peraturan:0tkbpera:321cf86b4c9f5ddd04881a44067c2a5a
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
2 Oktober 1995
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 44/PJ.4/1995
TENTANG
PENYUSUTAN ATAU AMORTISASI ATAS PENGELUARAN UNTUK MEMPEROLEH HARTA YANG MASIH DIMILIKI
DAN DIGUNAKAN PADA AWAL TAHUN PAJAK 1995 (SERI PPh UMUM NOMOR 19)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan ketentuan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 47 TAHUN 1994 mengenai Penyusutan
atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang masih dimiliki dan digunakan pada awal tahun
pajak 1995, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :
1. Wajib Pajak dapat memilih dan melakukan penyusutan atau amortisasi atas pengeluaran untuk
pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta bukan bangunan yang masih
dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan
menggunakan metode garis lurus atau metode saldo menurun.
Perlu ditegaskan bahwa metode penyusutan atau amortisasi yang dipilih mencakup semua harta
bukan bangunan, baik yang diperoleh sebelum maupun yang diperoleh sejak tahun pajak 1995.
Dengan perkataan lain, tidak diperbolehkan menggunakan dua macam metode penyusutan atau
amortisasi untuk harta bukan bangunan.
2. Penyusutan atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang dimiliki sebelum awal
tahun pajak 1995 dan masih digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang secara fiskal masih mempunyai sisa masa manfaat, dilakukan berdasarkan nilai sisa buku harta
yang bersangkutan pada awal tahun pajak 1995.
Atas harta yang tidak lagi digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau
atas harta yang telah habis masa manfaatnya secara fiskal tidak dapat disusutkan sejak tahun 1995,
maka nilai sisa buku yang masih ada atas harta tersebut dibebankan seluruhnya sebagai biaya dalam
tahun pajak 1995.
3. Sesuai dengan Pasal 11 dan Pasal 11A Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 yang telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, pada prinsipnya penghitungan penyusutan
atau amortisasi dilakukan atas masing-masing harta secara individual, dan tidak dilakukan
berdasarkan golongan harta sebagaimana sebelumnya diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-
undang Pajak Penghasilan Tahun 1984.
Oleh karena itu terhadap harta baik yang masih mempunyai nilai sisa buku ataupun yang nilai sisa
bukunya Rp. 0,00 atau Rp. 1,00 yang diperoleh sebelum tahun pajak 1995 wajib dibuat "Daftar Harta
Pada awal Tahun Pajak 1995" yang terdiri dari 3 daftar harta yaitu :
- Daftar harta berwujud berupa bangunan
- Daftar harta berwujud bukan bangunan
- Daftar harta tidak berwujud
Daftar harta tersebut memuat informasi mengenai :
- Jenis Harta
- Tahun perolehan
- Masa Manfaat maksimum
- Masa pemakaian s.d. 1994
- Sisa masa manfaat
- Golongan harta (semula)
- Harga/Nilai perolehan
- Tarif penyusutan/amortisasi
- Besarnya penyusutan atau amortisasi s/d tahun pajak 1994
- Nilai sisa buku awal tahun pajak 1995
- Kelompok harta
Daftar harta tersebut merupakan daftar tersendiri yang terpisah dari daftar harta yang diperoleh
dalam tahun pajak 1995 dan harus dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) tahun pajak
1995.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengisi/membuat "Daftar Harta Pada Awal Tahun Pajak 1995"
tersebut adalah mengenai :
a. Sisa masa Manfaat pada awal tahun pajak 1995, jumlahnya adalah sama dengan hasil
pengurangan antara "jumlah masa manfaat maksimum sesuai golongan harta dari mana harta
yang bersangkutan semula berasal" dikurangi dengan "masa/lamanya pemakaian harta yang
bersangkutan yang dihitung sejak tahun perolehan s/d tahun pajak 1994".
Adapun jumlah masa manfaat maksimum untuk masing-masing harta ditentukan sebagai
berikut :
- Untuk harta yang semula berasal dari harta eks Golongan 1 adalah = 4 (empat) tahun.
- Untuk harta yang semula berasal dari harta eks Golongan 2 adalah = 8 (delapan)
tahun.
- Untuk harta yang semula berasal dari harta eks Golongan 3 adalah = 16 (enam belas)
tahun.
b. Jumlah penyusutan atau amortisasi s/d tahun pajak 1994 untuk masing-masing harta dihitung
secara individual dengan menggunakan metode saldo menurun dan dengan tarif penyusutan
atau amortisasi sesuai golongan harta (semula) dari harta yang bersangkutan, sejak tahun
perolehan s/d tahun pajak 1994.
Khusus peralatan yang sejenis ("tools") dapat dikelompokan ke dalam satu group yang dapat
dibuat berdasarkan tahun perolehan.
c. Nilai sisa buku awal tahun pajak 1995 untuk masing-masing harta adalah sama dengan hasil
pengurangan antara "Harga/Nilai Perolehan" dengan "Jumlah Penyusutan atau Amortisasi s/d
Tahun Pajak 1994" untuk masing-masing harta yang bersangkutan.
d. Kelompok harta untuk masing-masing harta ditentukan berdasarkan sisa masa manfaat pada
awal tahun pajak 1995 dari masing-masing harta (tanpa memperhatikan jenisnya), yaitu
dengan ketentuan bahwa apabila hasil penghitungan sisa masa manfaat untuk masing-masing
harta sebagaimana dimaksud pada butir a diatas sama dengan :
Sisa Masa Manfaat Kelompok
-------------------------------------------------------
2 s/d 5 tahun 1
7 s/d 13 tahun 2
15 s/d 17 tahun 3
>= 19 tahun 4
Catatan :
1. Apabila sisa masa manfaat tinggal 1 tahun maka disusutkan sekaligus dalam tahun
yang bersangkutan.
2. Apabila sisa masa manfaat berada ditengah-tengah kelompok, misalnya 6 (enam)
tahun yang berada ditengah antara kelompok 1 (4 tahun) dan kelompok 2 (8 tahun)
maka dapat memilih masuk ke dalam kelompok 1 atau Kelompok 2.
e. Tarif penyusutan/amortisasi untuk masing-masing harta adalah sesuai dengan Pasal 11 atau
Pasal 11A Undang-undang No. 7 TAHUN 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang No. 10 TAHUN 1994, yang besarnya sesuai dengan
kelompok harta yang bersangkutan dan metode penyusutan/amortisasi yang dipilih.
4. Berdasarkan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 47 TAHUN 1994 sebagaimana diuraikan dalam butir
3 diatas, maka terhadap harta bukan bangunan yang dimiliki sebelum tahun 1995 harus dihitung dan
diketahui berapa nilai sisa buku awal 1995.
Berdasarkan contoh penghitungan pada lampiran I, daftar harta berwujud yang diperoleh sebelum
tahun pajak 1995 yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung penyusutan sebagai berikut :
a. Harta berwujud yang masa manfaatnya sama dengan satu tahun adalah :
Jenis Harta Nilai Sisa Buku Keterangan
---------------------------------------------------------------------------
Harta A Rp. 48.828,00 Disusutkan seluruhnya
Harta B Rp. 1.562.500,00 pada tahun 1995.
Harta D Rp. 2.815.699,00
Harta E Rp. 6.674.194,00
b. Harta berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun dianggap sebagai nilai perolehan
tahun pajak 1995.
Jenis Harta Nilai Sisa Buku Kelompok Harta Keterangan
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Harta C Rp. 25.000.000,00 I Besarnya tarif penyusutan
Harta F Rp. 15.820.312,00 I sesuai dengan metode
Harta G Rp. 31.381.060,00 I yang dipilih saldo
Harta H Rp. 59.049.000,00 II menurun atau garis
Harta I Rp. 81.000.000,00 III lurus.
5. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 1984, apabila terjadi penarikan
harta bukan bangunan dari pemakaian karena sebab biasa, keuntungan atau kerugian karena
penarikan harta tersebut tidak langsung diakui sebagai keuntungan atau kerugian dalam tahun pajak
yang bersangkutan, melainkan diakui secara bertahap melalui pengurangan dasar penyusutan dengan
harga atau nilai jual harta yang bersangkutan.
Apabila Wajib Pajak pernah melakukan penarikan harta bukan bangunan dari pemakaian karena
sebab biasa, maka jumlah awal yang dipakai sebagai titik tolak untuk penghitungan penyusutan tahun
pajak 1995 telah dipengaruhi oleh besarnya harga jual harta yang ditarik dari pemakaian, dan tidak
lagi menggambarkan jumlah seluruh nilai sisa buku dari harta yang masih digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, sehingga jumlah awal tahun pajak 1995
tersebut masih mengandung unsur sisa keuntungan atau kerugian yang belum diperhitungkan.
Oleh karena itu untuk kepentingan penentuan dasar penyusutan tahun pajak 1995, perlu ditegaskan
bahwa sisa keuntungan atau kerugian atas penarikan harta karena sebab biasa yang belum
diperhitungkan melalui metode penyusutan sampai dengan tahun pajak 1994 merupakan keuntungan
atau kerugian tahun pajak 1995 sekaligus.
Contoh 1:
Apabila Wajib Pajak Menjual harta H (golongan III) dalam tahun 1994 dengan harga Rp. 85.000.000,00
maka perhitungannya adalah sebagai berikut :
Harga perolehan harta H tahun 1993 sebesar Rp. 100.000.000,00
Penyusutan tahun pajak 1993 sebesar 10% Rp. 10.000.000,00
------------------------
Nilai sisa buku awal tahun pajak 1994 Rp. 90.000.000,00
Harga jual tahun pajak 1994 Rp. 85.000.000,00
------------------------
Kerugian dari penjualan harta tersebut Rp. 5.000.000,00
Sesuai dengan Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 1984 jumlah harga penjualan
sebesar Rp. 85.000.000,00 tersebut mengurangi dasar penyusutan tahun pajak 1994, dan oleh karena
itu selisih antara nilai buku fiskal dengan nilai jualnya sebesar Rp. 5.000.000,00 belum seluruhnya
diperhitungkan sebagai kerugian tahun pajak 1994. Jumlah kerugian yang dibebankan sebagai biaya
melalui pengurangan dasar penyusutan dalam tahun pajak 1994 adalah sebesar 10% x
Rp. 5.000.000,00 atau sebesar Rp. 500.000,00 dan oleh karena itu selisih kerugian yang belum
diperhitungkan dalam tahun pajak 1994 sebesar Rp. 4.500.000,00 (Rp.5.000.000,00 - Rp. 500.000,00)
dapat dibebankan sebagai biaya tahun 1995 sekaligus.
Khusus bagi Wajib Pajak yang bergerak dibidang sewa guna usaha (SGU) dengan hak opsi yang
perjanjiannya ditandatangani sebelum dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
1169/KMK.01/1991, yang masih memperkenankan pihak lessor untuk melakukan penyusutan atas
harta bukan bangunan yang menjadi obyek perjanjian SGU dengan hak opsi, maka apabila lessee
menggunakan hak opsinya, lessor dapat melakukan penyusutan atas nilai sisa buku harta bukan
bangunan tersebut sekaligus dalam tahun pajak 1995, atau nilai sisa buku tersebut disusutkan sesuai
dengan tarif penyusutan harta kelompok I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-undang
Nomor 7 TAHUN 1983 yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994.
6. Bagi wajib Pajak yang mengalami kesulitan untuk membuat daftar harta sebagaimana dimaksud
dalam butir 3, maka nilai sisa buku pada awal tahun 1995 dari masing-masing golongan harta bukan
bangunan tersebut dianggap sebagai satu kesatuan dan penyusutannya mulai tahun pajak 1995
dilakukan sebagai berikut :
a. Nilai sisa buku harta eks golongan I disusutkan selama 4 (empat) tahun;
b. Nilai sisa buku harta eks golongan II disusutkan selama 8 (delapan) tahun;
c. nilai sisa buku harta eks golongan III disusutkan selama 16 (enam belas) tahun.
Contoh 2 :
Apabila Wajib Pajak seperti pada lampiran I tidak dapat memberikan perincian tentang data masing-
masing harta bukan bangunan, maka jumlah nilai sisa buku untuk masing-masing golongan harta pada
awal tahun pajak 1995 berdasarkan data adalah sebagai berikut :
Harta golongan 1 :
Harta A Rp. 48.848,00
Harta B Rp. 1.562.500,00
Harta C Rp. 25.000.000,00
-----------------------
Jumlah Rp. 26.611.348,00
Harta Golongan 2 :
Harta D Rp. 2.815.699,00
Harta E Rp. 6.674.194,00
Harta F Rp. 15.820.312,00
-----------------------
Jumlah Rp. 25.310.205,00
Harta Golongan 3 :
Harta G Rp. 31.381.060,00
Harta H Rp. 59.049.000,00
Harta I Rp. 81.000.000,00
-----------------------
Jumlah Rp. 171.430.060,00
Oleh karena Wajib Pajak sulit untuk mengetahui perincian jumlah nilai sisa buku dari masing-masing
harta pada masing-masing golongan, maka masing-masing golongan harta tersebut dianggap sebagai
satu kesatuan. Dengan demikian penyusutan atas harta tersebut dilakukan berdasarkan nilai sisa buku
dari masing-masing eks golongan harta sebagai satu kesatuan dengan tarif sebagai berikut :
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Jumlah Sisa Buku Penyusutan mulai 1995
Harta (Rp) ----------------------------------------
Garis Lurus Saldo Menurun
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Eks. Golongan I 26.611.348,00 25 % 50 %
Eks. Golongan II 25.310.205,00 12,5 % 25 %
Eks. Golongan III 171.430.060,00 6,25 % 12.5 %
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Bagi Wajib Pajak yang menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa penyusutan untuk
masing-masing eks golongan harta, nilai sisa buku harta tersebut disusutkan seluruhnya (closed
ended).
7. Apabila dalam tahun 1995 atau sesudahnya atas harta eks golongan sebagaimana dimaksud pada
angka 6 diatas terjadi pengalihan/penarikan harta dimiliki sebelum tahun 1995, maka penerimaan
hasil pengalihan merupakan penghasilan, sedangkan nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai
biaya.
8. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud berupa bangunan dilakukan dengan
cara yang sama atau meneruskan cara yang dipergunakan dalam tahun-tahun pajak sebelum tahun
pajak 1995, yaitu dengan menggunakan metode garis lurus dengan tarif sebesar 5% dari harga nilai
perolehan.
(Lihat penghitungan pada lampiran II).
9. Sesuai dengan Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 yang telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, masa manfaat atas harta berupa bangunan tidak permanen
ditetapkan selama 10 (sepuluh) tahun dan penyusutannya dilakukan dengan menggunakan metode
garis lurus dengan tarif sebesar 10% dari harga perolehan.
a. Apabila Wajib Pajak mempunyai bangunan tidak permanen sebelum tahun 1995 dan telah
disusutkan 10 (sepuluh) tahun atau lebih, maka nilai sisa buku disusutkan sekaligus pada
tahun pajak 1995.
Contoh 3 :
Harga perolehan bangunan tidak permanen 1982 Rp. 100.000.000,00
Penyusutan s/d tahun 1994 =
13 x 5% x Rp. 100.000.000,00 Rp. 65.000.000,00
-----------------------
Nilai sisa buku awal tahun pajak 1995 Rp. 35.000.000,00
Oleh karena harta tersebut telah disusutkan selama 10 tahun atau lebih, maka jumlah nilai
sisa buku pada awal tahun pajak 1995 disusutkan sekaligus.
Penyusutan untuk tahun pajak 1995 adalah sebesar Rp. 35.000.000,00
b. Apabila Wajib Pajak mempunyai bangunan tidak permanen sebelum tahun 1995 dan telah
disusutkan kurang dari 10 (sepuluh) tahun, maka mulai tahun pajak 1995 bangunan tidak
permanen tersebut disusutkan dengan menggunakan tarif 10% (sepuluh persen) dari nilai
sisa bukunya.
Contoh 4 :
Harga perolehan bangunan tidak permanen tahun 1989 Rp. 100.000.000,00
Penyusutan s/d tahun 1994 =
5 x 5% x Rp. 100.000.000,00 Rp. 25.000.000,00
-----------------------
Nilai sisa buku awal tahun pajak 1995 Rp. 75.000.000,00
Mulai tahun pajak 1995 nilai sisa buku tersebut disusutkan setiap tahun sebesar 10% dari
Rp. 75.000.000,- atau sebesar Rp. 7.500.000,- setiap tahun sampai dengan tahun 2004.
Demikian untuk dilaksanakan.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
FUAD BAWAZIER
NIP. 060041162
Tembusan disampaikan kepada Yth. :
1. Sdr. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan;
2. Sdr. Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen Keuangan;
3. Sdr. Sekretaris Ditjen Pajak;
4. Sdr. Para Direktur/Kepala Pusat pada Kantor Pusat Ditjen Pajak.
peraturan/0tkbpera/321cf86b4c9f5ddd04881a44067c2a5a.txt · Last modified: by 127.0.0.1