peraturan:0tkbpera:30de9ece7cf3790c8c39ccff1a044209
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
16 September 2003
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 636/PJ.31/2003
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK ATAS RENCANA PENERBITAN OBLIGASI RUPIAH OLEH ASIAN DEVELOPMENT BANK (ADB)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 21 Agustus 2003 perihal tersebut di atas beserta
lampiran copy surat dari the Treasurer Asian Development Bank (ADB) tertanggal 8 Agustus 2003, dengan ini
disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa:
a. ADB merencanakan penerbitan obligasi Rupiah di pasar modal Indonesia sejumlah
Rp 860 milyar (ekuivalen USD 100 juta) yang berjangka waktu 3-10 tahun, dalam rangka
membantu Pemerintah mengembangkan pasar modal dalam negeri. Untuk itu ADB
mengharapkan persetujuan Pemerintah atas beberapa hal, antara lain:
1) mengizinkan ADB melakukan konversi atas hasil penjualan obligasi ke dalam US
Dollar melalui cross currency swap;
2) atas pembayaran (bunga/diskonto) obligasi oleh ADB dibebaskan dari pemotongan
Pajak (Pajak Penghasilan final atau Pajak Penghasilan Pasal 23/26);
3) atas penerbitan obligasi dibebaskan dari pengenaan Bea Meterai;
4) mengizinkan semua investor kelembagaan di dalam negeri untuk melakukan
investasi dalam obligasi tersebut.
b. Dasar dari permohonan ADB tersebut pada huruf b dan huruf c adalah Article 56 Paragraph 1
of the Charter yang menyatakan bahwa : "The Bank, its assets, property, income and its
operations and transactions, shall be exempt from all taxation and from all custom duties.
The Bank shall also be exempt from any obligations for the payment, withholding or collection
of any tax or duty".
Selanjutnya dalam surat the Treasurer ADB dinyatakan bahwa : "This immunity does not
mean that the Bonds are tax exempt. Bondholders may still be subject to taxation on the
interest income they earn from the Bonds but they will be responsible for ensuring that they
comply with the applicable tax laws in their countries of residence". Indonesia adalah
penandatangan Charter dalam tahun 1996 ketika masuk menjadi anggota ADB.
c. Saudara meminta tanggapan/pendapat kami atas rencana dan permohonan ADB tersebut,
yang akan menjadi masukan bagi Menteri Keuangan dalam World Bank-IMF Annual Meeting
di Dubai pada tanggal 24-27 September 2003.
2. Berdasarkan Pasal 3 huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (Undang-undang
Pajak Penghasilan), tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah
organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan
syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota.
3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 611/KMK.04/1994 tentang Perlakuan Pajak
Penghasilan Bagi Perwakilan Organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional
sebagaimana telah diganti dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.04/2000, ADB telah
ditetapkan sebagai organisasi internasional yang tidak termasuk sebagai Subjek Pajak Penghasilan.
4. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a dan ayat (4) Undang-undang Pajak Penghasilan, antara lain
diatur bahwa atas penghasilan berupa bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang, yang dibayarkan atau terutang antara lain oleh perwakilan
perusahaan luar negeri kepada Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh
pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto (sebagai kredit
pajak). Dikecualikan dari pemotongan pajak antara lain bank Wajib Pajak dalam negeri dan cabang
bank asing di Indonesia serta reksadana yang berumur tidak lebih dari 5 tahun.
5. Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf a dan ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan, antara lain
diatur bahwa atas penghasilan berupa bunga termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, yang dibayarkan atau terutang antara lain oleh
perwakilan perusahaan luar negeri kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 20% (dua puluh persen) dari
jumlah bruto (bersifat final).
6. Berdasarkan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 6 TAHUN 2002 tentang
Pajak Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan/atau Dilaporkan
Perdagangannya di Bursa Efek, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam
negeri maupun Wajib Pajak luar negeri berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan/
atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang
bersifat final sebesar 20% dari jumlah bruto. Pemotongan pajak antara lain dilakukan oleh penerbit
obligasi atau kustodian yang ditunjuk sebagai agen pembayaran, dan perusahaan efek atau bank
sebagai pedagang perantara. Dikecualikan dari pemotongan pajak adalah : bank Wajib Pajak dalam
negeri dan cabang bank asing di Indonesia, dana pensiun, serta reksadana yang berumur tidak lebih
dari 5 tahun.
7. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf e dan f, Pasal 4 huruf i, dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 13
Tahun 1995 tentang Bea Meterai jo. Pasal 2 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000,
diatur bahwa Bea Meterai dikenakan atas dokumen yang berbentuk antara lain surat berharga dan
efek yang bernilai nominal di atas Rp 1.000.000,-. Tidak dikenakan Bea Meterai antara lain tanda
pembagian keuntungan atau bunga dari efek (kupon). Besarnya Bea Meterai adalah Rp 6.000,- (untuk
setiap dokumen) dan terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari
dokumen tersebut.
8. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini disampaikan tanggapan/pendapat kami
sebagai berikut:
a. Berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, Asian Development Bank (ADB)
adalah organisasi internasional yang berstatus bukan Subjek Pajak Penghasilan. Status
tersebut hanya berkenaan dengan penghasilan yang diterima/diperoleh ADB dari sumber di
Indonesia, yaitu berupa bunga dari pemberian pinjaman kepada Pemerintah Indonesia baik
pusat maupun daerah. Status tersebut tidak membebaskan ADB dari kewajiban sebagai
pemotong pajak sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam kaitannya dengan rencana penerbitan
obligasi Rupiah yang akan diperdagangkan di pasar modal Indonesia, keberadaan Perwakilan
ADB di Indonesia, untuk kepentingan pemotongan pajak, dapat diperlakukan sebagai
perwakilan perusahaan luar negeri;
b. Apabila dalam kaitannya dengan rencana penerbitan obligasi Rupiah, Pemerintah memberikan
perlakuan pajak terhadap ADB berdasarkan klausul dalam Charter, maka konsekuensi
perpajakannya adalah:
1) Baik investor dalam negeri maupun investor luar negeri tidak dikenakan pemotongan
pajak (PPh final atau PPh Pasal 23/26);
2) Investor dalam negeri masih dapat dikenakan pajak melalui kewajiban pembayaran
angsuran bulanan PPh Pasal 25 dan melalui SPT Tahunan, asalkan ADB memberikan
data para investor obligasi kepada Direktorat Jenderal Pajak;
3) Investor luar negeri akan lolos dari pengenaan pajak di Indonesia, padahal Indonesia
mempunyai hak pemajakan berdasarkan source principle. Akibatnya terjadi
diskriminasi yang menguntungkan investor luar negeri;
4) Diskriminasi juga terjadi di pasar modal Indonesia, dimana obligasi ADB menjadi lebih
favorable dibandingkan dengan obligasi lainnya karena faktor pajak, padahal pajak
seharusnya bersifat netral terhadap pilihan berinvestasi;
5) Permasalahan diskriminasi tersebut akan menjadi semakin signifikan apabila ADB
menerbitkan obligasi tidak hanya satu kali ini saja;
c. Pembebasan Bea Meterai bagi ADB sangat tidak berarti karena di samping jumlahnya sangat
kecil (Rp 6.000,-/dokumen) juga merupakan tanggungan investor. Disamping itu, Bea Meterai
juga merupakan kelengkapan persyaratan keabsahan suatu dokumen hukum di Indonesia;
d. Mengingat hal-hal tersebut di atas, kami berpendapat serta mengusulkan, sedapat mungkin
perlakuan pajak terhadap ADB khususnya dalam kaitan dengan rencana penerbitan obligasi
Rupiah di pasar modal Indonesia, didasarkan atas peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku di Indonesia termasuk tax treaty. Apabila ADB tetap menghendaki dihormatinya
tax immunity berdasarkan Charter yang Pemerintah Indonesia telah ikut menandatanganinya
sebagai anggota ADB, seyogyanya diadakan pendekatan win-win solution berdasarkan prinsip
saling menghormati hak masing-masing pihak, dengan dilakukannya pemotongan pajak (PPh
final sebesar 20% atau sesuai ketentuan tax treaty) hanya terhadap investor luar negeri
sedangkan terhadap investor dalam negeri, agar ADB memberikan data transaksinya kepada
Direktorat Jenderal Pajak. Pertimbangan khusus mungkin dapat diberikan Pemerintah dalam
hal rencana penerbitan obligasi Rupiah oleh ADB ini hanya akan dilakukan satu kali saja.
Demikian tanggapan/pendapat kami untuk dapat menjadi bahan masukan bagi Menteri Keuangan.
DIREKTUR JENDERAL
ttd
HADI POERNOMO
peraturan/0tkbpera/30de9ece7cf3790c8c39ccff1a044209.txt · Last modified: by 127.0.0.1