peraturan:0tkbpera:2b6d65b9a9445c4271ab9076ead5605a
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP - 531/PJ./2000
TENTANG
TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 518/KMK.04/2000
tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, perlu menetapkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 21 TAHUN 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3688) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 TAHUN 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3988);
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 518/KMK.04/2000 tentang Pemberian Pengurangan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN
HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.
Pasal 1
Atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
dalam hal :
a. Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak yaitu :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak baru melalui progrm pemerintah di bidang
pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu
derajat ke bawah;
3. Wajib Pajak yang memperoleh hak baru selain Hak Pengelolaan
b. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu yaitu :
1. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan melalui pembelian dari
hasil ganti rugi pembebasan tanah oleh pemerintah untuk kepentingan negara atau
kepentingan umum yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan
Bangunan (NJOP PBB) dan pembelian tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan sejak pembayaran ganti rugi;
2. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan
oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus yaitu
rehabilitasi pemukiman kumuh, jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan dan
bangunan pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara, fasilitas
keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan bencana
lainnya, jalur hijau, dan fasilitas militer dan kepolisian, sepanjang tidak bersifat ruislag;
3. Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada
kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi
usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah;
4. Wajib Pajak yang melakukan penggabungan usaha (merger) yang telah memperoleh
keputusan persetujuan penggabungan usaha dari Direktur Jenderal Pajak.
5. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi
lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya yang terjadi dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penandatanganan akta, seperti kebakaran,
banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus;
6. Wajib Pajak orang pribadi Veteran, PNS, TNI, POLRI, pensiunan PNS, purnawirawan TNI,
purnawirawan POLRI atau janda/duda-nya yang memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan rumah dinas pemerintah.
c. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata
tidak untuk mencari keuntungan antara lain digunakan untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim
piatu, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta institusi pelayanan sosial
masyarakat.
Pasal 2
(1) Besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebagai berikut:
a. sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1, angka 2, huruf b angka 1, angka 2, angka 4,
angka 5 dan angka 6, serta huruf c;
b. sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 3;
c. sebesar perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas objek pajak selain
tanah untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 3.
(2) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7), Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau
Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 3
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, huruf b angka 1, angka 2, angka 5, dan
angka 6, serta huruf c kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan secara tertulis
dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan melampirkan :
a. fotokopi Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
b. fotokopi Akta/Risalah Lelang/Keputusan Pemberian Hak Baru/Putusan Hakim;
c. fotokopi KTP/SIM/Paspor/Kartu Keluarga/identitas lain;
d. Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa.
(2) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 3 dan angka 4 kepada Direktur
Jenderal Pajak secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan
melampirkan :
a. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan untuk dilegalisir;
b. fotokopi keputusan persetujuan penggabungan usaha (merger) dari Direktur Jenderal Pajak
atau Keputusan lain yang ada hubungannya dengan penggabungan usaha (merger) atau
dokumen lain yang membuktikan adanya restrukturisasi usaha dan atau utang usaha karena
kebijaksanaan pemerintah;
(3) Permohonan pengurangan Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pembayaran
kecuali terjadi keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.
(4) Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Direktorat Jenderal Pajak setelah menerima
permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dari Wajib Pajak
memberikan tanda terima.
(5) Permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diajukan sebelum akta perolehan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani
oleh Notaris/PPAT.
(6) Tanda terima surat permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan bagi
kepentingan Wajib Pajak adalah sebagai berikut :
a. Tanda terima surat permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau bukti pengiriman surat
permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan melalui pos tercatat
dan sejenisnya sehubungan dengan ayat (1);
b. Tanda terima surat permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak sehubungan dengan ayat (2).
(7) Atas permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dari Wajib Pajak,
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak atau Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan sederhana yang hasilnya dituangkan
dalam berita acara hasil pemeriksaan.
(8) Permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dianggap sebagai surat
permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sehingga tidak dapat
dipertimbangkan, dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Direktur Jenderal Pajak memberitahukan kepada Wajib Pajak
yang bersangkutan.
Pasal 4
(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atas nama Menteri Keuangan berwenang
memberikan Kepitusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a dan huruf b angka 1, angka 2, angka 5, dan angka 6,
serta huruf c dalam hal pajak yang terutang paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus
juta rupiah).
(2) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang
memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a dan huruf b angka 1, angka 2, angka 5, dan angka 6,
serta huruf c dalam hal pajak yang terutang lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua miliyar lima ratus
juta rupiah).
(3) Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan Keputusan Pemberian
Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf b angka 3 dan angka 4.
(4) Dalam hal kewenangan memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan berada pada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan meneruskan
permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atasannya dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari
sejak tanggal diterimanya surat permohonan.
Pasal 5
(1) Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disampaikan Kepada Wajib Pajak dan tembusannya kepada Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Pajak.
(2) Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) disampaikan kepada Wajib Pajak dan tembusannya kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang bersangkutan dan Direktur Jenderal Pajak.
(3) Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) disampaikan kepada Wajib Pajak dan tembusannya kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
yang bersangkutan.
Pasal 6
(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak atau Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, harus memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan
pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) dan ayat (2).
(2) Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian, atau
menolak.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lewat dan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau
Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap
dikabulkan dengan mengacu kepada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Pasal 7
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan BPHTB tahun pajak 2000 dan belum diterbitkan
keputusan pengurangannya, maka keputusan pengurangan tersebut mengacu pada ketentuan yang berlaku
pada saat terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pasal 8
Bentuk Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 9
Pada saat Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Dirjen Pajak Nomor
KEP-08/PJ./1999 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 10
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Desember 2000
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
MACHFUD SIDIK
peraturan/0tkbpera/2b6d65b9a9445c4271ab9076ead5605a.txt · Last modified: by 127.0.0.1