peraturan:0tkbpera:2c45628967cbb49aba60cff3b368ed95
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
18 Maret 2004
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 163/PJ.53/2004
TENTANG
PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENYERAHAN OBAT ANTI RETROVIRAL DI INDONESIA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia nomor
B. 26/MENKO/KESRA/II/2004 tanggal 12 Februari 2004 hal Obat Anti Retroviral bagi ODHA di Indonesia dan
surat Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 69/MENKES/I/2004 tanggal 9 Januari 2004 hal Bea Masuk
atas Impor Bahan Baku dan Pajak Pertambahan Nilai Obat Anti Retroviral, kepada Menteri Keuangan yang
tembusannya antara lain ditujukan kepada kami, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat-surat tersebut antara lain dikemukakan bahwa :
a. HIV/AIDS telah menjadi epidemik di dunia dewasa ini, dimana pengidapnya di Indonesia pada
tahun 2003 diperkirakan telah mencapai 130.000 orang dan di antaranya terdapat penderita
yang terancam kematian sekitar 4.000 penderita.
b. World Health Organization (WHO) menetapkan kebijakan bahwa diharapkan sejumlah 3 juta
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dapat diobati dengan obat anti retroviral pada tahun 2005,
dimana untuk Indonesia ditetapkan target pengobatan sebanyak 9.200 ODHA.
c. Pengobatan dengan obat anti retroviral ini dapat mengurangi penderitaan, memperpanjang
harapan hidup, dan meningkatkan kualitas hidup ODHA, dengan catatan bahwa obat anti
retroviral tersebut harus diberikan seumur hidup penderita/pengidap HIV/AIDS.
d. Dengan pertimbangan antara lain bahwa obat anti retroviral tersebut sampai dengan saat ini
belum termasuk di antara jenis obat yang harus disediakan oleh Pemerintah melalui obat
program, daya beli ODHA yang terbatas (harga satu paket obat anti retroviral tersebut sekitar
Rp 345.000,00 per paket per orang per bulan), padahal obat tersebut harus dikonsumsi
seumur hidup oleh ODHA, maka Menteri Kesehatan dengan dukungan dari Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat mengusulkan agar atas penjualan obat anti retroviral tersebut
dapat diberikan keringanan PPN atau diberikan fasilitas PPN ditanggung Pemerintah.
2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur :
a. Pasal 4 huruf a menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan
Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
b. Pasal 4 huruf b menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor Barang
Kena Pajak.
c. Pasal 16B ayat (1) huruf b dan huruf c menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah
dapat ditetapkan bahwa pajak yang terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik
untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk
penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu dan
impor Barang Kena Pajak tertentu.
3. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun
2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002, menyatakan
bahwa atas impor Barang Kena Pajak yang berdasarkan ketentuan perundang- undangan Pabean
dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, Pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
4. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dan Pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2003, antara lain menetapkan vaksin polio dalam rangka pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
sebagai salah satu jenis Barang Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, namun obat anti retroviral untuk pengobatan ODHA (Orang
dengan HIV/AIDS) tidak termasuk di antara jenis Barang Kena Pajak Tertentu yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4, serta memperhatikan isi surat Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan surat Menteri Kesehatan pada butir 1 di atas, kami
berpendapat bahwa :
a. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, atas penyerahan obat anti retroviral untuk pengobatan
ODHA tidak termasuk dalam jenis penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang memperoleh
fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, sehingga atas penyerahan obat
anti retroviral untuk pengobatan ODHA tersebut tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
b. Dengan demikian, usulan agar atas penyerahan obat anti retroviral dapat diberikan
kemudahan di bidang Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dipenuhi karena tidak diatur dalam
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai.
c. Namun demikian, apabila berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dianggap perlu
untuk memberikan kemudahan perpajakan atas impor bahan baku obat anti retroviral
tersebut, sepanjang atas impor bahan baku obat retroviral tersebut dibebaskan dari pungutan
Bea Masuk, maka dapat diberikan kemudahan berupa tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai
dengan menetapkannya dalam suatu Keputusan Menteri Keuangan.
Demikian disampaikan untuk dimaklumi.
Direktur Jenderal,
ttd.
Hadi Poernomo
NIP 060027375
Tembusan :
1. PJ. Direktur PPN dan PTLL;
2. Direktur Peraturan Perpajakan.
peraturan/0tkbpera/2c45628967cbb49aba60cff3b368ed95.txt · Last modified: by 127.0.0.1