peraturan:0tkbpera:2dfbd2f04b3ac1f6441719a9f1f40f38
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
18 Juli 2000
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 1086/PJ.532/2000
TENTANG
SURAT KETERANGAN PPN YANG TERUTANG TIDAK DIPUNGUT PEMBEBASAN PPN, PPnBM DAN PPh PASAL 22
ATAS IMPOR BARANG BANTUAN KEMANUSIAAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 6 Juni 2000, hal sebagaimana tersebut pada pokok
surat, dengan ini kami berikan penjelasan sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut dan lampiran dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
1.1. Sehubungan dengan bantuan kemanusiaan dari Pemerintah India untuk Pemerintah Indonesia
berdasarkan sertifikat Donation Nomor : XXX tanggal 31 Mei 2000 dari Kedutaan Besar India
di Jakarta dengan data barang sebagai berikut :
- Nama barang : Susu bubuk (Milk powder)
- Berat : 2.600 Kgs
- Jumlah : 97 Pkgs
- No. B/L : XXX
- Nama Kapal : XXX
- Tanggal Tiba : 17 Mei 2000
- Penimbunan : Gudang XXX
1.2. Saudara mohon agar barang bantuan tersebut dapat dibebaskan dari PPN dan PPh dalam
rangka impor serta pungutan lainnya.
2. Pajak Pertambahan Nilai
2.1. Berdasarkan Pasal 2 huruf c Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 132/KMK.04/1999 tanggal
8 April 1999, disebutkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan atau Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) yang terutang tidak dipungut atas impor Barang Kena Pajak (BKP)
terhadap barang-barang yang berupa hadiah atau berdasarkan bantuan teknik kerjasama dan
pemberian lain dengan cara cuma-cuma dari Pemerintah Asing, Badan Luar Negeri, Badan
atau Organisasi Internasional, Organisasi Swasta Lainnya, kepada Pemerintah Pusat atau
Daerah, Lembaga/Badan, PMI, dan kepada Organisasi Keagamaan di dalam negeri yang
mendapat rekomendasi dari Departemen Agama.
2.2. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ.52/1999 tanggal 14 Mei
1999, ditegaskan antara lain :
2.2.1. butir 3.1, untuk memperoleh fasilitas PPN yang terutang tidak dipungut, Lembaga/
Badan yang mengimpor BKP tersebut harus memiliki Surat Keterangan PPN yang
terutang tidak dipungut yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak.
2.2.2. butir 3.2, untuk memperoleh Surat Keterangan PPN yang terutang tidak dipungut
Lembaga/badan yang mengimpor BKP tersebut harus mengajukan permohonan
kepada Direktur PPN dan PTLL dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :
a. Surat Keterangan dari pemberi hadiah/bantuan bahwa barang tersebut
diberikan secara cuma-cuma/tidak diperjual belikan.
b. Rekomendasi dari Departemen terkait bahwa barang tersebut tidak untuk
diperdagangkan.
3. Pajak Penghasilan
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 4 serta Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 450/KMK.04/1997 tanggal 26 Agustus 1997 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan
Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tatacara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 444/KMK.04/1999 tanggal
7 September 1999 antara lain diatur bahwa dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
adalah impor barang yang dibebaskan dari bea masuk yaitu barang kiriman hadiah untuk keperluan
ibadah, umum, amal, sosial, atau kebudayaan. Ketentuan pengecualian tersebut dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
4. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan butir 3 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di
atas, dengan ini diberikan penegasan bahwa :
4.1. atas impor susu bubuk (milk powder) sebagaimana dimaksud dalam butir 1.1 di atas yang
merupakan sumbangan dari Pemerintah India kepada Pemerintah Indonesia sebagai bantuan
kemanusiaan untuk rakyat Aceh, PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut.
Untuk memperoleh fasilitas PPN yang terutang tidak dipungut, Lembaga/Badan yang
mengimpor BKP tersebut harus memiliki Surat Keterangan PPN yang terutang tidak dipungut
yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak.
4.2. atas impor susu bubuk (milk powder) atas nama Kantor Menko Kesra dan Taskin sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.1 di atas dibebaskan dari pemungutan PPh Pasal 22 sepanjang impor
tersebut dibebaskan dari Bea Masuk. Adapun pembebasan PPh Pasal 22 impor tersebut
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Namun demikian, apabila impor
tersebut dilakukan oleh importir lain dan Kantor Menko Kesra dan Taskin sebagai indentor
maka importir yang bersangkutan diwajibkan menyetor PPh Pasal 25 sebesar 15% dari
"handling fee" yang diterima.
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR JENDERAL
ttd
MACHFUD SIDIK
peraturan/0tkbpera/2dfbd2f04b3ac1f6441719a9f1f40f38.txt · Last modified: by 127.0.0.1