peraturan:0tkbpera:3147da8ab4a0437c15ef51a5cc7f2dc4
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
7 Januari 1992
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 02/PJ.3/1992
TENTANG
KEBIJAKSANAAN BARU DI BIDANG PPn.BM (SERI PPN - 176.A)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Bersama ini disampaikan copy dari :
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 TAHUN 1991 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
1991.
- Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1285/KMK.04/1991 tanggal 31 Desember
1991 tentang Macam dan Jenis Kendaraan Bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, dan
- Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1286/KMK.04/1991 tanggal 31 Desember
1991 tentang Perubahan Lampiran I, Lampiran II dan Lampiran III Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 1183/KMK.04/1991 tentang Macam dan Jenis Barang Kena Pajak yang
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah selain kendaraan bermotor.
Beberapa hal yang perlu disampaikan sehubungan dengan peraturan baru dibidang PPn BM tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 76 TAHUN 1991.
Peraturan Pemerintah ini merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1991, dan
berlaku sejak tanggal 1 Januari 1992. Dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
1991, terdapat perubahan-perubahan antara lain sebagai berikut :
1.1. Beberapa jenis Barang Kena Pajak yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
1991 dikenakan PPn BM dengan tarif 10% (sepuluh persen), dengan Peraturan Pemerintah ini
dinaikkan menjadi 20% (dua puluh persen), yaitu minuman yang tidak mengandung alkohol,
mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya atau aroma, termasuk air soda, misalnya
Coca Cola, Pepsi Cola, Fanta, Sprite dan sebagainya.
1.2. Dalam kelompok Barang Kena Pajak dengan tarif 20% (dua puluh persen) ditambahkan
kendaraan bermotor jenis pick up dan semua jenis permadani, kecuali permadani yang sudah
termasuk dalam kelompok barang mewah yang dikenakan PPn BM dengan tarif 35% (tiga
puluh lima persen).
1.3. Beberapa jenis Barang Kena Pajak yang semula tidak dikenakan PPn BM, dengan ketentuan
baru tersebut atas impornya dikenakan PPn BM dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen),
misalnya barang-barang perabot rumah tangga dan kantor, barang-barang yang sebagian
atau seluruhnya terbuat dari kulit atau kulit tiruan, sepatu dan lain-lain.
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1285/KMK.04/1991.
Keputusan Menteri Keuangan ini merupakan pengganti dari keputusan Menteri Keuangan Nomor
1184/KMK.04/1991 tentang Macam dan Jenis Kendaraan Bermotor yang atas Penyerahan atau
Impornya terutang PPn BM dengan Tarif 20% (dua puluh persen) dan 35% (tiga puluh lima persen).
2.1. Pabrikan atau Importir adalah PKP yang atas penyerahan atau impor kendaraan bermotor
tertentu dikenakan PPn BM. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPn BM adalah harga jual yang
diminta atau seharusnya diminta oleh PKP atau nilai impor kendaraan bermotor dimaksud.
Dalam hal PKP tersebut mempunyai hubungan istimewa dengan Distributor utama/Distributor/
Dealer/Agen atau Penyalur, sehingga harga jualnya menjadi lebih rendah dari yang
seharusnya, maka DPP ditetapkan sebesar harga jual dari Distributor Utama/Distributor/
Dealer/Agen atau Penyalur kepada pihak lain. Harga jual dianggap dipengaruhi hubungan
istimewa apabila perbedaan antara harga jual dari PKP kepada Distributor Utama/Distributor/
Dealer/Agen atau Penyalur melebihi suatu prosentase tertentu yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak. Untuk pertama kali sejak berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini,
prosentase tersebut ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Sepanjang selisih harga jual
dari PKP kepada Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur tidak melebihi 10 %
(sepuluh persen), untuk penentuan DPP PPn BM tidak perlu dilakukan koreksi harga jual,
sedangkan apabila selisihnya melebihi 10% (sepuluh persen), maka harga jual Distributor
Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur ditetapkan sebagai DPP untuk pengenaan PPn
BM.
Contoh :
PKP "A" menjual kendaraan bermotor yang terutang PPn BM kepada Distributor "X" seharga
Rp 30 juta. Atas kendaraan bermotor tersebut, Distributor "X" menjual dengan harga jual
Rp 35 juta. Prosentase adalah 5 juta/30 juta x 100% = 16,7%.Oleh karena 16,7% melebihi
10%, maka koreksi harga jual harus dilakukan. Dalam hal demikian, DPP untuk pengenaan
PPn BM untuk PKP ditetapkan sebesar harga jual kendaraan bermotor oleh Distributor "X"
kepada pihak lain, yaitu sebesar Rp 35 juta.
2.2. Berbeda dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1184/KMK.04/1991 yang
menentukan bahwa Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur adalah PKP yang
atas penyerahan kendaraan bermotor minibus, van, kombi dan bus dikenakan PPn BM, dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1285/KMK.04/1991 ini yang ditunjuk sebagai PKP adalah
Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) untuk mengenakan PPn BM atas penyerahan minibus,
van, kombi, dan bus yang berasal dari chassis minibus dan chassis truck, menggantikan
kedudukan Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur yang membuat atau
menyuruh membuat minibus, van, kombi, dan bus. DPP untuk penghitungan PPn BM atas
minibus ditetapkan sebesar harga jual chassis untuk minibus, kombi atau van dari ATPM/PKP
ditambah 25% (dua puluh lima persen). Tambahan tersebut adalah angka rata-rata untuk
biaya karoseri. Untuk bus yang berasal dari chassis truck angka rata-rata biaya karoseri
tersebut ditetapkan sebesar 35% (tiga puluh lima persen) dari harga chassis truck.
Contoh :
- Harga jual chassis minibus = Rp 5.000.000,-
- PPn BM = 20% x Rp 5.000.000,- = Rp 1.000.000,-
- Tambahan (untuk PPn BM atas karoseri) =
20% x (25% x Rp 5.000.000,-) = Rp 250.000,-
PPn BM yang dikenakan atas penyerahan dimaksud adalah Rp 1.250.000,-
Dalam hal minibus, kombi, van, dan bus sebagaimana tersebut di atas dipergunakan untuk
angkutan umum atau angkutan barang, maka PPn BM yang telah dipungut dapat diminta
kembali. Untuk itu yang bersangkutan harus menunjukkan bukti berupa STNK yang
menyatakan kendaraan tersebut digunakan untuk angkutan umum (Nomor Polisi dengan plat
dasar berwarna kuning) dan untuk kendaraan yang dipergunakan untuk angkutan barang
berupa surat tanda uji kendaraan dari instansi yang berwenang.
2.3. Dalam Keputusan Menteri Keuangan dimaksud diatur bahwa PPn BM dikenakan dengan tarif
20% (dua puluh persen) terhadap penyerahan atau impor pick up, kecuali kendaraan tersebut
dipergunakan untuk angkutan umum dan atau angkutan barang. Untuk itu PPn BM dikenakan
atas setiap impor atau setiap penyerahan pick up oleh PKP. Apabila Wajib Pajak kemudian
dapat menunjukkan bahwa pick up tersebut dipergunakan untuk angkutan umum atau
angkutan barang, PPn BM yang telah dipungut dapat diminta kembali. Untuk itu yang
bersangkutan harus menunjukkan bukti berupa STNK yang menyatakan kendaraan tersebut
digunakan untuk angkutan umum (Nomor Polisi dengan plat dasar berwarna kuning)dan untuk
pick up yang dipergunakan untuk angkutan barang berupa surat tanda uji kendaraan dari
instansi yang berwenang.
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1286/KMK.04/1991.
Keputusan ini mengubah Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 1183/KMK.04/1991. Pada prinsipnya, pengelompokan barang-barang yang dikenakan PPn BM
dengan tarif 10% (sepuluh persen), 20% (dua puluh persen) dan 35% (tiga puluh lima persen) dalam
Keputusan Menteri Keuangan yang dimaksud tidak berbeda dengan pengelompokan dalam Keputusan
Menteri Keuangan sebelumnya. Perubahan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1286/KMK.04/1991 merupakan pelaksanaan dari perubahan-perubahan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 76 TAHUN 1991. Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini penulisan pada beberapa Nomor kode
HS dicantumkan kata "ex". Hal ini dimaksudkan untuk memberi petunjuk bahwa tidak seluruh jenis
barang yang termasuk dalam Nomor Kode HS tersebut dikenakan PPn BM, mengingat dalam Nomor
Kode HS tersebut terdiri dari beberapa jenis barang yang tidak seluruhnya dikenakan PPn BM. Yang
dikenakan PPn BM hanya jenis barang yang jelas-jelas disebutkan pada kolom Uraian Barang.
4. Sehubungan dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dengan ini diminta perhatian Saudara atas
hal-hal sebagai berikut :
4.1. Memberikan penjelasan dan penyuluhan seluas-luasnya kepada semua pihak yang terkait
dengan pelaksanaan pengenaan PPn BM ini, baik dengan cara penjelasan langsung,
penataran, penyuluhan atau menyampaikan langsung copy dari peraturan-peraturan PPn BM
tersebut di atas.
4.2. Meneliti adanya kemungkinan hubungan istimewa antara Pabrikan/Importir/Pemegang Merk
dengan Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur yang menyebabkan
terjadinya penggeseran Harga Jual dari PKP sehingga DPP PPn BM menjadi lebih rendah dari
yang semestinya. Penelitian dapat dilakukan dengan cara cross check, tukar menukar
informasi antar KPP, atau antar Kanwil apabila Distributor Utama/Distributor/Dealer/Agen atau
Penyalur tidak berada dalam satu wilayah wewenang KPP/Kanwil dengan Pabrikan/Importir/
Pemegang Merk.
5. Mengenai saat berlakunya Peraturan Pemerintah dan kedua Keputusan Menteri Keuangan dimaksud,
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
5.1. Untuk Barang Kena Pajak selain kendaraan bermotor ketentuan baru ini berlaku untuk
penyerahan oleh Pabrikan dan atau impor yang dilakukan sejak tanggal 1 Januari 1992.
5.2. Untuk kendaraan bermotor ketentuan baru ini berlaku untuk penyerahan dan atau impor yang
Faktur Pajaknya dibuat atau dokumen impornya diselesaikan sejak tanggal 1 Januari 1992.
Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini maka penjelasan tentang pelaksanaan PPn BM yang diuraikan
di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ.52/1991 tanggal 20 Nopember 1991
(Seri PPN 176) yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 TAHUN 1991 dan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 1285/KMK.04/1991 dan Nomor 1286/KMK.04/1991 dinyatakan tidak berlaku.
Demikian agar dilaksanakan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/0tkbpera/3147da8ab4a0437c15ef51a5cc7f2dc4.txt · Last modified: by 127.0.0.1