang terutang dipungut dan disetorkan oleh penerima jasa di dalam negeri. Apabila
pembayaran fee dari PC kepada "trustee" tersebut melalui PERTAMINA maka PERTAMINA
harus memungut dan menyetorkan PPN yang terutang untuk dan atas nama trustee c.q. PC.
PPN tersebut menjadi Pajak Masukan bagi PC yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran
sehubungan dengan pelaksanaan proyek tersebut.
Demikian kiranya Saudara maklum.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/0tkbpera/33dd6dba1d56e826aac1cbf23cdcca87.txt · Last modified: by 127.0.0.1