peraturan:0tkbpera:2b8eba3cb0d0f1d761cb74d94a5ace36
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
28 Februari 1992
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 08/PJ.43/1992
TENTANG
PPh PASAL 21 ATAS PERANGSANG PRESTASI KERJA (PPK)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menunjuk Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-02/PJ.2/1991 tanggal 22 Maret 1991 (butir 3) dan
Nomor : SE-06/PJ.431/92 tanggal 10 Februari 1992 (butir 2.b), dengan ini disampaikan penegasan sebagai
berikut :
1. Perangsang Prestasi Kerja (PPK) Triwulan III Tahun Anggaran 1991/1992 akan dikirimkan oleh Kantor
Pusat Direktorat Jenderal Pajak dalam jumlah kotor (bruto) ke Kantor Saudara. Oleh karena itu
Bendaharawan Gaji Saudara berkewajiban untuk memotong PPh Pasal 21 atas Perangsang Prestasi
Kerja (PPK) tersebut, menyetorkan dan melaporkannya dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21
(KP.PPh.3.5).
2. Dalam hal penghasilan netto pegawai penerima PPK, tidak melebihi PTKP, maka atas pembayaran PPK
tersebut tidak perlu dipotong PPh Pasal 21. Agar pemotongan PPh Pasal 21 tersebut tidak dilakukan,
maka pegawai yang bersangkutan harus menyerahkan kepada Bendaharawan Gaji "Surat Pernyataan
Penghasilan" bentuk KP.PPh.3.64 (lihat Lampiran I) yang menyatakan bahwa penghasilan pegawai
yang bersangkutan beserta anggota keluarga yang menjadi tanggungannya tidak melebihi PTKP.
3. a. Khusus atas PPK yang telah dibayarkan dalam tahun 1991 (meliputi Triwulan III-IV Tahun
Anggaran 1990/1991 dan Triwulan I-II Tahun Anggaran 1991/1992), yang sudah dipotong PPh
Pasal 21 oleh Bendaharawan Rutin Nasional Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, maka
kepada pegawai penerima PPK yang memerlukan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (KP. PPh.
3-6) untuk dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh Perseorangan, supaya diberikan Bukti
Pemotongan PPh Pasal 21 tersebut.
b. Bukti Pemotongan dimaksud pada butir a dibuat oleh Bendaharawan Gaji Kantor Pusat/Kanwil
DJP/KPP/KPPBB/UPP atas nama Bendaharawan Rutin Nasional Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak (contoh Lampiran II a).
Bukti Pemotongan tersebut dibuat rangkap 3 : lembar pertama untuk pegawai penerima PPK
yang dipotong PPh Pasal 21, lembar kedua dan ketiga supaya dikirimkan ke Bendaharawan
Rutin Nasional Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak untuk selanjutnya diteruskan ke Kantor
Pelayanan Pajak PN&D. Bendaharawan Gaji pembuat Bukti Pemotongan, memfotocopy Bukti
Pemotongan untuk arsipnya.
c. Oleh karena kepada pegawai penerima PPK telah diberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
untuk penghasilan PPK secara tersendiri, maka penghasilan berupa PPK tersebut tidak perlu
dicantumkan dalam mengisi formulir SPT 1721 A-2 yang merupakan lampiran SPT 1721 yang
dibuat oleh Bendaharawan Gaji untuk tahun 1991. Sedangkan dalam mengisi formulir SPT
1721 A-2 tahun 1992 dan seterusnya, penghasilan pegawai dari PPK tersebut supaya
digunggungkan dengan penghasilan lain yang dibayarkan oleh Bendaharawan Gaji.
Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
SEKRETARIS
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PENANGGUNG JAWAB HARIAN
ttd
Drs. MALIMAR
peraturan/0tkbpera/2b8eba3cb0d0f1d761cb74d94a5ace36.txt · Last modified: by 127.0.0.1