peraturan:0tkbpera:30dd22174d06b0cd2e50c352a8a8a49e
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
11 Mei 2004
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 136/PJ.42/2004
TENTANG
PERMOHONAN PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS LABA/RUGI SELISIH KURS DALAM PERHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN BADAN ATAS JASA KONSTRUKSI YANG DIKENAKAN PPh FINAL
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan surat Saudara nomor XXX tanggal 31 Oktober 2003 perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini
disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa:
a. PT ABC adalah Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang melakukan usaha jasa konstruksi di Indonesia
yang melakukan kegiatan usaha pada beberapa proyek konstruksi di pulau Jawa dan
Kalimantan sejak tahun 1996;
b. Sejak tahun 1997, seluruh pendapatan PT ABC dikenakan PPh final sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 73 TAHUN 1996;
c. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000 yang diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 dan Surat Edaran Nomor
13/PJ.42/2002, perlakuan PPh Badan PT ABC adalah:
1) Proyek-proyek yang kontraknya telah ditandatangani dan dikerjakan sebelum tanggal
1 Januari 2001, tetap dikenakan PPh Final;
2) Proyek-proyek yang kontraknya ditandatangani dan dikerjakan setelah tanggal 31
Desember 2000 dikenakan PPh berdasarkan ketentuan normal ("PPh Normal");
d. Saudara berpendapat bahwa laba/rugi selisih kurs yang terkait dengan tagihan konstruksi
telah dikenakan PPh final sebesar 2% pada saat pembayaran dilakukan sehingga perlakuan
perpajakan atas laba/rugi selisih kurs tersebut tidak diperlakukan berdasarkan ketentuan
umum karena akan terjadi pemajakan dua kali;
e. Saudara mohon penegasan bahwa perlakuan perpajakan atas laba/rugi selisih kurs yang
berasal dari tagihan konstruksi (account receivable) karena sudah dikenakan PPh final tidak
lagi dikenakan PPh normal.
2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), diatur antara lain:
Pasal 4 ayat (1) huruf l
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk antara lain keuntungan karena selisih kurs mata
uang asing;
Pasal 6 ayat (1) huruf e
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi antara lain kerugian dari selisih kurs mata uang asing;
3. Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 73 TAHUN 1996 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, diatur bahwa atas penghasilan Wajib Pajak yang bergerak
dibidang usaha jasa pelaksanaan konstruksi dan Wajib Pajak badan yang bergerak dibidang usaha
jasa perencanaan konstruksi, jasa pengawasan konstruksi dan/atau jasa konsultan, kecuali konsultan
hukum dan konsultan pajak, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final;
Berlaku sejak tanggal 1 Januari 1997 sampai dengan 31 Desember 2000.
4. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000 tentang Pajak Penghasilan
atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultan, diatur bahwa atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dari usaha di bidang jasa
konstruksi, dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak
Penghasilan;
Berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001.
5. Berdasarkan Pasal 4 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan, diatur bahwa
pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena
Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk biaya untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final;
6. Dalam butir III angka 4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.42/2002 tanggal 22 Juli
2002 tentang Pelaksanaan Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi,
diatur bahwa ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000 dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000, baru berlaku
efektif terhadap:
a. Kontrak pekerjaan jasa konstruksi yang ditandatangani setelah tanggal 31 Desember 2000;
dan/atau
b. Kontrak pekerjaan jasa konstruksi yang telah ditandatangani sebelum tanggal 1 Januari 2001,
yang pelaksanaan pekerjaannya baru dilakukan setelah tanggal 31 Desember 2000.
7. Berdasarkan permasalahan dan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan
bahwa:
a. Dalam hal penghasilan Wajib Pajak dikenakan PPh yang bersifat final, dasar pengenaan PPh
Final adalah nilai pada saat diakuinya pendapatan dan dicatat sebagai piutang atau nilai pada
saat pembayaran jika pembayaran terjadi lebih dahulu;
b. Keuntungan atau kerugian selisih kurs pada perkiraan piutang yang terjadi karena adanya
perbedaan nilai tukar mata uang asing antara tanggal pencatatan/pengakuan pendapatan
dengan tanggal pembayaran/pelunasan tidak terutang PPh final melainkan merupakan
penghasilan/biaya yang dikenakan PPh menurut ketentuan umum;
c. Keuntungan/kerugian selisih kurs yang berkaitan dengan biaya-biaya untuk mendapatkan,
menagih dan mempertahankan penghasilan yang dikenakan PPh final bukan merupakan
penghasilan atau biaya yang dapat dikurangkan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak.
Demikian harap maklum.
A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR,
ttd
SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
peraturan/0tkbpera/30dd22174d06b0cd2e50c352a8a8a49e.txt · Last modified: by 127.0.0.1